Kemerdekaan dalam belajar tidak dinilai fasilitas yang mendukung, melainkan sistem pendidikan yang mendukung atmosfer.
Demi memenuhi berbagai tantangan arus perubahan, dan kebutuhan akan link and match antara dunia usaha dan dunia industri (DU/DI), serta guna menyiapkan generasi mendatang yang unggul dalam berbagai hal, kebijakan Kampus Merdeka kini digagas oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Anwar Makarim BA MBA. Menilik evaluasi yang telah dilakukan atas kebijakan-kebijakan sebelumnya, Kampus Merdeka hadir di tengah kehidupan kampus dengan menjadikan mahasiswa sebagai pusat (student centered learning) yang esensial.
Kebijakan ini lahir dari keyakinan Nadiem bahwa perguruan tinggi (PT) harus berinovasi karena kebutuhan untuk bersikap adaptif dan bergerak lincah. Pendiri startup GoJek itu pun menjelaskan dalam suatu kegiatan yang bertempat di Gedung D Kemendikbud, Jum’at (24/1) bahwa berbagai kampus di Indonesia adalah ujung tombak persiapan sumber daya manusia (SDM) untuk menghadapi dunia kerja.
Hadirnya konsep Kampus merdeka ini rupanya direspon baik oleh Universitas Hasanuddin. Dengan empat poin yang diusungnya yaitu kemudahan akreditasi, fasilitas untuk menjadi PTNBH, pembukaan prodi, dan pembelajaran tiga semester di luar prodi, kebijakan ini dinilai tidak perlu dipermasalahkan.
Rektor Unhas, Prof Dr Dwia Aries Tina Palubuhu mengaku kebijakan ini disambut baik oleh Unhas karena sesuai dengan Permendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi Pasal 18 yang menegaskan beberapa cara yang dapat ditempuh untuk pemenuhan masa dan beban dalam proses pembelajaran bagi mahasiswa program sarjana atau sarjana terapan. Pasal itu nyatanya juga mengulas kewajiban PT untuk memfasilitasi pemenuhan masa dan beban tersebut.
“Mekanisme yang baru ini lebih memudahkan evaluasi, terlebih untuk perpanjangan evaluasi internal. Sementara, makna dari merdeka belajar kan luas, sebut saja bila mengambil kegiatan diluar kampus bisa dihitung sebagai SKS, seperti magang yang seolah kegiatan berkuliah di kegiatan lain. Kebijakan itu bagus untuk menyiapkan mahasiswa dengan skripsi unggulnya,” ujar Dwia, Senin (2/4).
Tanggapan ini diperkuat oleh Wakil Rektor 1 Bidang Akdemik Unhas, Prof Dr Ir Muh. Restu MP yang menegaskan bahwa keberadaan kebijakan Kampus Merdeka justru memudahkan Unhas melenggang dengan lebih leluasa. Untuk poin yang pertama terkait pembukaan prodi, bukanlah hal yang baru bagi Unhas mengingat PTNBH telah di genggaman sehingga kampus merah itu telah memiliki otonomi untuk membuka dan menutup prodi.
Sementara poin kedua mengenai akreditasi, Prof Restu menegaskan bahwa Unhas sedang menunggu peraturan dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN PT). Ketika kebijakan ini telah diterapkan, program studi yang tidak perlu lagi melakukan usulan reakreditasi, melainkan akreditasi akan diperpanjang berdasarkan hasil pemantauan dari BAN PT. Lalu, untuk poin terkait sistem pengambilan SKS tiga semester, Unhas mengaku akan memberlakukan sistem kredit yang resiprokal.
“Kami para WR 1 dari berbagai universitas sudah bertemu untuk memfasilitasi itu. Kelak akan dicanangkan suatu sistem transfer kredit yang resiprokal. Contohnya, jika kami mengirimkan sepuluh mahasiswa ke Universitas Gadjah Mada (UGM), universitas itu juga harus mengirimkan sepuluh mahasiswanya ke kampus kita. Jika tidak bersifat resiprokal, sebut saja terdapat mahasiswa Unhas yang mau berkuliah di UGM, dia mendaftar di sana dan kelak UGM yang menyeleksi, apakah diterima atau tidak. Begitu juga sebaliknya,” tuturnya pada Kamis (5/4).
Prof Restu juga mengutarakan bahwa sistem ini bukanlah hal yang baru. Sebelumnya, pemerintah memiliki program bernama Permata yang berjalan sejak tahun 2012. Sistem itu adalah sistem pengiriman mahasiswa ke perguruan tinggi yang lain, dan begitu pula sebaliknya.
Selain itu, Prof Restu juga mengatakan bahwa mata kuliah magang kerja telah diterapkan oleh Unhas sejak lama. Beberapa program studi telah menjadikan proses magang sebagai mata kuliah.
“Beberapa program studi di Unhas hampir semuanya memiliki mata kuliah magang, seperti di Sospol, Ilmu Komunikasi, dan lain sebagainya. Kemudian, di Fakultas Teknik itu telah diterapkan praktek kerja. Jadi sebenarnya, beberapa yang disarankan di kebijakan itu seperti poin keempat, yaitu kebebasan mengambil 3 semester di luar prodi itu sebagian sudah dijalankan di Unhas. Mendikbud bahkan menginginkan full 1 semester bagi mahasiswa dilaksanakan di luar, itulah yang kelak akan kita fasilitasi,” tambahnya.
Ketika disinggung perihal keberlanjutan kebijakan di masa mendatang, Prof Restu menegaskan tidak ada kata gagal. Sebagai Perguruan Tinggi (PT), kebijakan kementerian itu harus dijalankan. Unhas akan tetap menjalankan poin mengenai kebijakan itu menyesuaikan dengan kondisi dan karakteristik yang dimiliki Unhas.
Sisi lain, atas arahan Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unhas, Departemen Sastra Perancis telah mengirimkan 21 pilihan mata kuliah yang bisa ditawarkan ke mahasiswa dari prodi, fakultas, bahkan universitas yang berbeda. Ditemui di ruangannya, Kepala Departemen Sastra Perancis, Dr Ade Yolanda Latjuba SS MA mengaku bahwa departemen tersebut siap bila kebijakan Kampus Merdeka benar-benar akan diterapkan.
“Kami siap saja. Kebetulan kami juga telah mendapatkan ruangan kelas baru, saya kira tidak ada masalah. Mungkin yang masih meresahkan adalah belum adanya juknis dan keputusan resmi tentang penerapan kebijakan itu di Unhas. Oleh karenanya, kita perlu wait and see,” ujar wanita berkerudung itu pada Rabu (18/2).
Tim Laput