Perbincangan mengenai masalah pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) di kalangan mahasiswa kian tak ada habisnya. Belum lama ini, terkuak isu pembayaran UKT yang melibatkan Institut Teknologi Bandung (ITB) yang menyita perhatian publik. Civitas academika ITB secara terang-terangan membenarkan pemberian instruksi untuk menggunakan skema pinjaman online (pinjol) untuk alternatif pembayaran UKT. Hal ini tentu menimbulkan kontra dari mahasiswa karena mempertimbangkan resiko bunga pinjaman yang besar.
Berakar dari masalah tersebut, Menteri Keuangan, Sri Mulyani kemudian buka suara. Menurutnya, walaupun ada bantuan beasiswa seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah dan LPDP, nyatanya banyak mahasiswa yang masih merasa kesulitan membayar UKT. Maka dari itu, pemerintah mengungkap akan mengkaji opsi bantuan lain yaitu menerapkan student loan atau pinjaman pendidikan.
Lalu, apa sebenarnya student loan dan dapatkah diterapkan di Indonesia? Simak wawancara reporter PK identitas Unhas, Nabila Rifqah Awaluddin, bersama Wakil Dekan III bidang Kemitraan, Riset dan Inovasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unhas, Dr Anas Iswanto Anwar SE MA CWM, Selasa (13/02).
Apa sebenarnya student loan itu?
Student loan atau pinjaman pendidikan itu tujuannya untuk membantu mahasiswa dalam hal pendanaan. Untuk kebutuhan mahasiswa, biasanya yang paling sering adalah UKT. Namun tidak hanya sebatas itu, student loan justru sangat dibutuhkan mahasiswa yang sedang menjalani masa akhir studi, misalnya dalam membuat skripsi karena mereka sudah butuh laptop dan biaya-biaya lainnya.
Mengenai konsep, sebenarnya kita sudah lama punya Koperasi Mahasiswa (Kopma). Kopma punya sistem simpan pinjam, jadi menurut saya mahasiswa dapat mengambil dana kredit di sana. Namun yang saya lihat ini tidak berkembang dan kurang sosialisasi sehingga tidak diketahui oleh mahasiswa.
Jika dikelola dengan baik oleh Kopma, itu jauh lebih bagus karena pendapatan dari bunga akhirnya milik koperasi sendiri, sehingga dananya akan kembali ke Kopma. Tentu dalam hal ini kita berbicara di ranah konvensional, yang namanya kredit pasti ada bunganya.
Apakah student loan ini efektif digunakan di Indonesia?
Soal efektif atau tidak, student loan ini sangat dibutuhkan. Hanya saja, kita tidak bisa menganggap ini mudah. Student loan harus benar-benar dianalisa sehingga tepat sasaran dan tentu saja peruntukannya yang utama.
Jangan sampai student loan bukan dipergunakan untuk emergency fund atau membantu dalam mempercepat penyelesaian studi, malah dipakai untuk sesuatu yang tidak berkaitan dengan pendidikan. Karena kita ingin pinjaman ini menjadi produktif, bukan konsumtif.
Di beberapa negara, pembayaran kredit student loan dilakukan setelah mendapat pekerjaan. Jika mekanismenya seperti itu, bagaimana dengan mahasiswa Indonesia yang kesulitan mencari kerja setelah kuliah?
Memang kita bisa saja menetapkan pinjaman yang akan dibayar setelah bekerja. Mekanisme ini tetap menentukan jarak waktu untuk pembayarannya. Jika dana ini berasal dari pemerintah, bunganya akan lebih kecil. Namun, karena pinjaman ini untuk mahasiswa, maka aspek sosialnya harus lebih besar walaupun mungkin aspek bisnisnya tetap ada.
Namun menurut saya ini sulit diterapkan di Indonesia. Saya berani bilang kalau student loan untuk kebutuhan mahasiswa bukan hanya untuk bayar UKT dan biaya studi lainnya. Karena kita tidak mau konsep ini gagal, maka bisa digodok dengan cara lain, yaitu garansi.
Misalnya, ada dosen yang siap memberi garansi karena kebetulan si peminjam adalah anak bimbingan akademiknya yang betul-betul dikenal dan dipercayai. Jika telah sampai tenggat waktunya, dosen tersebutlah yang bertanggung jawab. Mungkin skema seperti itu lebih baik agar programnya tetap bisa jalan.
Langkah apa yang perlu dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk menerapkan student loan?
Yang paling utama, tentu harus ada persyaratan untuk mendapatkan pinjaman ini. Karena ini adalah loan yang berarti memberikan pinjaman kepada orang lain dan yakin orang itu akan mengembalikannya. Tujuannya agar dana dapat berputar dan berjalan terus sehingga semakin banyak orang bisa menikmatinya. Lalu, dibuat regulasi dan aturan mainnya. Misalnya mahasiswa vokasi tentu berbeda dengan mahasiswa sarjana.
Selanjutnya, harus ada yang pengawasan. Jadi regulasinya dirapikan dahulu, jangan sampai ada istilah “orang dalam”. Dikhawatirkan kurang baik karena ada yang dapat pinjaman, ada juga yang tidak. Jadi harus fair, aturannya jelas, dan penyelenggaraannya juga jelas.
Apa harapan Anda terkait perencanaan student loan di Indonesia?
Saya setuju jika program ini diterapkan. Saya pernah bekerja di bidang kemahasiswaan, jadi tahu betul bahwa mahasiswa memang butuh emergency fund.
Terkadang kalian juga masih butuh bayak biaya, terutama bidang eksakta itu banyak peralatan dan bahan yang biayanya pasti besar. Jadi program ini bagus dan pasti akan bisa membantu mahasiswa selama dana ini betul-betul diberikan untuk penyelesaian studi. Jadi kedepannya tidak ada lagi alasan bagi mahasiswa tidak cepat menyelesaikan studi akibat persoalan biaya.
Data Diri Narasumber:
Dr Anas Iswanto Anwar SE MA CWM
Riwayat Pendidikan:
S1 Fakultas Ekonomi Universitas Hasanuddin
S2 Griffith University, Queensland, Australia
S3 Ilmu Ekonomi Universitas Hasanuddin