Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok. kemudian diwariskan dari generasi ke generasi. Kebiasaan ini terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama, hukum, dan politik.
Sama halnya yang terdapat di masyarakat Bugis Bone, di Kecamatan Barebbbo, Desa Laliddong. Masyarakat tersebut masih memegang teguh eksistensi “Lontarak Latoa” dengan konsep Pangedereng sebagai salah satu sumber hukumnya.
Berangkat dari hal tersebut, tiga mahasiswi Fakultas Hukum, yakni Jelita Septiani Aprisal (2017), Nur Azirah (2017), dan Juwita Septiana Aprisal (2018), meneliti lebih lanjut mengenai eksistensi sumber hukum yang terdapat di masyarakat Bugis Bone ini.
Penelitian yang dilaksanakan sejak 29 April 2019 ini, bertujuan untuk mengetahui eksistensi Lontarak Latoa dengan konsep Pangedereng, sebagai salah satu sumber hukum di masyarakat Bone. Selain itu, juga bertujuan untuk mengetahui upaya yang dilakukan dalam mempertahankan Lontarak Latoa tersebut.
Juwita Aprisal mengatakan, sumber informasi hukum Lontarak Latoa ini perlu diperhatikan agar ke depannya tetap dapat diturunkan, terutama dalam perkembangan zaman yang lebih maju.
“Apabila ide itu tiba dan diketahui oleh generasi berikutnya, tentu akan mencapai kehidupan masyarakat yang memiliki ketaatan hukum, nilai, dan moral dengan kualitas baik,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menambahkan, Lontara Latoa sendiri memiliki arti penting dalam kehidupan bermasyarakat.
“Saat penelitian tersebut pandangan dari tokoh-tokoh masyarakat sendiri menggambarkan, Lontarak Latoa dengan konsep Pangedereng yakni adek, bicara, wari, rapang, sarak memiliki arti penting dalam kehidupan bermasyarakat,” tambahnya.
Tak hanya itu, Kepala Desa Laliddong, Muh Rusli turut berkomentar, ia mengatakan Lontarak Latoa dengan konsep Pangedereng itu masih tetap ada pada masyarakat.
“Di dalam kehidupan sehari-hari, tingkah laku masyarakat itu bersandar pada nilai-nilai Pangadereng, sehingga masyarakat hidup rukun, teratur, dan aman. Bukan hanya itu, adanya situs peninggalan dari Kajaolaliddong, sang cendekiawan Bone tetap dijaga keberadaannya hingga sekarang,” jelasnya.
Muh. Arwinsyah