E-Bag, alat minimalis dan praktis digunakan pascabencana alam untuk kebutuhan listrik
Selain memiliki kekayaan alam hingga dikenal sebagai surga keanekaragaman hayati, Indonesia juga disebut sebagai salah satu negara yang rawan akan bencana alam. Sejak Januari hingga awal September 2021, menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tercatat 1.829 bencana alam telah terjadi di Indonesia.
Adanya bencana alam tentu akan melumpuhkan aspek-aspek kehidupan, baik skala besar maupun kecil. Salah satunya susahnya mendapatkan energi listrik saat kondisi pascabencana. Sumber listrik sering kali menjadi masalah di daerah tempat pengungsian. Umumnya disebabkan saat terjadi bencana, jaringan listrik akan terputus sehingga diperlukan alternatif sumber energi yang siap digunakan.
Menilik permasalahan tersebut, tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Karsa Cipta (KC) Universitas Hasanuddin kemudian menciptakan inovasi prototipe Solar Tracker Emergency Bag Portable (E-Bag) yang merupakan penghasil listrik darurat bencana dengan menerapkan ultra thin solar panel dan sistem solar tracking.
“Dalam keadaan darurat menggunakan genset itu harus pakai bensin, sedangkan ketika darurat bencana itu menjadi langka. Untuk itu perlu memanfaatkan sumber energi yang tersedia di alam yakni energi matahari. Dari energi matahari kita konversi ke energi listrik menggunakan panel surya,” jelas Islamiyah.
Selain menggunakan panel surya, tim yang beranggotakan, mahasiswa Teknik Elektro Herianto dan Ardiansyah ini menggunakan alat dan bahan lainnya. Merancang dengan alat seperti Arduino uno R3, Ultra thin Solar panel 50Wp, Motor Servo, DC Step-Down LM2596, Solar Charge Controller, Baterai, Inverter 300W, Perlengkapan First aid kit, Sensor Light Dependant Resistor (LDR), Hollow alumunium, Kabel, Stop kontak, dan Alumunium Composite Panel (ACP).
“Material yang digunakan mudah didapatkan dan tersedia di toko elektronik. Apalagi materialnya juga ramah lingkungan, sebab menggunakan panel surya jadi tidak ada emisi,” kata Islamiyah.
Tidak hanya pada saat terjadi bencana, E-Bag juga dapat dipakai ketika pergi rekreasi, dan digunakan di rumah saat terjadi pemadaman listrik. Alat ini saat diletakkan dan terkena sinar matahari maka langsung bisa dipakai.
“Kelebihan dari alat ini minimalis, praktis, dan portable mudah membawa kemana-mana. Kemudian lebih murah untuk keadaan darurat bencana, dan peralatan serta pemakaian mudah,” terangnya.
Lebih lanjut, ia menuturkan alat seperti ini untuk pascabencana sudah ada sebelumnya. Namun, desainnya belum minimalis dan praktis, serta biasanya masih menggunakan BBM.
“Meskipun sudah ada yang memakai panel surya tapi panel surya yang digunakan masih berat sehingga kurang efektif untuk digunakan saat bencana. Desainnya masih tidak ekonomis jika dipakai tim satgas maupun warga,” ujar Islamiyah.
Mahasiswa angkatan 2018 ini menambahkan, alat ini dalam sehari bisa digunakan untuk mengecas sebanyak 20 telepon seluler jika menggunakan baterai 3000 Mah, dan bisa untuk lampu 20 Watt.
“Alat ini butuh pengembangan lebih lanjut, karena sebenarnya ini masih prototipe kemungkinan alat ini juga bisa dihubungkan dengan smartphone agar bisa dilihat daya yang masih tersisa dan bisa dimatikan secara otomatis,” tutur Islamiyah.
Diakhir wawancara ia mengatakan belum ada kerja sama dengan pihak tertentu dan alat ini belum diproduksi secara massal untuk diimplementasikan kepada masyarakat, baru sebatas dibuat dan dilakukan uji coba.
“Ke depannya semoga ada investor yang mengajak kami bekerja sama agar alat ini bisa didaftarkan hak patennya dan dikomersialisasikan. Jadi semua masyarakat bisa merasakan manfaat alat ini khususnya tim satgas bencana dan bisa dijual ke masyarakat yang membutuhkan alat ini,” tutup Islamiyah saat diwawancarai melalui telepon WhatsApp, Rabu (29/9).
Winona Vanessa HN