Sudah tak terhitung jumlah sanksi yang dikeluarkan Unhas kepada mahasiswa yang dianggap telah melakukan pelanggaran. Mulai dari skorsing hingga Drop Out (DO). Kasus-kasus seperti ini tentunya menjadi sesuatu yang esensial bagi perguruan tinggi.
Berdasarkan berita identitas terbitan 2003 tepatnya pada Februari silam, didapati tiga mahasiswa Fakultas Teknik Unhas membawa senjata tajam sehingga polisi pun menjaring mahasiswa tersebut.
Terjaringnya ketiga mahasiswa itu membuat Ketua Senat Fakultas Teknik membentuk tim advokasi, untuk melobi berbagai pihak yang terkait dengan kasus tersebut. Seperti kepolisian, badan hukum, fakultas, serta komisi disiplin (komdis). Pada akhirnya usaha ini pun berhasil yang ditandai dengan diberikan vonis bebas.
Meskipun dapat lolos dari jeratan hukum positif, rupanya belum tentu lepas dari jeratan ancaman drop out (DO). Setelah berhasil lepas dari jeruji besi, tiga mahasiswa FT itu harus terganjal oleh komdis Unhas. Usaha yang dilakukan oleh tim advokasi FT Unhas pupus sudah dengan keluarnya surat keputusan yang menyatakan dua mahasiswa Jurusan Mesin angkatan 97 dan 2001, serta seorang dari Jurusan Sipil angkatan 2001 di DO.
Tindakan yang diambil oleh Unhas itupun didukung oleh pejabat sementara Pembantu Dekan III Fakultas Hukum, Irwansyah SH MH. Ia mengatakan universitas bukan hanya temat mensarjanakan orang.
Menilik perbandingan DO tahun 2002 dan 2003, daftar DO justru mengalami penurunan. Seperti di FT yang sebelumnya tercatat 201 orang dan pada tahun 2003, kini turun menjadi 116 orang. Seiring waktu berjalan, penurunan jumlah DO tersebut diikuti oleh beberapa fakultas, namun tetap Fakultas Teknik menempati urutan pertama.
Persoalan menekan angka DO bukan hanya pada peran mahasiswa, akan tetapi juga peran aktif dari orang tua, dosen, dan pembimbing akademik juga penting. Jika semua unsur tersebut telah berfungsi dengan baik, maka angka DO akan menurun.
Pada masa kepemimpinan Prof Radi A Gany selaku Rektor Unhas periode 1997-2006, terdapat catatan skorsing yang dijatuhkan ke mahasiswa. Memasuki April 2005, salah satu mahasiswa Ilmu Kelautan Unhas angkatan 1999 dijatuhi skorsing dua semester. Mahasiswa Ilmu Kelautan tersebut memalsukan tanda tangan panitia seminar, Ir Arifin MSi di kartu seminar proposal dan kartu seminar hasil.
Kemudian pada 2005 tercatat fungsionaris lembaga mahasiswa ramai-ramai dijatuhi skorsing sebab dinilai bermasalh di pelaksanaan pra ospek. Tercatat sepuluh mahasiswa Fakultas Peternakan di skorsing akibat mengeluarkan kata-kata yang tidak etis dan membangkang hasil keputusan pimpinan fakultas.
Tak sampai disitu, Awal Oktober 2006 sejumlah mahasiswa FISIP dikenakan skorsing sebanyak delapan mahasiswa melalui SK Dekan FISIP No 1699/J04.10/PP.04/2006, karena mengadakan pengkaderan di luar jadwal yang telah ditentukan oleh birokrat. Jelang sebulan kemudian, 25 mahasiswa yang terlibat dalam kepanitiaan masa inisiasi mahasiswa baru juga ikut diskorsing. Sebanyak 12 mahasiswa diskorsing selama dua semester, 7 orang diskorsing satu semester, dan 6 orang lainnya mendapat teguran keras dari pihak Fakultas.
Upaya yang dilakukan oleh pihak fakultas untuk meminimalisasi terjadinya kasus yang sama ialah dengan lebih mempertegas sanksi kepada tersangka. Pengenalan dunia kampus dilakukan oleh pihak fakultas terhadap mahasiswa baru serta memberikan sosialisasi masalah akademik dan kelembagaan kepada mahasiswa.
Beberapa tahun kemudian tepatnya pada 2018 lalu, dua mahasiswa Hubungan Internasional (HI) tiba-tiba dianggap bersalah dengan penjatuhan sanksi skorsing 2 semester oleh Komisi Disiplin (Komdis). Mahasiswa tersebut tertangkap oleh satpam kampus sedang menempel poster berisi kritikan pada 18 Januari.
Empat hari setelah kejadian, kedua mahasiswa tersebut dijatuhi sanksi skorsing dua semester atas tuduhan pelanggaran terhadap Keputusan Rektor Unhas nomor: 1595/UN4/02.10/2013 tentang Tata Tertib Kehidupan Kampus pasal 7 ayat (2), ayat (4), dan ayat (8). Namun, pemberian sanksi skorsing dua semester itu dinilai tidak sesuai prosedur oleh mahasiswa dan dosen.
Menurut Dr Aminuddin Syam SKM MKes seharusnya diberikan surat peringatan sebelum penjatuhan sanksi.
“Perlu ada surat peringatan terlebih dahulu, jangan langsung skorsing. Sama halnya dengan dosis obat, dosis rendah dulu, baru yang berat. Skorsing ini sudah termasuk dosis obat yang tinggi,” ujar Aminuddin.
Dalam peraturan tata tertib kehidupan kampus bab VI tentang klarifikasi pelanggaran, hanya kasus tindak pidana di pasal 9 yang menyebutkan pemberian sanksi tanpa melalui pemeriksaan terlebih dahulu. Sedangkan, pasal 7 ayat 2 merupakan pelanggaran aktivitas di malam hari tanpa izin dan ayat 4 berisi tentang pemasangan iklan, spanduk, baliho atau semacamnya. Kemudian tuduhan mencoret kampus sebagaimana tercantum pada ayat 8 tidak diakui kedua mahasiswa HI itu.
Lantas melihat rentetan sanksi yang diberikan oleh pihak kampus baik itu DO maupun skorsing, tentunya untuk membuat jerah dan mencegah terjadinya kesalahan yang dapat berakibat fatal. Tetapi sejumlah sanksi yang diberikan tentu tak semua dapat diterima oleh mahasiswa. Baik karena porsinya yang tidak sesuai ataupun karena penjatuhan sanksi yang bertujuan untuk memberatkan mahasiswa.
Fathria