Bukti peduli lingkungan, Fakultas Kehutanan Unhas mulai menerapkan gaya hidup zero waste.
Mahasiswi itu mengeluarkan sesuatu dari tas ransel miliknya. Ternyata, tumbler, yang kemudian mengarah ke dispenser yang selalu tersedia di ruangan itu. Tangan kanannya menekan tombol untuk air dingin. Begitu tumbler penuh terisi air, dia pun mematikan tombol dispenser, dan segera berlalu.
Begitulah pemandangan yang setiap saat kita jumpai di salah satu ruangan di Fakultas Kehutanan Unhas. Tersedianya dispenser ini, membuat para mahasiswa –umumnya para gadis–, membawa tumbler guna mendapatkan air sesuai yang diinginkan, dingin, panas, atau yang biasa saja.
Salah seorang mahasiswi angkatan 2016, Putri Saridayana Thamrin mengakui, sangat terbantu dengan tersedianya dispenser di fakultasnya itu. “Jadi, kita tidak sempat lagi memasak air di rumah atau tempat kost, maka tinggal membawa tumbler dan mengisinya di sini, dingin atau panas, yah terpenuhi kebutuhan,” jelasnya, saat ditemui setelah mengambil air di dispenser.
Menurutnya, fakultasnya itu sudah hampir setahun telah menyediakan fasilitas seperti ini. “Saya setuju dengan penggunaan tumbler. Ini sekaligus mengurangi penggunaan botol plastik, yang saat ini disadari menjadi momok utama mengatasi sampah,” ujarnya.
Diakui Putri, dengan adanya dispenser ini, ia dapat berhemat dan bisa menjaga lingkungan. Makanya, Putri juga mengajak temannya yang lain untuk menggunakan fasilitas ini, agar lebih banyak lagi yang menggunakan tumbler.
“Dengan banyaknya yang menggunakan tumbler, orang-orang di luar sadar pentingnya mengurangi sampah plastik, karena ke depannya dampaknya ke kita ji,” imbuh Putri.
Rupanya, apa yang dilakukan Putri itu, saat ini sudah menjadi tradisi –kalau tidak menyebut sebagai budaya–, di Unhas. Bahkan di kegiatan semisal seminar atau kuliah umum, juga menjadi arena pembagian tumbler. Seperti dialami Muhammad Rosadi, mahasiswa angkatan 2019.
“Baru-baru ini kami melakukan kegiatan seminar. Selesai acara, seluruh peserta dibagikan tumbler,” ungkap Rosadi, sembari menyebut kalau di fakultasnya konsen pada hutan adat dan hutan lindung. “Kegiatan seperti ini sangat bagus, mengingat bahan dari tumbler terbuat dari besi yang sangat muda diolah apabila rusak,” tambahnya.
Sementara itu, Ketua Penggagas Gerakan Penggunaan Tumbler, Muhammad Farhan menegaskan, Senat Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) berupaya menjadikan fakultasnya sebagai tempat percontohan dalam pengelolaan sampah plastik, maka tidak mengherankan muncul: “Gerakan FIKP UH sebagai Percontohan Mengurangi Sampah Plastik di Kampus”.
“Fakultas yang berbasis lingkungan hidup seharusnya memberikan contoh. Dengan perlahan-lahan menyediakan tong sampah di beberapa titik. Membawa tumbler ke kampus, menyediakan air mineral di beberapa titik, bekerja sama dengan bank sampah dan memasang slogan ajakan mengurangi penggunaan plastik,” imbuh Farhan.
Hal ini senada dengan kebijakan Kementerian Riset, Teknologi, Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Republik Indonesia. Lembaga ini ikut berupaya mengurangi penggunaan sampah plastik dengan melakukan aksi preventif, seperti mengeluarkan imbauan nomor 1/M/INS/2019 tentang larangan penggunaan plastik sekali pakai dan/atau kantong plastik di lingkungan kementerian riset, teknologi, dan pendidikan tinggi.
Imbauan tersebut, antara lain; larangan menggunakan kemasan plastik di kantin, mengurangi penggunaan spanduk dan sejenisnya, serta mencegah pihak luar membawa kemasan plastik yang dilakukan oleh seluruh pimpinan dan satuan kerja di Kemenristekdikti.
Selain mahasiswa, pegawai pun ikut andil dalam pengurangan botol plastik. Amina yang bertugas sebagai laboran di Laboratorium Bioteknologi menyampaikan penggunaan tumbler di Fakultas Kehutanan berawal dari fakultas membagikan tumbler ke semua pegawai.
Walau masih berupa imbauan, dia sangat mendukung langkah yang dilakukan fakultanya, dengan membawa tumbler tiap hari atau menyimpannya di laboratorium.
Namun, Amina tidak terpaku dalam menggunakan tumbler saja. Ia pun sering membawa bekal dari rumah. “Saya sendiri sering membawa bekal dengan wadah dari rumah, supaya tidak pakai pembungkus nasi lagi,” katanya.
Dekan Fakultas Kehutanan, Prof Yusran Yusuf MSi menyampaikan salah satu fokus kebijakan di lingkungan fakultas yakni penggunaan tumbler, di mana hampir setahun telah berlangsung. Langkah yang dilakukan yakni membagikan tumbler ke mahasiswa, pegawai dan dosen. “Tidak semua kita belikan untuk mahasiswa, kalau pegawai dan dosen kita belikan semua, 28 pegawai, 56 dosen,” terangnya.
Selain itu, lanjut Yusran, kebijakan ini merupakan prinsip menyejahterakan mahasiswa, di mana mahasiswa dapat berhemat karena telah disediakan tempat menggambil air minum. “Dengan menyediakan tempat air minum atau dispenser, dan sebagian mahasiswa telah menggunakan tumber, tentunya dapat mendorong orang yang tidak mempunyai tumbler untuk membeli,” ungkapnya.
Selaku Dekan Fakultas Kehutanan, Yusran mengakui, penggurangan sampah plastik khususnya botol plastik di fakultas yang terbentuk pada tahun 2007 ini merupakan wujud kesadaran internal. Ditambah dengan adanya regulasi dari Rektorat mengenai pemisahan sampah.
“Walau masih di hulu oleh karena masih ada penggunaan, kita kini ingin lebih awal mengurangi sehingga kita mengampanyekan dengan beberapa lembaga seperti Kementerian Kehutanan,” beber Yusran.
Maka dari itu, lanjutnya, adanya sosialisasi mengenai sampah plastik yang bekerja sama dengan Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, merupakan bagian dari sponsor untuk membagikan tumbler kepada sivitas akademika Fakultas Kehutanan.
Lebih lanjut Yusran mengatakan, meski masih terkendala pada masalah teknis seperti adanya seminar dan tamu yang berkunjung, secara otomatis penggunaan makanan dan minuman dari luar yang menggunakan plastik mau tidak mau harus dipakai.
“Meski belum 100 persen, misalnya dalam jumlah tamu yang banyak, kita masih beli nasi kotak sehingga air mineral gelas atau botolnya ikut. Tapi secara struktural kita sudah lakukan,” sebut Yusran dengan semangat.
Yusran sendiri menyadari, walau tidak ada aturan harus menggunakan tumbler, tapi ada proses imbauan dan kemudian diberikan contoh. Apalagi sudah ada sosialisasi bahaya sampah plastik.
“Selain imbauan, yang lebih penting memang harus ada regulasi yang mengikat di kampus. Harus ada aturan atau kebijakan yang memang nyata-nyata memberikan larangan penggunan plastik, terutama pada acara-acara yang melibatkan orang banyak, yang menggunakan plastik,” saran Yusran.
Tim Laput