“Banyak organisasi, bahkan organisasi nasional dan ekstra kampus, mengalami penurunan dalam hal literasi,” tutur Rahmat.
Di tengah keprihatinan akan rendahnya minat baca masyarakat Indonesia, sebuah komunitas di Makassar hadir dengan semangat untuk mengubah paradigma berpikir. Gondrong Literasi, yang berdiri sejak November 2023, menjadi wadah bagi para pecinta literasi untuk berkumpul, berdiskusi, dan mengembangkan potensi diri.
Salah satu pendiri Gondrong Literasi, Rahmat Burhan, menceritakan bahwa komunitas ini lahir dari keprihatinan akan menurunnya budaya literasi, terutama pasca pandemi Covid-19. Kehadiran Gondrong Literasi menjadi semakin penting mengingat kondisi literasi di Indonesia secara umum.
“Bahkan secara nasional, masyarakat Indonesia itu dalam konteks literasi itu sangat rendah. Dalam konteks membaca itu sangat rendah,” jelas Rahmat.
Hal ini sejalan dengan data dari Indeks Alibaca Provinsi yang menunjukkan bahwa sebagian besar provinsi di Indonesia berada pada level aktivitas literasi rendah. Tidak ada satu pun provinsi yang termasuk dalam level aktivitas literasi tinggi.
Berawal dari inisiatif Rian Saputra, yang juga merupakan pendiri sekaligus Ketua Umum Pertama Gondrong Literasi, komunitas ini awalnya hanya sebatas tempat berkumpul. Seiring berjalannya waktu, Gondrong Literasi berkembang menjadi wadah pengembangan potensi dan diskusi isu-isu terkini.
Gondrong Literasi juga hadir sebagai bukti bahwa minat baca dan pengembangan diri dapat dikemas dalam bentuk yang menarik dan inklusif. Dengan semangat untuk membuka cakrawala berpikir, komunitas ini berharap dapat terus berkontribusi dalam meningkatkan budaya literasi di Makassar dan sekitarnya.
Meski namanya mengandung kata “gondrong”, komunitas ini terbuka untuk semua kalangan. Syarat utama untuk bergabung adalah keinginan untuk belajar, berproses, dan berkembang bersama.
“Bahkan gondrong dan tidak gondrong pun bisa gabung. Bahkan kemarin itu ada beberapa mahasiswi yang bergabung,” ujar Rahmat.
Diskusi buku menjadi agenda rutin komunitas ini. Para anggota berkumpul untuk membahas dan menganalisis berbagai karya literatur. Salah satu kegiatan yang telah dilaksanakan adalah Dialog “Kopi, Buku, dan Cinta”. Acara ini menggabungkan diskusi tentang buku dengan tema cinta dalam suasana santai.
Gondrong Literasi juga mengadakan Ekspedisi Pelosok Negeri. Kegiatan ini membawa anggota komunitas untuk menjelajahi daerah-daerah terpencil, menyebarkan semangat literasi ke berbagai wilayah Indonesia.
Kegiatan ini merupakan bentuk pembuktian Komunitas Gondrong Literasi. Mereka ingin melihat langsung kondisi masyarakat di lapangan, untuk memastikan tingkat pendidikan, literasi, dan minat belajar yang ada.
“Oleh karena itu, kami mengadakan Ekspedisi Pelosok Negeri untuk mengetahui kondisi sosiologi masyarakat sekaligus memperluas jangkauan kami. Kami ingin menunjukkan bahwa Gondrong Literasi bukan hanya untuk mahasiswa yang gondrong, tetapi terbuka untuk semua mahasiswa dan pemuda yang ingin bergabung. Saya rasa ini adalah langkah positif untuk membuka cakrawala berpikir yang lebih luas,” ungkapnya.
Melalui rangkaian kegiatan ini, Gondrong Literasi terus berupaya mewujudkan tujuannya dalam meningkatkan minat baca dan mengembangkan potensi anggotanya. Mereka selalu menanamkan bahwa yang ikut belajar bersama Gondrong Literasi mampu mengaktualisasikan hal-hal yang sudah dipelajari.
Komunitas Gondrong Literasi tidak berjalan sendiri. Mereka aktif berkolaborasi dengan berbagai komunitas dan organisasi lain. Salah satu kolaborasinya adalah berpartisipasi dalam Aksi Muda Jaga Iklim yang disponsori oleh BMKG dan Walhi.
Untuk memastikan keberlangsungan komunitas, Gondrong Literasi telah melaksanakan kaderisasi angkatan pertama. Program ini bertujuan untuk mempersiapkan generasi penerus yang akan melanjutkan misi komunitas.
Seperti halnya organisasi lain, Gondrong Literasi juga menghadapi tantangan, terutama dalam hal komunikasi dan koordinasi antar anggota. Namun, Rahmat menegaskan bahwa kendala tersebut tidak menghambat kegiatan yang ingin dilakukan.
Meski terhitung baru, komunitas ini telah memberikan dampak positif bagi komunitas literasi di Makassar. Kegiatan-kegiatan yang diadakan telah menarik minat banyak mahasiswa dan pemuda untuk bergabung dan aktif dalam diskusi literasi.
“Banyak teman-teman yang di luar Sulawesi ingin bergabung ketika melihat setiap agenda yang di-publish di Instagram,” ungkap Rahmat.
Ke depannya, Gondrong Literasi berencana untuk terus mengembangkan strukturnya dan memperluas jangkauan kegiatannya. Gondrong Literasi juga berharap dapat membentuk struktur organisasi yang lebih formal, dengan pembagian tugas yang jelas untuk setiap bidang seperti seni, pengembangan keilmuan, dan lingkungan.
Wahyu Alim Syah