Sulawesi Selatan (Sulsel) termasuk dalam kawasan Wallacea yang memiliki keanekaragaman flora dan fauna. Kondisi geografis yang beragam membuat fauna di kawasan ini juga kian unik. Keunikan tersebut dapat dilihat dari munculnya habitat berbagai jenis burung.
Kabupaten Barru dengan garis pantainya yang panjang saat ini telah menjadi wilayah konservasi. Sayangnya, wilayah ini belum mendapat perhatian lebih. Wilayah konservasi di kabupaten ini terbentuk akibat adanya alih fungsi atau konversi lahan. Konversi lahan ini kemudian memunculkan beragam habitat bagi hewan, seperti burung dari berbagai spesies.
Salah satu lokasi di Barru yang telah mengalami konversi dan banyak dikunjungi oleh spesies burung ialah Tambak Universitas Hasanuddin. Keberagaman spesies burung di wilayah itu mendorong seorang Dosen Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Unhas, Dody Priosambodo SSi MSi bersama timnya melakukan penelitian dengan judul “Species Composition of Birds in Converted Coastal Area of Barru Regency, South Sulawesi, Indonesia”.
Melalui penelitian itu, Dody mengidentifikasi komposisi, jumlah spesies, pemanfaatan habitat, dan status konservasi burung di Tambak Unhas. Hal ini penting karena sebagian besar wilayah pesisir telah mengalami transformasi. Sebagian besar vegetasi telah ditebang untuk dijadikan kayu, arang dan diubah menjadi tambak, pemukiman, sawah dan lahan budidaya. Penelitian yang dilakukan di kawasan Tambak Unhas ini dilakukan untuk melihat pengaruh akibat dari alih fungsi lahan yang menyebabkan berubahnya habitat spesies burung.
Dody mengungkap, terjadi perubahan komposisi spesies akibat berubahnya habitat, dari yang sebelumnya hutan mangrove menjadi lahan tambak terbuka. Namun, ia mengatakan perubahan lahan yang mengakibatkan berubahnya habitat tidak sepenuhnya berdampak negatif.
“Jenis-jenis burung yang ada di lokasi tambak Unhas sekarang itu berbeda dengan ketika lahan tersebut masih mangrove. Kalau dibandingkan, spesies burung dengan habitat sekarang lebih banyak dibandingkan dengan lahan mangrove saja,” ucapnya, Selasa (05/03).
Perubahan kawasan mangrove menjadi kawasan tambak terbuka mengakibatkan komposisi spesies burung pada habitat mangrove telah jarang ditemukan. Spesies burung di lahan tambak menggantikan spesies burung mangrove. “Ketika dikonversi menjadi tambak, spesies burungnya lebih banyak karena habitatnya lebih bervariasi,” tutur Dody.
Habitat yang lebih bervariasi menghasilkan berbagai jenis makanan, khususnya di Tambak Unhas. Keberadaan empang menarik spesies burung karnivora, rerumputan yang mengundang spesies burung pemakan biji-bijian, dan tambak sebagai lahan terbuka menarik spesies burung pemakan serangga. Hasilnya, enam kelompok pemakan fungsional terdiri dari karnivora, frugivora, granivora, insektivora, nektarivora dan omnivora ditemukan selama observasi.
“Jadi keberadaan spesies burung itu tergantung jenis makanan yang ada di habitatnya,” katanya.
Penelitian yang dilakukan pada Agustus sampai September 2020 ini menggunakan metode daftar MacKinnon untuk mencatat spesies burung yang diamati. Metode ini cukup efisien untuk menilai secara cepat peringkat keanekaragaman hayati dan jumlah spesies di suatu wilayah.
Dari penelitian itu, ditemukan sebanyak 37 spesies burung dari 25 famili yang terdiri dari 29 jenis burung menetap, 4 jenis burung migran, 3 jenis introduksi, dan 1 jenis burung endemik. Pada kawasan Tambak Unhas tersebut terdapat burung Layang-Layang Batu (Pacific Swallow), walet pasifik, Burung-gereja Erasia (Tree Sparrow), Punai Gading (Pink-necked Green Pigeon), burung Kacamata Laut (Lemon-bellied White-eye), dan Kirik-Kirik Australia (Rainbow Bee-eater), yang merupakan spesies yang paling melimpah.
Beberapa burung termasuk dalam spesies langka seperti Elang Bondol (While Brahminy Kite), Cangak Laut (Great-billed Heron), Itik Benjut (Sunda Teal), burung Madu Belukar (Ruby-cheeked Sunbird), dan burung Mandar-padi Sintar (Slaty-breasted Rail). Burung-burung tersebut hanya tercatat satu kali selama pengamatan. Selain itu, Caladi Sulawesi (Sulawesi Pygmy Woodpecker) menjadi satu-satunya burung endemik yang tercatat di lokasi selama penelitian. Dari pengamatan itu, disimpulkan bahwa sebagian besar burung yang berada di lokasi tersebut tergolong karnivora.
Sayangnya, Dosen Biologi itu menyebut kerap terjadi perburuan terhadap burung-burung di lokasi tersebut. “Burung itu kalau misalnya manusia jarang ganggu, dia gampang didekati. Tetapi setelah kamu berkunjung, dan burung itu menyadari kehadiran kita, dia langsung kabur. Jadi kita berasumsi burung di sini selalu diburu. Kami menanyakan warga setempat dan memang betul, mereka biasanya ditembak menggunakan senapan angin,” jelas Dody.
Dengan demikian, dari penelitian ini ia menyarankan untuk dilakukannya upaya konservasi dan membuat regulasi terkait, mengingat spesies burung di tambak Unhas yang banyak dan beragam. Pembuatan regulasi ini juga dianggap penting lantaran beberapa dari jenis burung di lokasi tersebut termasuk dalam daftar hewan yang dilindungi. Tak hanya itu, Dody menyarankan agar lokasi tersebut dijadikan sebagai objek wisata.
“Kita berharap kehidupan burung-burung di sana tetap lestari dan hidup berdampingan bersama manusia, tidak diganggu ataupun ditembak, minimal seperti itu,” pungkasnya.
Miftah Triya Hasanah