“Asal ada niat dan kemauan, di situ pasti ada jalan”.
Hal itulah yang berhasil dibuktikan Dosen Program Studi Teknik Geologi Unhas, Dr Ir Musri MT, sosok jejak langkah identitas kali ini. Ia baru saja terpilih jadi anggota Dewan Energi Nasional (DEN), mewakili kalangan akademisi.
Semua berawal dari keinginannya memberi sumbangan pemikiran, untuk menciptakan jalan keluar mengatasi persoalan energi di Indonesia. Melihat pengumuman info perekrutan, ia pun memutuskan mendaftar. Nasib baik memihaknya, ia dinyatakan lolos uji kelayakan dan kepatutan di Komisi VII DPR RI.
Dosen kelahiran 1961 tersebut, mengaku tak mempersiapkan diri dengan baik mengikuti seleksi. Bahkan ia tak menyangka bisa terpilih, dari sekian banyak pendaftar. Bukan tanpa alasan, lulusan 88 geologi tersebut melewati serangkaian seleksi ketat, sebelum dinyatakan layak jadi anggota DEN masa jabatan 2020-2025.
Saat berbincang melalui Zoom Meeting, Musri mengaku dulunya asing dengan ilmu geologi. Justru ia bercita-cita jadi ahli fisika sejak SMA. Ia senang membaca buku yang membahas ahli fisika, seperti Einstein dan Ernest Rutherford.
Ketika menjalani kuliah dua semester di Unhas, nilai fisikanya rendah. Akhirnya saat penjurusan ia ditempatkan di Prodi Kimia. Namun ia meminta pindah ke Prodi Geologi yang saat itu berada di bawah Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi (sekarang FMIPA). Ketertarikannya masuk di Prodi tersebut, muncul seiring dirinya sering berdiskusi dengan senior di geologi. Saat itu, Prodi Geologi tergolong baru di Unhas. Musri merupakan angkatan ke empat. Di masanya, masih sedikit jumlah dosen geologi yang mengajar.
Dosen penerima Satyalancana Karya Satya di tahun 2018 dan 2020 dari Presiden ini, sejak SD, SMP, hingga SMA telah menunjukkan prestasinya dengan menjadi lulusan terbaik. Bahkan ketika kuliah, selain sibuk organisasi dan jadi asisten di beberapa mata kuliah. Musri aktif mengikuti lomba riset nasional, dan pernah menyabet juara pertama. Atas berbagai prestasi yang diperoleh, tak heran ia mendapat predikat mahasiswa teladan Fakultas Teknik.
“Di tahun 1985, saya menjadi mahasiswa teladan Fakultas Teknik Unhas. Juga pernah berturut-turut menang lomba karya tulis ilmiah, dan juara satu lomba riset nasional di Manado,” katanya mengenang masa mahasiswanya.
Menghabiskan waktu tujuh tahun meraih gelar sarjana, Musri sempat mengalami masa sulit mencari kerja, pasalnya waktu itu terjadi moratorium eksplorasi terutama di sektor minyak dan gas bumi. Sehingga lapangan kerja lulusan geologi terhambat.
Beruntung ia mendapat tawaran kerja dari Gubernur Sulawesi Tenggara,Ir H Alala. Waktu itu, ia diminta bekerja di Pemerintah Daerah Kendari. Semua persyaratan administasi dilengkapinya, termasuk ijazah. Di waktu yang sama, saat hendak mengurus ijazah di fakultas, Unhas membuka penerimaan dosen untuk Prodi Geologi. Kesempatan inilah dimanfaatkan oleh pria kelahiran Lagundi dalam berkarier di dunia geologi.
“Bukannya saya mendapat ijazah untuk pulang ke Kendari. Justru saya direkomendasikan menjadi dosen geologi melalui proses tes,” ujar penggemar Mochtar Lubis tersebut.
Walau diterima, dosen penyuka filsafat ini belum bisa digaji karena belum memiliki SK Dosen. Ia harus bekerja sampingan di beberapa tempat, salah satunya di Tambang Batu Bara Maros. Kader HMI tersebut juga sempat bekerja di Perusahaan Tambang besar di Kalimantan Selatan. Setiap minggu ia memilih bolak-balik ke Makassar untuk mengajar.
“Saya belum mendapat SK Dosen, jadi belum mendapat gaji. Hanya biaya transportasi Rp. 25.000 yang dibayar dua bulan sekali,” ujarnya saat di wawancarai via Zoom Meeting.
Semenjak meniti karier, dosen yang pernah aktif di UKM Kopma Unhas ini, pernah menjadi peneliti tamu di luar negeri. Tepatnya di Autralian National University tahun 2012-2015 dan Akita University, Jepang tahun 2017.
Sebagai anggota DEN terpilih, ia berharap dapat menjalankan tugas dengan baik, serta dapat bermanfaat bagi bangsa dan negara. Terakhir ia berpesan apapun yang ingin diraih nantinya, kita tidak boleh kehilangan jati diri.
“Kita boleh berprestasi, kita boleh maju, kita boleh mengejar karier. Tetapi jangan sampai kita menginjak bangkai orang. Lebih baik tidak mendapatkannya, dari pada harus mengorbankan orang lain,” tutupnya.
Nur Ainun Afiah