Penimbunan Limbah B3 yang berlarut-larut sangat terlarang sebab membahayakan manusia dan lingkungan.
Tepat di belakang Laboratorium Kimia Dasar dan Laboratorium Biologi Dasar nampak dua bangunan kecil saling berhadapan. Bila dilihat lebih dekat, akan didapati sebuah tulisan yang menempel pada pada dinding. Tulisan tersebut tertulis Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
Tidak hanya tulisan, di tembok juga tertempel simbol yang kerap kali di temukan dalam laboratorium, di antaranya simbol klasifikasi bersifat oxidizing, mudah terbakar, dan bersifat beracun.
Di samping pintu juga terlihat alat pemadam kebakaran (APAR) dan tempat mencuci tangan. Lalu ketika melihat ke dalam ruangan melalui celah yang terdapat pada pintu besi nampak jeriken yang berjejer rapi. Tak hanya itu, botol-botol kaca berisi bahan kimia juga tersusun rapi mengisi TPS tersebut.
Laboratorium kimia organik termasuk lab yang menggunakan banyak bahan kimia. Sekali melaksanakan praktikum, satu kelompok dapat menggunakan sekitar 500 ml larutan kimia. Kemudian mahasiswa yang mengikuti praktikum tersebut dibagi menjadi delapan kelompok.
“Sampai praktikum selesai bisa menggunakan bahan kimia kurang lebih 10 liter,” ucap Viky salah satu mahasiswa semester 5 dari Fakultas Mipa (29/11).
Limbah bahan kimia yang dihasilkan setelah praktikum dimasukkan ke dalam jeriken lalu disimpan di tempat penyimpanan limbah B. Saat ini Unhas memiliki 2 TPS yang terletak di belakang Laboratroium Kimia Dasar dan Laboratorium Biologi Dasar.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Pada Bab I Pasal 1 ditulis bahwa Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
Kemudian pada Pasal I ayat 11 tertulis Pengelolaan Limbah B3 adalah kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan.
Dosen Fakultas Farmasi sekaligus pengampu mata kuliah Kimia Analisis, Muhammad Aswad SSi Msi PhD Apt, juga mengatakan selama ini pengelolaan limbah di Fakultas Farmasi hanya sebatas menampung limbah hasil praktikum di jeriken. Kemudian jeriken yang telah penuh dengan limbah pelarut organik, reagan dan lain sebagainya dibawa ke TPS.
“Limbahnya kami bawa ke Fakultas MIPA sebagai tempat penampungan sementara,” tutur Aswad, Kamis (28/10).
Limbah praktikum yang menggunakan bahan kimia tentunya berbahaya dan tidak bisa asal membuang. Sedangkan Unhas sendiri tidak memiliki tempat pengolahan limbah, sehingga limbah tersebut di pihak ketiga kan.
“Selama ini memang selalu kendala limbah, Unhas belum memiliki unit pengolahan limbah. Hanya dengan adanya mekanisme pihak ketiga jadinya masalah teratasi,” ungkap Aswad.
Berdasarkan skripsi yang ditulis pada 2017 oleh A Fiar Malyadi mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat menyatakan sistem pengelolaan limbah B3 yang diterapkan oleh Unhas belum memenuhi standar pemerintah.
Begitu pun pada Laporan Utama PK identitas Unhas edisi Juni 2018, hal tersebut nyatanya telah menjadi problematik. Penyediaan pengelolaan limbah di kampus merah belum ada sama sekali, sedangkan untuk memenuhi persyaratan akreditasi, setiap laboratorium mestinya membangun Instalasi Pengolahan Limbah (Ipal).
Pengelolaan limbah B3 yang tidak sesuai dengan prosuder dan peraturannya akan memberi dampak yang berkepanjangan terhadap manusia dan lingkungan. Hal ini karena sifat dari bahan kimia yang berbahaya, berpotensi mencemarkan, membahayakan dan merusak lingkungan hidup.
Selain itu, Wakil Dekan Bidang Perencanaan, Keuangan dan Sumber Daya Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Dr Muhammad Zakir MSc mengaku limbah yang berada di TPS tersebut belum pernah di ambil oleh pihak ketiga. Bahkan ia menyampaikan limbah yang berada di TPS tersebut mungkin seusia dengan dirinya.
“Seharusnya limbah itu diambil karena berbahaya. Bayangkan, sejak 1989 saya masuk di Unhas kita juga praktikum dan sudah ada itu limbah. Saya kira itu catatan yang perlu ditulis,” tutur Zakir (25/11).
Lebih lanjut Dosen Fakultas Mipa tersebut berharap agar MoU dengan pihak ketiga yang mengambil limbah laboratorium segera ada. Tidak dipungkuri limbah kimia yang berada di TPS akan terus bertambah. Apalagi limbah tersebut sudah tahunan sehingga pihak kampus membangun dua TPS untuk limbah B3.
“Jadi saya kira, juga melanggar aturan kalau limbah kimia disimpan sampai 90 hari lebih,” tutup WD II Fakultas MIPA itu.
Friskila, Anni, Siti Kamila