Satu-satunya Guru Besar Ilmu Sejarah di Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Dr A Rasyid Asba MA menghembuskan nafas terakhirnya pada 2019 lalu. Guru Besar Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unhas ini merupakan sosok yang sangat bersahabat dengan orang lain, aktif di berbagai kegiatan sosial, sering memberikan petuah-petuah kepada kerabat dekat maupun mahasiswanya. Hal tersebut disampaikan oleh sahabat karibnya, salah satu Dosen Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unhas, Dr Jayadi Nas SSos MSi.
Dalam ingatan Jayadi Nas, Rasyid adalah dosen yang memiliki tingkat kepedulian sangat tinggi, sosok yang gigih, taat beragama, dan sering memberi nasihat. Rasyid bukan sekadar pengajar namun juga seorang pendidik, ia memahami berbagai kesulitan mahasiswanya dan sering membantu mencarikan solusi.
Rasyid sebagai satu-satunya Guru Besar Ilmu Sejarah di Unhas tidak pernah berhenti mencari literatur-literatur terkini terkait bidang ilmu yang digelutinya. “Bagi beliau, Ilmu Sejarah itu merupakan ilmu yang mengawali dari segalanya,” ujar Mantan Ketua KPU Sulsel saat diwawancara melalui telepon, Jumat (19/5).
Rasyid tercatat sebagai Ketua Asosiasi Arsiparis Indonesia (AAI) Sulawesi Selatan (Sulsel) periode 2018-2021 dan dilantik 9 Agustus 2018 oleh Dr H Andi Kasman SE MM di Ruang Rapat Pimpinan Kantor Gubernur Sulsel.
Rasyid termasuk sejarawan yang aktif menulis dan sering diundang sebagai pembicara dalam berbagai forum. Terkenang sebagai pribadi yang unik, sosok yang sangat bersahabat dan loyal terhadap kerabatnya, dan sering memberikan nasihat-nasihat yang sangat berarti. Salah satu nasihat yang sampai saat ini masih terus tertanam dalam ingatan Jayadi adalah “Selalu ikhlas dan tulus dalam bersahabat. Hidup ini penuh dengan perjuangan. Jangan pernah berhenti dalam menggapai sesuatu. Menjadi sosok yang pintar itu tidak cukup, kita juga perlu semangat yang tinggi dalam menggapai harapan dan impian.”
Selain terkenal sebagai akademisi, Rasyid juga seorang agamis. Ia sering melaksanakan salat berjamaah di Masjid dan sering membantu satu sama lain. Tak hanya membantu kerabat dekatnya saja, mahasiswa pun dibantunya dalam proses pengajarannya di kampus.
Saat Rasyid akhirnya tutup usia, Jayadi menjadi salah satu orang paling merasakan kehilangan yang mendalam. Pasalnya dirinya sudah saling kenal dekat satu sama lain. Keseharian Jayadi dan Rasyid tak hanya dalam lingkup kampus, keduanya sering melakukan aktivitas bersama di luar kampus, seperti meneliti, mengajar bersama di sejumlah perguruan tinggi, melaksanakan aktivitas sosial, dan memiliki hobi yang sama yakni olahraga bulu tangkis.
Jayadi menceritakan, sebelum menemui ajalnya, Rasyid sempat terjatuh saat bermain bulu tangkis bersama. Hingga ia dilarikan ke RS Hermina Toddopuli Timur, tak jauh dari tempat bermain bulu tangkis. Namun sayang, nyawanya tidak tertolong. Jayadi mengatakan, malam hari sebelum Rasyid meninggal, ia tidak memiliki tidur yang cukup. Malam harinya, ia sempat menghadiri rapat di Masjid komplek perumahan tempat tinggalnya dan keesokan harinya sebelum beranjak pergi bermain bulu tangkis, Rasyid juga sempat berkunjung ke rumah kerabatnya dan menikmati secangkir kopi kemudian beranjak pergi berolahraga. Rasyid diduga meninggal akibat terkena serangan jantung saat bermain bulu tangkis.
Kehilangan Rasyid membuat Unhas tidak lagi memiliki guru besar Ilmu Sejarah. Pasalnya, ia satu-satunya dosen yang memangku jabatan maha guru di antara 12 dosen lainnya yang ada di Departemen Ilmu Sejarah FIB Unhas saat ini.
Rasyid Asba yang saat itu menjabat Wakil Dekan II FIB Unhas, meninggalkan seorang istri dan tiga orang anak. Pria kelahiran Sinjai, 31 Desember 1966 ini, dimakamkan di Sinjai, Ahad, 6 Oktober 2019.
Fathria Azzahra Affandy