“Sifat mencerdaskan sesama tetap melekat pada dirinya. Sekalipun tidak lagi mendapatkan gaji karena institusi lainnya telah membayarkan, toh tetap melaksanakan kewajiban mengajarnya.”
Prinsip ini melekat pada diri Aswar Hasan, dosen Ilmu Komunikasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Hasanuddin (Unhas). Sejak bergabung di Komisi Penyiaran Informasi Daerah (KPID) selama dua periode (2003/2006) dan (2006/2010), termasuk ketika bergabung di Komisi Informasi Provinsi (KIP) Sulawesi Selatan selama dua periode (2011/2015) dan (2015/2019), dia tidak pernah lagi menerima tunjangan jabatan dan fungsional di tempatnya mengajar sebagai dosen. Pihak kampus memberhentikan gaji Aswar dikarenakan bertugas di luar.
Ditemui identitas, Aswar mengaku, telah kembali mengajar di tahun 2018 tanpa tunjangan pokok dan fungsional dari pihak kampus. “Saya sudah mengajar selama dua semester di sini meskipun tanpa gaji,” ujarnya, sembari menyebut tiga mata kuliah yang diajarkan sekarang, yakni mata kuliah Komunikasi Politik, Etika dan Hukum Komunikasi, serta Penulisan Kreatif.
Lelaki kelahiran Palopo, 17 Agustus 1963, yang akrab dipanggil Pak Ustaz ini mengaku, tetap mengajar meski tanpa gaji karena menganggap melakukan pengabdian dan mengamalkan ilmu pengetahuan agar bisa bermanfaat kepada orang lain. Di samping itu, kurangnya dosen dengan mata kuliah tersebut, menjadi pertimbangan kembali mengajar dan membuatnya menyegarkan ilmu yang dimilikinya.
“Dunia atau habitat seorang dosen adalah mengajar dan belajar, serta meneliti atau menulis, untuk pengabdian kepada masyarakat atau negara. Seorang dosen harus terlibat aktif dalam dinamika perubahan sosial dengan bermodalkan ilmu pengetahuan yang digelutinya,” ungkap Aswar yang hampir setiap saat bisa ditemui di Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar.
Menurutnya, dia mendapatkan kepuasan intelektual dan kepuasan batin ketika menularkan ilmunya kepada orang lain. “Itu adalah kepuasan penting bagi seorang akademisi,” ungkapnya.
Disinggung tentang perannya sebagai Ketua KPID selama dua periode, ditambah setahun masa jabatannya lantaran bertepatan Pemilhan Presiden (Pilpres), Aswar menyebut, bertugas untuk mengawal masalah penyiaran mulai dari perizinan, hingga mengontrol isi siaran, khususnya penyiaran demokrasi melalui televisi maupun radio kepada masyarakat.
“Saya melakukan elaborasi dan sinkronisasi antar anggota. Menjadi tantangan tersendiri memimpin tujuh orang komisioner dari berbagai latar belakang yang berbeda dengan ego personalitas yang cukup tinggi. Tapi, berusaha menyatukan mereka dalam satu visi yang sama dengan kiat seven for all, all for seven. Artinya, ketujuh anggota harus mempunyai satu tujuan yang sama dan dapat memberi manfaat untuk semua,” beber salah seorang kolumnis FAJAR ini.
Sementara bergabung di Komisi Informasi Provinsi, berdasarkan izin rektor, selama dua periode (2011/2015) dan (2015/2019). Namun periode kedua, ia hanya menjabat sebagai ketua selama 1 tahun. “KIP merupakan lembaga yang mengawal transparansi pemerintah kepada masyarakat. Lembaga ini berjumlah lima orang komisioner yang harus mencerminkan unsur dari pemerintah dan unsur masyarakat,” paparnya.
Salah satu kasus pelik yang pernah ditangani Aswar saat menjabat sebagai ketua KIP adalah kasus mahasiswa dari departemen Sastra dengan pihak Fakultas Ilmu Budaya Unhas di tahun 2014. Mahasiswa meminta transparansi penggunaan uang dari pihak fakultas, namun pihak fakultas menolak dengan alasan mereka telah diaudit oleh Badan Pengurus Keuangan (BPK).
“Kasus ini berlanjut ke tahap persidangan. Saat itu, saya menolak sebagai hakim dan menyerahkan posisi ini kepada anggota lain, demi menjauhi konflik intern. Dari hasil sidang, mahasiswa dinyatakan menang dan mendapatkan info mengenai penggunaan dana dari fakultas,” jelas Aswar.
Kemenangan mahasiswa membuat pihak lain bertanya, mengapa Aswar tidak membela Unhas? “Ketika itu, saya katakan kepada mereka, saya tidak membela Unhas, tapi saya membela negara dan memenuhi kepentingan hak konstitusi warga negara, dan mahasiswa adalah warga negara,” tuturnya.
Aswar merupakan alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Budaya (FISBUD), sekarang telah berpisah menjadi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) dan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unhas. Ia mengambil jurusan Publisistik (sekarang Ilmu komunikasi) di tahun 1982.
Sejak mahasiswa, dia sudah aktif dalam organisasi. Bergabung dalam organisasi Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM), Korps Mahasiswa Publisistik (KOMAPU), dan Mahasiswa Pecinta Mushalla (MPM).
Selain itu, ia juga pernah melakukan studi/kursus radio broadcasting di Universitas Indonesia atas sponsor Uni Eropa, belajar resolusi konflik HAM di International Institute of Human Rights di Strasbourg Perancis dan di Geneva tahun 2005, serta aktif menulis artikel opini dan saat ini menjadi penulis kolom tetap di Harian FAJAR setiap Ahad dengan nama kolom “Secangkir Teh”.
Aswar berharap para generasi muda khususnya mahasiswa Unhas bisa menguasai ilmu sains, teknologi dan juga memiliki akhlak yang baik. “Ilmu sains, teknologi dan akhlak yang baik merupakan trisula untuk bisa eksis dan sukses di masa depan,” pungkasnya.
Fatimah Tussahra