Salah satu masalah serius yang sering dihadapi mahasiswa adalah plagiarisme atau penjiplakan karya ilmiah, termasuk skripsi. Plagiat skripsi merujuk pada tindakan menggunakan ide, kata-kata, atau hasil penelitian orang lain dalam skripsi tanpa memberikan pengakuan atau kredit yang semestinya kepada penulis asli.
Untuk mencegah plagiarisme, banyak perguruan tinggi telah menerapkan prosedur yang ketat. Tidak hanya memberi sanksi, penggunaan perangkat lunak pendeteksi plagiarisme hingga pelatihan penulisan akademik pun digalakkan. Mahasiswa juga didorong untuk memahami dan menerapkan cara pengutipan dari referensi yang benar dalam karya ilmiah mereka.
Praktik terlarang itu dapat terjadi dengan berbagai cara. Menyalin seluruh bagian dari karya orang lain tanpa izin adalah praktik umum. Parafrase yang tidak tepat tanpa mencantumkan sumber juga bisa mengundang masalah. Ada juga diketahui mahasiswa membeli skripsi dari jasa penulisan ilegal atau menggunakan skripsi teman dengan sedikit perubahan.
Praktik haram itu tentu menjadi masalah besar di kalangan akademisi. Laporan identitas 2001 menceritakan, seorang mahasiswa Fakultas Hukum bernama Ina (nama samaran) pada saat itu mendatangi perpustakaan pusat Unhas untuk mencari referensi skripsi.
Meski awalnya ditolak oleh petugas bernama Rani untuk menyalin skripsi, Ina kemudian ditawari jasa ilegal untuk mendapatkan salinan skripsi tersebut. “Khusus kamu, saya bisa bantu kok,” bisik Rani kepada Ina sembari menawarkan untuk menggandakan skripsi dengan biaya Rp25.000 per eksemplar.
Transaksi tersebut dilakukan dengan skripsi yang telah digandakan dititipkan pada penjual asongan di depan perpustakaan.
Ingatlah, Peraturan Rektor Unhas No. 492/PT.04 H16/1/1988 telah melarang pemotretan atau penyalinan skripsi. Di samping itu, pidana penjara menanti jika melanggar UU No. 7 tahun 1987 tentang Hak Cipta.
“Jika ada staf yang kedapatan menjual atau mengcopykan skripsi, maka akan dikenakan hukuman minimal teguran, kenaikan pangkat ditunda, dan maksimalnya dipecat,” tegas Syarifuddin Atjtje, Kepala UPT Perpustakaan Unhas kala itu.
Serupa dengan itu, identitas kembali melaporkan adanya jasa pembuatan skripsi dan ditawarkan langsung oleh alumnus salah satu fakultas eksakta di Unhas pada 2002. Jasa tersebut boleh dikata sebagai ‘obat’ bagi mahasiswa yang malas, tapi itu tetaplah masalah.
Wakil Rektor I (Akademik) pada saat itu, Dr H Djabir Hamzah mengatakan bahwa hal tersebut harus ditangani dengan baik untuk menjaga keaslian karya tulis Mahasiswa.
“Namun bagaimanapun skripsi palsu harus diwaspadai. Walaupun sulit untuk mendeteksinya, namun langkah-langkah pencegahan tetap harus dijalankan, mulai dari pengusulan judul, seminar proposal sampai pada ujian akhir yang diawasi oleh dua dosen pembimbing,” jelasnya.
Beberapa jurusan di Unhas ternyata menerapkan metode khusus kepada mahasiswa dalam penyelesaian tugas akhir. Metode khusus yang dimaksud ialah penelitian tugas akhir hanya boleh dilakukan di dalam laboratorium agar keaslian karya dapat terjaga.
“Di jurusan eksakta tidak mudah bagi mahasiswa melakukan plagiat. Kami dari Fakultas Teknik menerapkan metode khusus untuk para mahasiswa yang ingin menyelesaikan tugas akhir,” pungkas Dr Ir Nadjamuddin Harun MS, Wakil Dekan I Fakultas Teknik saat itu.
Dengan cara tersebut dapat dipastikan bahwa kualitas dan keaslian karya tugas akhir mahasiswa terjaga dengan baik. Pembatasan penelitian di laboratorium memungkinkan pengawasan yang lebih ketat terhadap proses penelitian, sehingga kemungkinan plagiarisme atau kecurangan akademik lainnya dapat diminimalkan.
Penerapan metode khusus tersebut dapat menjadi solusi efektif bagi universitas dalam mengatasi berbagai tantangan akademik. Dengan membatasi penelitian tugas akhir di laboratorium, universitas dapat lebih mudah memantau dan mengendalikan kualitas karya mahasiswa. Hal demikian tidak hanya mengurangi risiko plagiarisme, tetapi juga meningkatkan standar penelitian ilmiah.
Jadi, apakah sobat iden menginginkan fleksibilitas dalam menyelesaikan tugas akhir? atau lebih memilih pengawasan ketat untuk menjamin keaslian karya?
Jangan main-main dengan plagiarisme, konsekuensinya sangat serius. Selain melanggar etika akademik, sanksi pun menanti, mulai dari pengurangan nilai hingga tidak diluluskan. Yang terparah, pencabutan gelar akademik yang diperoleh dapat terjadi jika terbukti plagiarisme setelah kelulusan.
Wahyu Alim Syah