Bukan emas, giok, ataupun berlian yang paling berharga di dunia, melainkan alam yang menjadi tali manusia menggantungkan hidupnya.
Sudah setahun sejak Covid-19 mewabah di Indonesia, namun sampai kini masih tidak terlihat tanda akan berhenti. Di masa pandemi ini, salah satu kebutuhan masyarakat sebagai bentuk perlindungan dari penularan Covid-19 adalah hand sanitizer. Penyanitasi tangan atau hand sanitizer merupakan benda cair yang berisi kandungan utama ethanol sebagai anti bakteri dan kuman.
Untuk memenuhi kebutuhan pembersih tangan ke masyarakat, banyak penelitian dan inovasi dilakukan dalam rangka mencari alternatif lain. Seperti yang dilakukan oleh Mahasiswa Fakultas Kehutanan, Rika Faradhillah bersama kedua rekannya Fitriaseh, dan Asmaul Husna memanfaatkan alam yakni limbah kayu pohon pinus untuk membuat hand sanitizer alami dan ramah lingkungan.

Ide membuat pembersih tangan dari limbah pohon pinus muncul setelah mereka membaca literatur penelitian yang dilakukan Badan Penelitian, Pengembangan, dan Inovasi (BLI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2010, mengenai cuka kayu dan bambu yang memiliki daya bunuh terhadap virus, bakteri, dan kuman, 70 kali lipat dibanding alkohol.
“Berdasarkan penelitian BLI, kami tertarik untuk mengaplikasikannya ke dalam bentuk hand sanitizer yang sesuai dengan kondisi pandemi Covid-19,” ucapnya (Kamis, 24/6).
Disamping itu, penelitian ini dapat mengurangi limbah pohon pinus di lokasi penelitian Kelurahan Malino, Kecamatan Tinggimoncong, Kabupaten Gowa, dan untuk mengatasi kelangkaan produk disinfektan di pasaran akibat permintaan yang tinggi di tengah pandemi.
Penelitian yang dilakukan pada 2021 ini, mereka membuat hand sanitizer dari limbah cabang pohon pinus, ranting, bagian atas dan akar. Kemudian, dibuat menjadi arang menggunakan tungku drum yang telah dimodifikasi.
Tungku pengarangan yang digunakan dilengkapi pendingin asap berupa pipa berbentuk spiral yang terpasang dalam drum yang diisi air. Asap yang telah dingin kemudian dialirkan dan ditampung dalam ember plastik, sehingga diperoleh asap cair atau cuka kayu yang merupakan bahan utama hand sanitizer.
“Cuka kayu (wood vinegar) merupakan cairan berwarna coklat pekat dan berbau sangit yang diperoleh dari proses kondensasi asap pembakaran biomassa seperti kayu yang mengandung lignosellulosa, cuka kayu menghasilkan senyawa-senyawa yang memiliki efek antimikroba, antibakteri, dan antioksidan,” jelasnya.
Selain itu, cuka kayu memiliki manfaat seperti pengawet makanan karena mengandung senyawa-senyawa anti bakteri dan antioksidan, sebagai insektisida atau pembasmi rayap, nyamuk, dan semut pada tanaman.
Mahasiswa angkatan 2018 ini, menjelaskan pembersih tangan dari limbah pohon pinus sangat efektif membunuh virus, bakteri dan kuman dibandingkan dengan 70 persen etanol yang selama ini digunakan sebagai bahan utama hand sanitizer.
“Uji coba yang dilakukan oleh BLI juga membuktikan konsentrasi satu persen cuka kayu atau bambu memiliki kemampuan lebih baik dalam menghambat pertumbuhan bakteri dibandingkan etanol 70 persen, sehingga menjadikannya layak untuk mengantisipasi penyebaran virus Corona¸” ujarnya.
Rika mengatakan selama sosialisasi pembuatan handsanitizer dilaksanakan, masyarakat begitu antusias dan tertarik dengan hal baru bagi mereka. Selama sosialisasi ia dan timnya tidak memiliki masalah apa pun baik itu dari segi teknis maupun anggaran.
“Tidak ada kendala. Anggaran sebesar tiga juta rupiah dari program Call for Student Proposal yang diadakan oleh Departemen Kehutanan Unhas juga cukup,” ucapnya.
Dengan adanya penelitian ini diharapkan kebutuhan pembersih tangan di masyarakat dapat terpenuhi, dan dapat memberikan nilai tambah secara ekonomi dari limbah pohon pinus yang belum dimaksimalkan penggunaannya.
Reporter : Annur Nadia F. Denanda