Sebagai bagian dari civitas akademika, mahasiswa tidak hanya dituntut memiliki intelektual secara akademis namun juga pemikiran dan wawasan luas agar bisa menjawab permasalahan yang terjadi di setiap bagian negeri ini. Menghadapi berbagai tantangan dan dinamika yang terjadi saat ini, dibutuhkan sosok mahasiswa berkarakter dinamis dalam mewujudkan agent of change dan social control.
Mahasiswa sebagai social control diharapkan memiliki sikap kritis dengan berbagai perubahan yang ada untuk kepentingan dirinya dan masyarakat. Berpikir kritis pada dasarnya tidak harus dituangkan dalam dalam tulisan, namun juga bisa aksi nyata di lapangan.
Berangkat dari tantangan dan tuntutan tersebut, Prof Ozowa dari Ehime University membentuk sebuah komunitas yang menghubungkan masing-masing tiga universitas di Jepang dan Indonesia bernama SUIJI (Six University Indonesia Japan Initiativ).
SUIJI merupakan konsorsium antara tiga perguruan tinggi di Jepang (Ehime University, Kagawa University, dan Kochi University) dan tiga perguruan tinggi di Indonesia (Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Hasanudin (Unhas).
Komunitas yang dibentuk sejak 2010 silam ini berfokus pada kegiatan pembinaan kerja sama dan pelatihan kepemimpinan bagi mahasiswa bidang agrokompleks. Koordinator SUIJI Unhas, Prof Dorothea Agnes Rampisela mengatakan, mahasiswa yang disasar hanya mereka yang berasal dari bidang agrokompleks mengingat masih rendahnya kualitas SDM.
“Makanya kita ingin memperlihatkan bahwa agrokompleks itu masih punya banyak kesempatan baru. Karena yang di sana (Jepang) juga yang terima dosen pertanian, mahasiswanya juga pertanian, meski ada beberapa dari jurusan pembangunan desa,” tuturnya, Kamis (15/6).
Salah satu program menarik dari SUIJI yakni Service Learning Program. Dalam kegiatan ini, mahasiswa dari tiga perguruan tinggi negeri Indonesia (UGM, IPB, Unhas) melakukan pengabdian masyarakat di Jepang bersama mahasiswa Ehime, Kochi, dan Kagawa. Selama periode program, mereka membangun jejaring dan membantu memecahkan permasalahan pertanian yang ada pada tujuh desa di Jepang.
“Jadi mahasiswa di sana kami suruh mengidentifikasi masalah yang ada di sana, kemudian mereka harus membuat kerangka masalah dan memecahkan dalam bentuk kegiatan,” ungkap Agnes.
Tak hanya itu, mahasiswa Jepang juga berkunjung ke Indonesia dalam rangka memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat. Dengan adanya kegiatan ini, mahasiswa diharapkan mampu menjadi pemecah masalah yang baik sekaligus mempelajari agroindustri di masing-masing negara.
Tidak banyak syarat yang harus dipenuhi untuk mendaftarkan diri pada komunitas ini. Bagi anda mahasiswa bidang agrokompleks cukup membekali diri dengan kemampuan Bahasa Inggris. Adapun kemampuan kerja sama, kemandirian, toleransi agama, kebangsaan, dan etnik jadi nilai tambahan.
Dari SUIJI ini, Agnes berharap pendanaan program kegiatan tidak hanya bergantung pada Jepang namun bisa lebih mandiri. “Saya berencana akan melaksanakan yang namanya Suiji plus, jadi peserta yang ikut itu tidak kita batasi karena sayang juga kan kalau masih ada mahasiswa yang mau ikut belajar tapi terbatas dana,” tutupnya
Miftahul Janna