Beberapa minggu terakhir, masyarakat dunia heboh dengan beredarnya kasus Coronavirus yang berasal dari Wuhan China, dan telah menyebar di beberapa negara. Merespon kekhawatiran publik akan merebaknya kasus tersebut, Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin (FISIP Unhas), menggelar Strategic Round Table Discussin (SOUND) Chapter 2, di Ruang Rapat Senat, Lantai 3 Gedung FISIP Unhas, Kamis (30/1).
Dalam pelaksanaannya, Diskusi itu dihadiri dosen dan mahasiswa dari berbagai fakultas dan program studi. Adapun yang menjadi pemantik dalam diskusi adalah Prof dr Budu Sp M(K) PhD M Ed Med (Dekan Fakultas Kedokteran), Sudirman H N PhD (Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat), dan Ishaq Rahman S IP M Si (Dosen Ilmu Hubungan Internasional).
Mengawali diskusi, Prof Budu menjelaskan tentang perkembangan terbaru dari Coronavirus yang mulai mewabah sejak awal Januari 2020 di Wuhan, China. Menurutnya, varian Coronavirus sudah lama ditemukan, namun dengan varian yang berbeda. Wabah yang terjadi di Wuhan merupakan strain baru. “Itulah sebabnya disebut Novel Corona Virus. Novel itu artinya baru,” kata Prof. Budu.
Lebih lanjut, Prof Budu menjelaskan fenomena virus secara umum, penyebarannya, dan efeknya terhadap kesehatan. Kemudian penjelasan diarahkan lebih spesifik pada Coronavirus, serta situasi yang terjadi di dunia.
“Memang secara umum, gejala yang dapat dilihat jika terdampak Coronavirus adalah demam dan batuk. Tapi tidak berarti kalau kita di Indonesia kena demam dan batuk, berarti kena Coronavirus. Kita ini jauh dari lokasi endemik yang terjadi di Wuhan. Jadi, kalau kita tidak pernah bersentuhan dengan orang yang baru datang dari daerah endemik, lalu kena demam dan batuk-batuk, tidak perlu khawatir,” kata Prof. Budu.
Pada kesempatan yang sama, Sudirman juga menjelaskan bahwa fenomena Coronavirus yang terjadi di Wuhan telah membawa perubahan besar dalam cara pandang terhadap isu kesehatan. Penutupan yang terjadi terhadap kota Wuhan memang didasarkan pada pertimbangan medis. Namun, ada keterkaitan ekonomi, politik, dan sosial pada tingkat global.
“Itulah sebabnya, Badan Kesehatan Dunia atau WHO, sangat hati-hati dalam memutuskan status kedaruratan di Wuhan dan China. Ada konsekuensi ekonomi dan politik global di situ. Kasus-kasus wabah seperti inilah yang mendorong pendekatan yang disebut Global Health. Jadi isu kesehatan bukan lagi isu medis semata-mata, namun perlu dikaji secara lintas disiplin,” beber Sudirman.
Selain itu, Ishaq Rahman yang memberi perspektif dari aspek perlindungan warga negara Indonesia (WNI) dan persepsi politik. Pembicaraan di sosial media dan media mainstream terkait isu Coronavirus di Indonesia menempati peringkat teratas di Indonesia. Padahal, belum ada kasus yang positif ditemukan.
“Meskipun secara teknis medis, kasus Coronavirus belum mengkhawatirkan di Indonesia, namun ada dua situasi yang menyebabkan isu ini masif. Pertama, karena ini berkaitan dengan ‘China’, di mana ada sentimen publik yang belum selesai paska pilpres lalu. Kedua, karena di Wuhan terdapat warga negara Indonesia, perlindungan WNI merupakan mandat konstitusi,” kata Ishaq.
Wandi Janwar