Di tengah gempuran transportasi online dan kendaraan pribadi, pete-pete (angkutan umum) masih setia berlalu-lalang di jalanan Kota Makassar. Warnanya beragam, rutenya pun berbeda-beda, serta ditandai oleh kode angka tertentu yang ditempel di kaca depan.
Biayanya murah, biasanya kisaran sembilan ribu rupiah. Penumpang bebas naik lalu turun di mana saja, asal sopir diingatkan dengan kata “Kiri, Daeng”. Hubungan antara sopir dan penumpang seringkali akrab, seolah sudah seperti langganan tetap.



Setiap hari, mereka mengejar penumpang, menyusuri lorong-lorong kota, demi tujuan menyelesaikan setoran. Antara 80 hingga 90 ribu rupiah harus mereka bawa ke juragan. Sisa dari uang itu kemudian menjadi miliknya, sekaligus menutupi ongkos bensin selama mengangkut penumpang.


Perjuangan sopir pete-pete tak hanya tampak di setiap sudut Kota Makassar. Lorong-lorong kampus di bawah rindangnya pepohonan Universitas Hasanuddin turut menjadi saksi bisu, meski kini banyak mahasiswa lebih memilih naik ojek online.
Foto dan Naskah: Ismail Basri
