Ketua Departemen (Kadep) Neurologi Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Hasanuddin (Unhas), Dr dr Jumraini Tammasse Sp S(K) menjadi narasumber pada Makassar Cardiovascular Update (MCVU) XXIII 2025. Kegiatan ini diadakan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (Perki) Makassar, di Ballroom Sandeq, Claro Hotel Makassar, Minggu (13/07).
Berdasarkan tema pada workshop MCVU XXII 2025 ini “Target Organ in Crisis : Emergency Perspectives on Hypertension in Heart, Renal and Cerebral Systems”, dr Jum mengangkat topik yang relevan yaitu Cerebrovascular Hypertensive Emergency : A Multidisciplinary Approach to Diagnosis and Treatment.
Kadep Neurologi tersebut menjelaskan penyakit Cerebrovascular Hypertensive Emergency (CHTE) yang merupakan salah satu komplikasi yang terjadi dari krisis hipertensi. CHTE ialah kondisi terjadinya keadaan kritis akibat tekanan darah yang tinggi dan umumnya akan menyebabkan gangguan fungsi organ terkhusus pada otak.
“Di Indonesia prevalensi ini cukup tinggi, 34 persen penduduk sudah terdeteksi hipertensi, dan 10 sampai 20 persen berisiko terkena CHTE,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menuturkan pada bagian otak, komplikasi umum CHTE ini menyebabkan stroke iskemik, pendarahan intraserebral, dan sindrom ensefalopati posterior reversibel (PRES). Dalam hal ini, populasi yang paling rentan terkena yaitu para lanjut usia (lansia) yang mengalami kondisi hipertensi kronis dan diabetes melitus.
Selain itu, Ketua Pokja Neurorestorasi dan Neuroengineering PERDOSNI ini juga menyatakan bahwa kondisi yang memungkinkan meningkatnya CHTE ini yaitu hipertensi tidak terkontrol, diabetes melitus, dan dislipidemia, serta merokok.
“Di samping itu, riwayat keluarga cardiovascular, stres psikososial, dan gaya hidup sedentari juga penting untuk identifikasi diri dan modifikasi faktor risiko,” ucap wanita asal Soppeng itu.
Pada akhir paparannya, Dokter Spesialis Penyakit Saraf di RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo menyimpulkan pada era teknologi ini, penanganan CHTE membutuhkan kecepatan, ketepatan, kolaborasi, lintasi shifting, dan dukungan teknologi, dengan tetap menjunjung tinggi prinsip utama yaitu menyelamatkan nyama dan fungsi organ otak.
Masyita
