Penulis: Dr. Sri Nur Aminah Ngatimin,
Dosen Fakultas Pertanian,
Universitas Hasanuddin
Di tengah gonjang ganjing hilangnya minyak goreng di pasaran telah menimbulkan kegalauan ibu rumah tangga dan pelaku bisnis makanan. Semua makanan yang tersentuh oleh zat ajaib bernama minyak goreng telah memberikan kenikmatan rasa yang luar biasa. Para ahli gizi menyatakan bahwa minyak goreng yang baik untuk kesehatan maksimum digunakan dua kali menggoreng bahan makanan dan setelahnya harus dibuang. Sejak minyak goreng belum hilang dari peredaran, “saran” tersebut sudah diabaikan masyarakat, karena beberapa pelaku bisnis makanan menggunakan minyak jelantah untuk menggoreng ayam, tahu, tempe dan aneka makanan lainnya. Opini saya pribadi sebagai konsumen, terdapat rasa was-was menyaksikan bahan makanan siap santap yang baru diangkat dari wajan berisi minyak hitam pekat bagaikan oli walaupun aroma makanannya begitu menggoda mengundang selera.
Salah satu cara sehat memasak makanan tanpa minyak adalah merebus dan membakar yang sudah dilakukan oleh para leluhur kita. Kerupuk yang menjadi cemilan kesukaan masyarakat Indonesia ternyata dapat diolah tanpa minyak. Sejak lama masyarakat Cirebon telah menggunakan pasir sebagai pengganti minyak untuk menggoreng kerupuk melarat. Kerupuk ini telah menjadi ikon kota Cirebon yang juga dikenal sebagai Kota Udang. Alasan menggoreng dengan menggunakan pasir karena mahalnya harga minyak goreng yang sulit dijangkau oleh masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Keputusan ini merupakan trik cerdas masyarakat tetap dapat menikmati kerupuk walaupun tidak tersedia minyak goreng di pasaran. Itulah manusia, kepala boleh sama hitam namun selera belum tentu seia sekata, terutama menyangkut kepentingan urusan perut dan lain-lain. Tidak dapat dipungkiri bahwa atmosfer perbelanjaan sembako di Indonesia lebih menekankan kepada kuantitas dibandingkan dengan kualitas. Contohnya produk organik hanya dibeli oleh kelompok orang yang sangat sadar dengan kesehatannya. Harga produk organik yang melambung tinggi menyebabkan pembelinya mengalami seleksi alam untuk mengkonsumsinya.
Langkanya minyak goreng sangat bertolak belakang dengan status Indonesia yang telah menempati posisi pertama produsen minyak kelapa sawit secara global sejak tahun 2006. Hal ini merupakan fakta bahwa minyak kelapa sawit sebagai bahan baku minyak goreng telah menjadi penyumbang devisa ekspor terbesar di Indonesia. Berdasarkan data BPS, luas areal tanaman kelapa sawit pada tahun 2019, 2020 dan 2021 masing-masing adalah: 14.456,60 ha, 14.858,30 ha dan 14.663,60 ha. Status Indonesia sebagai produsen kelapa sawit yang menjadi bahan baku minyak goreng menyebabkan saya berpikir kondisi negara ini aneh tapi nyata jika masyarakat menderita kekurangan minyak goreng. Langkanya minyak goreng telah memberikan angin segar kepada para pembuat konten di media sosial. Mereka berlomba membuat tutorial praktis cara membuat minyak goreng dari santan kelapa dengan menggunakan berbagai trik sederhana.
Fakta mengerikan lainnya tentang kebun kelapa sawit yang eksis di Indonesia adalah: terjadinya kompetisi antara manusia dan orang utan karena alih fungsi hutan menjadi kebun komoditi tersebut. Beberapa alasan mengapa hutan dijadikan kebun kelapa sawit karena tanahnya subur dan mengandung banyak mineral yang meningkatkan kesehatan tanaman. Lantai hutan merupakan tempat ideal terjadinya dekomposisi yang dilakukan oleh mikroba tanah. Tanpa bantuan mikroba, semua dedaunan gugur tidak akan pernah membusuk atau mengalami dekomposisi. Selulosa dan lapisan lilin yang terdapat pada daun memerlukan waktu penguraian yang lama jika berlangsung secara alami alias tanpa bantuan mikroba.
Apa hubungannya antara mikroba tanah dan minyak goreng? Secara umum, kesehatan tanah didefinisikan sebagai berfungsinya tanah sebagai ekosistem kehidupan vital untuk tanaman, hewan, dan manusia. Tanah yang sehat berkontribusi menyediakan unsur hara dan air, meningkatkan kualitas tanaman budidaya, menjaga keanekaragaman hayati, dan memberikan keindahan lanskap. Secara garis besar, tanah yang sehat: 1) berperan penting terhadap tersedianya air di lahan dan dalam tanah; 2) menunjang keberlanjutan hidup hewan dan tumbuhan; 3) menyaring dan mendetoksifikasi material anorganik dan organik yang berfungsi sebagai polutan; 4) bertanggung jawab terhadap siklus nutrien yang tersedia untuk menunjang kehidupan tumbuhan dan 5) struktur tanah sangat berpengaruh terhadap keberhasilan penetrasi akar tumbuhan.
Tanaman kelapa sawit yang sehat walafiat akan menghasilkan buah mengandung minyak berkualitas baik. Mikroba tanah berupa jamur dan bakteri adalah jasad renik yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang sehingga harus menggunakan mikroskop. Perlu diketahui bahwa terdapat dua macam mikroba tanah yaitu: mikroba bermanfaat dan merugikan karena menimbulkan penyakit. Mikroba tanah bermanfaat dan hidup di sekitar perakaran berkontribusi menguatkan tanaman dari serangan patogen penyebab penyakit dan hama tanaman. Tanaman kelapa sawit yang sakit akan mengurangi hasil panen, serangan berat menyebabkan tanaman mati. Mikroba tanah yang bermanfaat dapat dijaga dengan cara mengurangi pemakaian bahan kimia (utamanya pestisida) dan menanam kacang-kacangan yang akarnya dapat menambat nitrogen untuk menyuburkan tanaman. Langkanya minyak goreng merupakan ulah manusia yang mengabaikan kepentingan masyarakat. Semua proses yang terjadi di alam semesta berjalan sesuai Sunnatullah, artinya dari alam dan kembali lagi ke alam.