Penyaringan Calon Rektor Unhas baru saja digelar pada Rabu (24/01) lalu. Kini sudah ada 3 calon Rektor Unhas yang bakal dipilih oleh Majelis Wali Amanat (MWA) pada bulan Maret nanti.
Untuk mengajukan diri sebagai bakal calon rektor, syaratnya tentu harus berpendidikan minimal Doktor (S3), bekerja sebagai dosen di perguruan tinggi negeri atau swasta dan berstatus minimal Lektor Kepala (LK).
Syarat itu, tentu tak dapat dipenuhi seorang mahasiswa. Menjadi calon rektor, bagi mahasiswa, laksana pungguk meridukan bulan. Mustahil terjadi. Tetapi, tahukah Anda di pemilihan rektor tahun 1977, seorang mahasiswa fakultas hukum bernama Mustafa Kemal pernah maju menjadi calon rektor menantang Prof Ahmad Amiruddin.
Dari arsip Identitas edisi akhir Juli tahun 1977, nama-nama calon yang mencuat saat itu adalah Prof Ahmad Amiruddin, Prof Mattulada, Ali Sadikin, A Azis Bustam (bekas Pangdam XIV Hasanuddin), Syadiman, Prof Zaninal Abidin, Farid SH, EA Mokodompit MA, Drs Burhamzah MBA, Drs J Salusu MA, dan Drs Hasan Walinono.
“Juga katanya yang punya nama Mustafa Kemal dan beberapa calon lainnya,” tulis Amran Razak, Reporter Identitas saat itu dalam berita berjudul ‘Siapa Calon Rektor Unhas Periode 1977-1982?’
Masih dalam tulisan Amran Razak, dijelaskan tata tertib pemilihan rektor masa itu terdiri atas 25 Pasal, 7 Bab. Aturan mengenai syarat menjadi calon rektor terdapat pada Pasal 6 Bab 2. Isinya berbunyi “Semua senat universitas dan bukan anggota senat universitas dapat diajukan sebagai calon rektor, asal memenuhi syarat.”
Guru Besar Fakultas Hukum, Prof SM Noor yang saat itu juga menjadi Reporter Identitas, mengisahkan Mustafa Kemal ialah mahasiswa yang popular di mahasiswa angkatan 70-an. Mustafa Kemal berhasil ‘menggebrak’ pintu ruang senat universitas menjadi calon rektor kampus merah.
“Awalnya Mustafa Kemal ragu, apalagi menantang Prof Ahmad Amiruddin yang memang calon kuat untuk periode kedua waktu itu. Tetapi karena pengaruh luar biasa dosen-dosennya akhirnya Mustafa Kemal mau maju menantang Amiruddin dengan langkah pasti,” terang Prof SM Noor di sebuah tulisan berjudul Mustafa Kemal, Sang Calon Rektor di terbitan identitas awal Februari 2001.
SM Noor menceritakan dosen-dosen di Fakultas Hukum kala itu memang unik. Berawal dari gebrakan Prof Ahmad Amiruddin yang membuat proses pemilihan lebih demokratis, membebaskan seluruh dosen mencalonkan kandidat rektor pilihannya. Maka dari itu, para dosen Fakultas Hukum kala itu mengompori calon andalannya, Mustafa Kemal.
“Barangkali bukan lagi unik, tetapi dosen-dosen sinting dan sering membuat joke-joke yang menggegerkan. Ada sekelompok dosen unik mempengaruhi Mustafa Kemal untuk tampil menjadi calon rektor,” kata SM Noor
Mustafa Kemal pun tampil menjadi kandidat penantang Prof Ahmad Amiruddin. Ia mendapat berbagai macam masukan, dari ‘sponsor’ yang mendukungnya. Hingga hal unik pun Ia lakukan, agar mampu bersaing dengan calon rektor lain yang telah meraih gelar professor, yakni bergaya layaknya professor dengan cara mengecat rambutnya.
“Inilah kemudian mengegerkan fakultas hukum dan seluruh Unhas di Baraya waktu itu. Karena tiba-tiba saja Mustafa Kemal berubah penampilan dan ingin menyaingi Prof Amiruddin, selama Mustafa Kemal menjadi calon rektor, rambutnya yang tebal dicat putih seperti rambut para professor yang sudah ubanan. Lalu dia memakai kacamata seperti kacamata professor,” ujar SM Noor dalam tulisannya.
SM Noor bercerita, akibat dari penampilan ‘nyentrik’ Mustafa, tiga orang professor Fakultas Hukum kala itu berhasil salah sangka, menganggap Mustafa salah satu dari teman mereka. Ketiga guru besar itu ialah Prof Likaja, Prof Tahir Tungadi dan Prof Tjang Tjing Leng. Salah satu diantaranya bertanya ‘Kamu Mustafa?’
Maka mantan Ketua Mahakamah Konstitusi, Hamdan Zoelva, yang saat itu masih mahasiswa, juga disebut dalam tulisan SM Noor. Hamdan diceritakan menimpali pertanyaan ketiga guru besar yang heran akan penampilan Mustafa.
“Dia calon rektor sekarang, Prof!” kata Hamdan Zoelva sambil tertawa bersama Mustafa Kemal, seperti dikutip dari tulisan SM Noor.
Sejarah pencalonan Mustafa Kemal, seorang mahasiswa yang mencalonkan diri jadi rektor ini sempat menjadi joke. Namun Prof Ahmad Amiruddin menganggap serius pencalonan mahasiswa itu.
Pencalonan Mustafa Kemal saat itu membuat suasana demokratis di kampus merah sangat terasa. Pengumpulan suara dari bawah, dari para dosen, menghasilkan seorang mahasiswa jadi calon orang nomor satu di Unhas.
Reporter: Musthain Asbar Hamsah