Zaman Boleh Berubah Tapi Bahasa Indonesia Tak Boleh Lengser
Di zaman milenial saat ini, tidak hanya teknologi yang berkembang pesat. Namun, teknologi juga mempengaruhi gaya hidup masyarakat, tak terkecuali cara berbahasa. Oleh sebab itu, sering kali ditemui pada masyarakat, khusus remaja menggunakan bahasa asing dan bahasa Indonesia yang digabungkan dalam pergaulan sehari-hari.
Menanggapi permasalahan tersebut, Nasrah Anjani, mahasiswa Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya Unhas menilai, hal tersebut sebagai dampak yang terjadi di masyarakat akibat pesatnya teknologi, seiring masuknya budaya asing di negara kita.
Nasrah, begitu panggilan akrabnya, mengkhawatirkan keadaan masyarakat saat ini. Menurutnya, bahasa asing memang perlu dipelajari tapi tidak menggeser posisi bahasa Indonesia, bahasa nasional di negeri sendiri.
“Kita adalah masyarakat Indonesia namun seperti terjajah dengan bahasa orang lain. Pejuang telah bersusah payah memerdekakan Indonesia dengan mengangkat Bahasa Indonesia,” tegasnya.
Mahasiswa kelahiran Pare-pare ini sendiri merasa dirinya terpapar oleh kuatnya pengaruh perkembangan teknologi dan gaya hidup masyarakat yang dinamis. Hanya saja, Nasrah menyadari, bahasa Indonesia tetaplah harus menjadi bahasa utama di Indonesia. Itu yang menjadi motivasi bagi dirinya untuk mengembalikan kembali kesadaran dan pentingnya berbahasa Indonesia. “Perlu dilakukan penekanan ke sisi psikologis mereka, untuk penyadaran jika Bahasa Indonesia merupakan jati diri mereka,” imbuhnya.
Dengan latar belakang dari jurusan Sastra Inggris membuat mahasiswi ini mencoba untuk mengikuti pemilihan Duta Bahasa Sulawesi Selatan 2018, ditambah dukungan para sahabatnya, Nasrah makin mantap meraih peruntungannya di pemilihan itu. Baginya, menjadi duta bukanlah hal baru. Sebelumnya, ia pernah mengikuti pemilihan Duta Pemuda Sulsel 2017.
Nasrah mengakui, perjalanan menjadi Duta Bahasa yang dilakoninya itu, tidaklah mudah. “Tahapan proses pemilihan Duta Bahasa sangatlah ketat. Kita harus melalui proses seleksi dokumen, Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI), dan presentasi essai yang dilakukan di Balai Bahasa dan Phinisi Point,” ungkapnya.
Dikatakan, pada saat Grand Final pada sesi tanya jawab, Nasrah mengambil tema; Pengutamaan Bahasa Indonesia, Pelestarian Bahasa Daerah, dan Penguasaan Bahasa Asing. Pada sesi ini, masing-masing juri memberikan dua pertanyaan untuk setiap finalis.
“Proses seleksi pemilihan Duta Bahasa ini, sangat ketat dibanding dengan proses duta-duta yang saya ikuti sebelumnya,” paparnya.
Sebagai Duta Bahasa Sulsel 2018 ini, Nasrah menjelaskan tentang program kerja yang akan dilaksanakannya. Misalnya, Berbagi Kebahagiaan Bersama Duta Bahasa (Berbahasa), Laskar Pelita (Peduli dan Cinta Bahasa Indonesia), Mengedukasi seperti mendongeng, dan Memasyarakatkan Bahasa Indonesia.
Dia juga mengkritisi tulisan City of Makassar di Pantai Losari yang merupakan ruang publik dan tertulis dalam bahasa Inggris. “Dalam Undang-undang No. 24 tahun 2009 ditegaskan, Bahasa Indonesia itu wajib diutamakan di ruang publik. Jika ingin digunakan bahasa asing, terlebih dahulu diikuti oleh Bahasa Indonesia,” terangnya.
Selain program kerja tersebut, mahasiswi angkatan 2015 ini menyebutkan akan melakukan petisi guna mengajak masyarakat lebih mengutamakan Bahasa Indonesia. Ia berharap masyarakat dapat memasyarakatkan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar, sesuai porsi dan kondisinya. “Jangan mau dijajah dengan bahasa asing dan banggalah terhadap bahasa Indonesia sebagai identitas kita. Jati diri kita,” bebernya.
Ditanya soal kesibukannya dengan berbagai program, Nasrah mengakui kendala yang dihadapi hanyalah saat mengatur jadwal dengan kesibukan lainnya. Meski begitu, dia berusaha untuk dapat mengatur jadwalnya sebaik mungkin agar seluruh kegiatannya dapat berjalan dengan lancar.
Penulis : Resky Ida Suriadi