Ditulis oleh dua perempuan dengan pemikiran kritis, Abigail Limuria dan Cania Citta, buku Makanya, Mikir! hadir sebagai panduan untuk memahami hidup melalui pendekatan yang ilmiah serta rasional. Sosok mereka mungkin tidak asing lagi di kalangan Gen Z, khususnya mereka yang aktif di media sosial dan memiliki ketertarikan pada isu-isu sosial.
Abigail dikenal sebagai co-founder dari What Is Up, Indonesia? (WIUI), sebuah platform yang mencoba membahas isu sosiopolitik dengan bahasa akrab bagi anak muda. Buku ini merupakan buku keduanya, setelah Lalita: 1% Perempuan Hebat Indonesia. Sementara itu, Cania adalah salah satu pendiri Malaka Project, media yang bertujuan meningkatkan literasi dasar dan mendorong budaya berpikir rasional.
Karya kolaboratif mereka ini tidak hanya menyajikan konten inspiratif, tetapi juga menyuguhkan kerangka berpikir yang aplikatif. Buku ini bukan sekadar bacaan ringan, melainkan ajakan untuk berhenti sejenak, berpikir, dan merenung.
Salah satu analogi menarik yang ditawarkan buku ini adalah perumpamaan hidup sebagai permainan kartu yang menjadi simbol dari faktor eksternal yaitu hal-hal di luar kendali kita, seperti latar belakang keluarga, kondisi ekonomi, atau situasi sosial. Sementara itu, strategi dalam memainkan kartu tersebut representasi dari faktor internal, yakni pola pikir, kemampuan bernalar, dan pengambilan keputusan.
Dari sinilah premis utama buku ini berkembang, yaitu kesuksesan lebih ditentukan oleh cara kita berpikir dan mengambil keputusan, bukan oleh kondisi yang kita terima. Oleh karena itu, jika ingin mencapai tujuan hidup, kita perlu fokus pada hal-hal yang bisa kita kendalikan, yakni diri kita sendiri.
Buku ini memperkenalkan konsep peta realitas yang sangat menarik. Jika peta geografis bisa memandu kita mencapai tempat tertentu, maka peta realitas adalah cara kita memahami dunia agar bisa sampai pada tujuan hidup.
Peta realitas berisi pemahaman tentang sebab akibat di dunia ini. Namun, memiliki peta saja tidak cukup. Kita juga harus mampu membacanya dengan benar. Inilah yang disebut sebagai penalaran. Peta yang akurat pun bisa menyesatkan jika dibaca dengan cara berpikir yang keliru.
Abigail dan Cania menekankan pentingnya penalaran logis sebagai bekal dalam mengambil keputusan yang tepat serta memberikan berbagai model berpikir (mental models) yang bisa digunakan pembaca untuk menyusun peta realitasnya sendiri.
Salah satu kekuatan buku ini ada pada cara penulis menyajikan teori berpikir yang terstruktur dan mudah dipahami. Misalnya, dalam menentukan keputusan penting, kita diajak menggunakan kerangka Cost-Benefit Analysis (CBA) dengan menimbang manfaat dan biaya (pengorbanan) dari setiap pilihan hidup. Selain itu, pembaca diajak mengenali berbagai bias kognitif atau kesalahan berpikir yang kerap menjebak kita dalam pengambilan keputusan.
Tak kalah penting, buku ini juga berbicara tentang cara menentukan prioritas hidup, serta kecerdasan sosial dan emosional yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang melibatkan orang lain. Semua poin tersebut dijelaskan dengan contoh-contoh kasus yang relevan, disertai tabel dan ilustrasi yang memperjelas isi.
Membaca buku ini tidak seperti menenggak air dalam satu tegukan. Setiap paragraf mengandung kedalaman makna dan menuntut renungan. Penulis tidak sekadar menjelaskan, namun mengajak pembaca berdialog dengan menghadirkan jeda untuk merenung dan membuka ruang untuk menggugat kebiasaan berpikir.
Desain visual buku didominasi oleh warna hitam, putih, dan merah, dilengkapi dengan ilustrasi yang tidak sekadar estetis, tetapi juga fungsional. Penyusunan kontennya juga sangat sistematis, memudahkan pembaca memahami konsep-konsep rumit secara bertahap.
Buku ini juga mendapatkan banyak tanggapan positif dari para tokoh ternama, seperti Anies Rasyid Baswedan dan Najwa Shihab.
“Saya yakin ada banyak sekali buku yang mengajarkan bagaimana cara menyelesaikan persoalan, urusan, atau tantangan. Tapi yang membuat buku ini unik adalah karena memberikan kita framework asal muasalnya,” tutur Najwa Shihab di pengantar awal buku tersebut.
Buku ini menjadi peta dan kompas sekaligus. Ia tidak menjanjikan jawaban instan, tetapi justru mengajarkan keterampilan untuk menemukan jawaban tepat bagi setiap individu yang sedang menempuh perjalanan hidupnya.
Sebagai bacaan, buku ini sangat relevan, mencerahkan, dan layak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya bagi mereka yang sedang mencari arah dan makna di tengah kompleksitas dunia modern.
Rika Sartika
