Judul Buku: Sebab Kita Semua Gila Seks
Penulis: Ester Pandiangan
Penerbit: Buku Mojok, 2022
Dimensi: 13 x 19 cm
Sampul: Soft Cover
Tebal: 216 halaman
Apa yang kamu pikirkan saat seseorang berbicara mengenai seks?
Bicara tentang seks masih menjadi hal yang sensitif dan tabu di tengah masyarakat Indonesia hingga kini. Apalagi jika membicarakan topik tersebut dengan kalangan anak-anak atau remaja.
Tabunya pembicaraan tentang seks berakar dari larangan melakukan hubungan seks sehingga membuat anak mencari informasi untuk memuaskan keingintahuannya, entah dari teman ataupun internet yang justru akan menimbulkan misinformasi.
Alasan itulah yang melatarbelakangi Ester Pandiangan untuk menulis buku Sebab Kita Semua Gila Seks. Buku ini menolak stereotip bahwa topik seks hanya seputar aktivitas seksual saja. Cakupan pembicaraan perihal seks sangat luas, terdiri dari cara kerja organ reproduksi dan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh ketika memasuki masa pubertas, hingga kiat melakukan hubungan seks dengan aman.
Sayangnya, belum banyak orang tua yang bisa memberikan pendidikan seks dengan benar kepada anak-anaknya. Buku ini mengungkapkan realita yang terjadi ketika anak mencapai masa pubertas, kebanyakan orang tua cenderung panik dan menutupi informasi mengenai seks.
Secara umum, orang tua hanya mewanti-wanti anak perempuannya agar menolak untuk disentuh oleh lawan jenis dan melarang untuk melakukan hubungan seksual. Itu pun hanya supaya anaknya tidak hamil atau menghamili anak orang lain yang dapat menjadi aib bagi keluarga.
Oleh karena itu, edukasi seks yang tepat pada anak tidak didapatkan dari lingkup keluarga. Padahal sebaik-baiknya edukasi adalah dari lingkungan terdekat anak. Pendidikan seks pada anak mempunyai peran penting dalam mencegah perilaku menyimpang, kehamilan di luar nikah, penyakit seks menular, hingga pelecehan maupun kekerasan seksual.
“Sebaik-baiknya edukasi seks memang harus dilakukan oleh orang tua, tentu dengan cara yang benar. Orang tua harus membangun percakapan terbuka dan jujur dengan anak-anak tentang seks, terutama memandang perkembangan seksual sebagai bagian normal dari tumbuh kembang anak sebagai manusia seutuhnya,” kutipan halaman 9.
Begitulah buku ini ditulis dengan memuat cerita pengalaman sehari-hari dari peristiwa yang enggan untuk dibicarakan tetapi sejatinya penting didiskusikan. Disisi lain, buku ini juga berisi pandangan penulis yang dapat memberikan edukasi dan pola pikir baru bagi pembaca.
Bagian awal buku ini menceritakan perihal banyaknya perempuan yang dirugikan di ranah seks. Diperparah dengan adanya stereotip bahwa perempuan ditakdirkan untuk menjadi pemenuh nafsu pria.
Resiko kehamilan di luar nikah juga membuntuti perempuan jika berhubungan seks. Masyarakat memandang bahwa kehamilan diluar nikah adalah sebuah kesalahan yang memalukan. Alih-alih pada laki-laki, mirisnya pandangan tersebut hanya tertuju pada perempuan saja.
“Ketika dunia memiliki banyak tuntutan kepada perempuan, kriteria yang sama tidak dibebankan kepada laki-laki. Katanya laki-laki mah harus nakal, badung, dan mencoba segalanya. Tapi perempuan tidak boleh,” kutipan halaman 37.
Selain kehamilan, resiko dalam berhubungan seks lainnya yang kerap dilupakan ialah kesehatan seks. Buku ini memberikan informasi lebih jauh kemungkinan terjangkit penyakit kelamin menular yang disebabkan oleh bakteri, virus, atau parasit.
Penulis memberikan edukasi melalui pengalamannya dan cerita seorang kenalan yang ditulis secara blak-blakan. Dikemas dengan santai, buku ini juga memberi pesan moral di akhir cerita setiap bagiannya.
Tidak hanya menceritakan aktivitas seks, penulis banyak menceritakan mengenai orientasi seksual. Penggambaran pola ketertarikan seseorang secara seksual dewasa ini semakin berkembang, hal ini yang banyak diceritakan pada buku tersebut.
Seks yang kerap kali dikenal sebagai peristiwa pemuasan nafsu belaka, lebih disoroti pada buku ini. Penulis menganggap bahwa seks tidak hanya peristiwa pemuasan nafsu, tapi peristiwa biologis nan sakral yang tanpanya, umat manusia tak mungkin menyambung generasi.
Buku yang dikemas dengan gaya bahasa sehari-hari ini memuat tips dan informasi dari berbagai riset soal edukasi seks. Dengan sudut pandang penulis yang merupakan seorang perempuan, buku ini memberikan warna lain. Di Indonesia pada umumnya masih banyak perempuan yang enggan membicarakan seks karena takut dianggap perempuan nakal.
Buku setebal 216 halaman ini mengajak pembaca untuk menormalkan pembicaraan mengenai seks sebagaimana pembicaraan mengenai kopi, rokok, dan obrolan ringan lainnya. Dengan membuka mata bahwa seks bukan hal yang tabu, melainkan perlu ada edukasi mengenai seks.
Nur Alya Azzahra