“Kapan kamu memotret untuk pertama kalinya?”
Aku menemukan jawabannya ketika membuka kembali album foto 2008, saat syukuran pindah rumah. Usia lima tahun menjadi titik mula bagiku untuk menjelajahi fotografi. Masih segar di pikiran, dari ponsel Nokia hingga BlackBerry sudah kujamah semuanya untuk motret.
DSLR adalah yang pertama
Sekitar tahun 2015, kakakku membeli kamera DSLR Canon EOS 60D untuk pertama kalinya dari uang hadiah yang didapatkannya. Aku dan kakakku pada masa itu masih awam dalam menggunakan kamera dan belum tahu bagaimana pemeliharaannya.
Awalnya, kakakku lebih sering menggunakannya karena memang itu miliknya. Aku sendiri belum berminat untuk memakai kamera saat itu. Lambat laun, kamera itu mulai kuambil alih.
Selama itu, aku hanya mengandalkan satu jenis lensa yang cukup untuk memotret apa saja dengan mode Auto. Banyak foto yang dihasilkan dengan kamera DSLR itu hingga aku SMA.
Sebenarnya aku punya foto matahari terbit di Pantai Lariti, Bima, Nusa Tenggara Barat pada 2017 lalu. Banyak sekali yang kutangkap dari sudut yang berbeda dan aku sendiri pun suka. Tapi apesnya, foto-foto itu ikut terkunci dalam hardisk laptop lama yang malfungsi.
Ini adalah satu-satunya foto yang selamat saat ini, dokumentasi pribadi.
Aku pasrah melihatnya dan hampir frustasi jika mengingat foto-foto itu. Beberapa tahun kemudian sempat terbesit di pikiranku bagaimana caranya memperbaiki hardisk yang sempat malfungsi itu. Semoga terwujud nantinya.
Masih segar di ingatan saat pandemi melanda, kebetulan aku senang mengoleksi berbagai jenis uang kertas asing, yang biasa disebut dengan numismatik. Karena memiliki kamera, aku pun bereksperimen untuk menghasilkan foto ilustrasi uang sendiri ala foto microstock. Flora adalah objek favoritku untuk difoto di samping objek yang random.
Semuanya berjalan baik, namun satu hal yang sempat membuatku kacau balau adalah lensa berjamur. Beuh! Pening betul pikiranku di hari itu dan mau tak mau harus dibawa ke tempat servis. Lebih apesnya lagi, biaya pembersihan lensa saja sangat mahal. Aku pun terkejut, rupanya kameraku masuk kategori black market. Astaghfirullah (sambil tepuk jidat).
Aku dan identitas
Sejak aku bergabung di identitas pada April 2022 yang lalu, portofolio yang kukirimkan adalah foto. Beberapa yang kumasukkan adalah arsip hasil foto-fotoku saat SMA. Salah satu di antaranya adalah saat Tumming Abu menampakkan kekocakannya saat acara reuni SMA 2019 yang lalu. Sayangnya, aku foto dari belakang panggung.
Singkat saja, jika bukan karena identitas, aku pun tak pernah menginjakkan kaki di daerah lain. Beberapa di antara tempat yang pernah kudatangi seorang diri adalah Kawasan Bekas Tambang Batu Marmer Bulu Tara, Maros. Foto kawasan bekas tambang itu dimuat di majalah identitas Desember 2023. Saat itu, aku bolak-balik mendatanginya tiga kali, tapi biaya parkir yang setara dengan dua botol air minum itu membuatku kapok ke tempat itu.
“Lama-lama bangkrut ka ini”, pikirku.
Kunjungan keduaku saat temanku mengundangku ke pesta rakyat di Pangkep. Untung saja waktu itu tepat saat KKN, dan tempatku tidak jauh dari Pangkep, yakni Kabupaten tetangganya, Maros. Potret tersebut akan hadir di majalah identitas edisi September 2024.
Sumber inspirasi foto sangat melimpah, apalagi dengan adanya media sosial sangat memudahkan kita untuk mencari inspirasi fotografi. Ada tiga rekomendasi foto jurnalistik dariku yang layak untuk menjadi inspirasi Sobat iden, antara lain: Kompas, Antara Foto, dan satu dari luar negeri, Bernama Malaysia.
Memotret sesuatu pasti ada arti di baliknya. Untuk membuat suatu foto dapat berbicara, diperlukan sebuah seni, baik dari cara pengambilan gambar, pencahayaan, pengaturan dari kamera, dan yang paling krusial kesabaran untuk menunggu momen demi foto yang apik.
Di situlah aku mulai berusaha semaksimal mungkin untuk menghasilkan foto yang benar-benar menantang. Di samping itu, aku pun tahu cara merawat kamera agar berfungsi dengan baik dan banyak kebiasaan baru yang diterapkan pada kamera sendiri.
Foto sendiri, mana?
Ada kok, setelah ditantang oleh temanku sendiri, seorang anak Unhas.
Tumbuh dewasa adalah niscaya, sifat pemalu masih saja hinggap di dalam diriku. Berkat hobi fotografi sekaligus keinginan untuk berfoto ria, di situlah jalan pembuka bagiku untuk memberanikan diri Itu juga menjadikan diriku mulai luwes dalam pergaulan dibanding sebelumnya. Bisa dikata mendingan.
Syukurlah, akhir-akhir ini foto diriku lumayan banyak dan tidak sekaku dulu. Percayalah, aku sempat vakum dari hobi itu karena kesibukan kuliah. Semoga saja banyak lagi karya yang kuhasilkan untuk merakit cerita di kemudian hari.
Dengan memotret, kita merakit cerita di hari depan dengan hati.
Muhammad Nur Ilham
Mahasiswa Fakultas Teknik 2021
Sekaligus Koordinator Litbang Data PK identitas Unhas 2024