Tercemarnya laut oleh sampah yang berasal dari daratan dalam beberapa tahun ini mulai banyak diteliti oleh akademisi di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia dengan wilayah laut yang sangat luas. Salah satunya dapat ditemui di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) Unhas, yakni Marine Plastic Research Group (MPRG).
Kelompok yang diinisiasi oleh Almarhum Prof Dr Akbar Tahir MSc pada 2019 ini, diawali oleh hasil riset yang dilakukan sebelumnya terkait sampah, utamanya mikroplastik yang sampai ke laut.
“Pada saat itu, Prof Akbar dan beberapa dosen FIKP bekerja sama dengan peneliti Amerika Serikat menemukan kandungan mikroplastik pada ikan-ikan hasil tangkapan nelayan di Tempat Pelelangan Ikan Paotere,” ungkap Ketua MPRG, Dr Ir Shinta Werorilangi MSc, Jumat (02/02).
Temuan ini menjadi landasan banyak penelitian selanjutnya, sekaligus menyadarkan banyak pihak seperti pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat, maupun masyarakat umum. Penelitian tersebut mengkaji tentang sampah di laut, utamanya mikroplastik yang kemudian dapat merusak lingkungan dan membahayakan kesehatan. “Mulai dari situ, Prof Akbar Tahir banyak melakukan penelitian hingga berujung membentuk kelompok MPRG”, pungkas Dosen Ilmu Kelautan tersebut.
MPRG bertujuan untuk menghimpun peneliti pencemaran plastik agar dapat melakukan penelitian dari berbagai bidang. Saat ini, mayoritas anggotanya adalah dosen FIKP tetapi beberapa yang lain juga merupakan dosen dari fakultas lain di Unhas. Selain itu, MPRG juga membuka pintu bagi orang atau kelompok yang tertarik melakukan penelitian maupun proyek bersama.
Lewat berbagai temuan dalam penelitiannya, MPRG kemudian membentuk berbagai program yang dapat mengatasi permasalahan yang terjadi di lapangan. Salah satunya, MPRG tengah mengupayakan program pengelolaan sampah di masyarakat.
Hal ini karena mayoritas sampah plastik yang sampai ke laut adalah sampah produksi rumah tangga, sehingga dibutuhkan solusi untuk mencegah masalah ini terjadi kembali. Sebab, jika sudah sampai ke laut, ikan-ikan tidak dapat membedakan antara mikroplastik dan makanan mereka.
“Hal ini dilakukan dengan mengedukasi masyarakat tentang bagaimana memilah dan memilih sampah berdasarkan jenisnya yang kemudian dapat diolah kembali menjadi hal yang bernilai ekonomi. Contohnya, kemarin kami bersama beberapa kepala desa binaan mengunjungi Kabupaten Banyumas yang telah mempraktekkan pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang cukup berhasil,” ungkapnya.
Selain itu, MPRG juga membuat inovasi teknologi Trash Trap atau perangkap sampah yang dibangun di badan sungai dan bermuara ke laut. Hal ini dikarenakan sungai menjadi jalur utama sampah plastik untuk dapat sampai ke laut.
Perangkap sampah, yang juga dilengkapi dengan alat pengelolaan sampah, ini telah dibangun di Kabupaten Maros, Pinrang, dan Bone. Inovasi ini dilakukan dengan melibatkan masyarakat sekitar agar fasilitas yang dibangun dapat berjalan mandiri dan berkelanjutan.
Selain proyek pengabdian kepada masyarakat, MPRG juga melakukan kegiatan konservasi penyu di Kepulauan Balabalagan, Sulawesi Barat. Kepulauan tersebut menjadi jalur migrasi sekaligus tempat bertelur penyu di Selat Makassar.
“Tetapi, akibat berkurangnya lamun yang menjadi habitat mereka, jumlah penyu juga ikut berkurang, sehingga kami melakukan transplantasi lamun sekaligus terumbu karang. Harapannya dapat menjadi daerah wisata sehingga masyarakat mau menjaga dan melestarikan kedepannya,” ungkapnya.
Dalam setiap penelitian dan proyeknya, MPRG berupaya melakukan edukasi kepada masyarakat terkait sampah plastik, salah satunya melalui program KKN tematik pengolahan sampah plastik. Hal ini telah dilakukan berkali-kali karena proses edukasi dan merubah sikap masyarakat sulit dilakukan jika tidak berkelanjutan.
Tetapi, pada beberapa tempat, sudah mulai terdapat masyarakat yang semakin peduli atas isu sampah ini. Sebagai contoh, mereka sudah tidak lagi membakar sampah plastik.
Proses edukasi dan bagaimana mengajak masyarakat untuk terlibat menjadi salah satu tantangan MPRG dalam berkegiatan. Persoalan sampah sangat berhubungan dengan masyarakat, sehingga mereka juga harus terlibat melakukannya. Sebab, jika banyak sampah plastik yang berakhir di lautan, maka akan berdampak buruk bagi semua, tanpa terkecuali.
Perhatian pemerintah yang belum terlalu terarah pada isu sampah seperti ini menjadi catatan tersendiri. Melihat hal tersebut, peran dari kelompok-kelompok baik di dalam masyarakat secara langsung maupun di dalam kampus seperti MPRG menjadi penting. Pendidikan kepada masyarakat terkait masalah sampah sekaligus memberikan mereka opsi atas hal-hal yang dapat dilakukan pada sampah menjadi krusial untuk mengatasi permasalahan sampah plastik ini.
M. Ridwan