Pada bulan September 2022, tertulis 174 mahasiswa asing dari berbagai penjuru negara, berjuang untuk belajar di kampus merah. Namun sampai sekarang ada sekitar 58 mahasiswa asing yang telah tiba di kota yang sering juga dijuluki, Kota Daeng. Kedatangan mereka tentunya tidak selalu mulus. Salah satu kendala besar yang ditemui adalah kendala bahasa.
Bahasa sangat penting untuk berkomunikasi, apalagi bagi mahasiswa asing yang sebagian berasal dari negara yang tidak berbahasa melayu. Bahkan di antara mereka juga ada yang hanya mengetahui bahasa ibunya.
Salah satu mahasiswa luar negeri yang tidak tidak ingin disebutkan namanya mengaku kesulitan mengikuti pembelajaran lantaran belum mengerti betul bahasa Indonesia.
“Dari sekitar 9 mata kuliah, 2-3 diantaranya secara penuh melalui Bahasa Inggris, 2-3 mata kuliah pakai Bahasa Inggris (penyampaian lisan Bahasa Indonesia tetapi Slides Bahasa Inggris) dan 2-3 mata kuliah secara penuh Bahasa Indonesia. Jadi di mata kuliah yang secara penuh melalui Bahasa Indonesia, kami masuk dan keluar dengan kepala kosong,” keluhnya saat diwawancarai. (25/10).
Padi ditanam tumbuh lalang, harapan mereka untuk berkuliah di kelas bertaraf internasional ternyata tidak terwujud. Hal ini disebabkan lantaran adanya kebingungan soal jalur yang mereka pilih.
“Saat ditanyakan kepada supervisor saya, mereka menjawab bahwa kami statusnya kelas reguler, bukan kelas internasional,” ucapnya.
Permasalahan surat penerimaan dan kelas tambahan Bahasa Indonesia
Berawal dari Letter of Acceptance (LoA) atau surat penerimaannya mereka, sudah tak jelas sebenarnya mereka terdaftar kelas reguler atau internasional. Belum lagi Standard Operational Procedure (SOP) mengenai tata cara penerimaan mahasiswa asing yang belum disempurnakan.
Kepala Kantor Urusan Internasional, Andi Masytha Irwan SKepNs MAN PhD menanggapi bahwa dalam SOP tidak dijelaskan secara rinci kendala utama mahasiswa asing yakni bahasa pengantar dan jalur penerimaannya.
“Temuan kami beragam antara setiap mahasiswa, ada yang mahasiswa masuk kelas reguler ada juga yang internasional. Ini yang rencana kedepannya akan kami cantumkan dari awal yakni di LoA agar jelas,” ucapannya.
Cita sapaan akrabnya menjelaskan bahwa mahasiswa asing datang ke Indonesia dengan tingkat kemampuan berbahasa yang beragam. “Jadi ada mahasiswa yang sudah bagus Bahasa Inggrisnya, ada juga yang kurang bagus dan bahkan ada mahasiswa yang hanya bisa Bahasa Arab,” jelasnya.
Untuk mengatasi masalah bahasa, sebelum datang ke Indonesia, diadakan kelas Bahasa Indonesia atau yang disebut Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) secara daring melalui Kepala UPT Layanan Bahasa. Namun banyak kendala yang dialami oleh mahasiswa seperti koneksi buruk, pemadaman listrik, bahkan perangkat elektronik yang tidak dimiliki.
“Memang kendala-kendala tersebut ada karena rata-rata mahasiswa asing yang diterima berasal dari negara konflik, namun kami tetap berusaha apa yang dapat kami bantu,” ucap Sekretaris UPT Pusat Bahasa, Dr Indriati Lewa, Kamis (29/10).
Menurutnya, kelas BIPA nyatanya kurang efektif, sehingga sesuai dengan evaluasi Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, ditambahkan kelas luring jika telah hadir di Makassar.
Kelas BIPA ini diadakan sebanyak 16 pertemuan yang berdurasi 100 menit tentunya kurang untuk menguasai satu bahasa. Apalagi jika ditambahkan kendala-kendala yang dialami.
“Kalau orang yang ingin berada di tingkat baru mengetahui Bahasa Indonesia, minimal harus setahun belajar secara penuh. Jadi apa yang mereka harapkan untuk dapat dengan 16 pertemuan?” tuturnya.
Solusi terhadap bahasa pengantar dan LoA
Kendala-kendala tersebut dialami oleh mahasiswa asing segera dibenahi dengan perubahan SOP dan LoA. Perubahan yang diharapkan kedepannya untuk mengatasi permasalahan mengenai bahasa pengantar yakni LoA conditional baru akan dikeluarkan setelah menguasai bahasa Indonesia.
Rencananya untuk penerimaan mahasiswa asing selanjutnya, akan dikeluarkan dua LoA yakni LoA Unconditional dan LoA Conditional. Surat LoA Unconditional di mana mahasiswa asing yang diterima sebagai mahasiswa Unhas namun belum mengikuti perkuliahan formal, namun mengikuti kelas BIPA.
“Setelah mereka mengikuti kelas tersebut, maka akan dikeluarkan LoA Conditional. Dengan syarat akan mengikuti ujian dengan mendapat nilai minimal BIPA. Itu untuk menghindari permasalahan bahasa,” ucap Kepala Subdirektorat Penerimaan Mahasiswa Baru, Nurul Ichsani SSOS MIKom saat diwawancarai di Lantai 6 Rektorat, Kamis (29/09).
Yuyu sapaan akrabnya menegaskan bahwa semua mahasiswa asing yang diterima masuk melalui kelas reguler, jadi semua kelas memang menggunakan Bahasa Indonesia sebagai pengantar. ini bertujuan agar mahasiswa lokal dapat paparan bagaimana berinteraksi dengan mahasiswa asing.
“Berangkat dari alasan Unhas yang sekarang mengarah ke internasionalisasi, kami mewajibkan semua mahasiswa asing untuk belajar Bahasa Indonesia,” jelasnya.
Mahasiswa asing sekarang kini dijepit dengan dilema besar, terpaksa mengikuti kelas reguler dengan Bahasa Indonesia yang sangat minim. Mereka berharap adanya kelas bahasa Indonesia tambahan agar apa yang dipelajari di kelas dapat lebih mudah dipahami.
Alif