Libur antar semester menjadi kesempatan untuk melakukan berbagai aktivitas di luar kampus. Ada yang memilih untuk pulang demi melepas rindu dengan sanak keluarga, magang untuk mencari pengalaman, menggarap proyek penelitian bersama dosen ataupun mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN).
Berbagai kegiatan tersebut menjadi pelepas penat atas 16 pekan perkuliahan yang telah berlalu di semester sebelumnya. Di beberapa kampus menawarkan studi singkat antar semester yang dapat diambil oleh mahasiswanya. Studi singkat ini biasanya disebut sebagai Semester Pendek (SP) dan hanya berlangsung beberapa pekan.
Di Kampus Merah sendiri, semester pendek pernah diterapkan sebelum akhirnya dihapuskan seluruhnya. Menjejaki terbitan identitas pada 2001 silam, semester pendek menjadi senjata pamungkas bagi mahasiswa yang mengulang mata kuliah. Ibarat menyelam sembari minum air, semester pendek dapat mendongkrak IPK mahasiswa dengan cepat.
Kala itu, semester pendek menjadi jalan keluar atas lamanya masa studi mahasiswa. Pada 1999 ada peningkatan signifikan pada 186 orang lulusan dengan masa studi tiga hingga empat tahun dibandingkan pada periode wisuda sebelumnya hanya 137 orang. Bahkan pada 2000, lulusan baru hampir menembus 200 orang. Semester pendek menjadi primadona mahasiswa tempo itu. Pada tahun akademik 1998/1999 tercatat 6.740 orang telah terdaftar mengambil semester pendek. Dua tahun berselang pada 2000 melonjak tajam menjadi 19.432 mahasiswa.
Sesungguhnya penerapan kebijakan semester pendek ini mulanya hanya ditujukan untuk mahasiswa yang terancam Drop Out (DO). Namun, seiring waktu, mahasiswa yang baik-baik saja pun bisa mengikutinya bahkan mengulangi mata kuliah mereka yang bernilai C. Pembantu Rektor 1 (PR 1) Kampus Merah kala itu, Prof Dr Ir H M Natsir Nessa MS mengatakan bahwa semester pendek ditujukan agar masa studi mahasiswa cepat selesai.
Sistem semester pendek saat itu diterapkan dengan memberikan kebebasan mahasiswa untuk mengambil 12 Satuan Kredit Semester (SKS), baik mata kuliah yang mengulang maupun mata kuliah baru. Pertemuan setiap mata kuliah dilakukan dua kali sepekan selama delapan pekan dengan waktu pertemuan paling lama tiga jam. Satu SKS semester pendek dibanderol sebesar sepuluh ribu rupiah.
Tak dapat dipungkiri, semester pendek pun muncul bagai buah simalakama bagi mahasiswa maupun dosen. Dengan masa pembelajaran yang pendek maka mahasiswa harus menerima pelajaran sekaligus tugas yang sangat padat. Tak ayal, ada juga yang telah memberikan tugas sejak pertemuan awal perkuliahan.
Semester pendek yang mengharuskan mahasiswa membayar bagaikan pertunjukan stratifikasi sosial. Pasalnya bagi mahasiswa yang berduit dapat mengulang mata kuliahnya bahkan mempersingkat masa studinya. Tetapi hal itu tidak berlaku bagi yang tidak berduit. Semester pendek yang dilaksanakan dengan waktu yang sedikit itu ibarat mengkarbit mahasiswa sehingga kualitas pembelajaran mahasiswa berkurang.
Beberapa tahun berselang, dilansir dari terbitan identitas Juni 2004, biaya semester pendek mengalami lonjakan. Mahasiswa harus menebus sebesar Rp25.000,00 per SKS, di mana tahun sebelumnya dipatok sebesar Rp20.000,00 per SKS. Pembantu Rektor 2 (PR 2), Prof Dr Ir Syamsul Arifin P MEng menuturkan kenaikan biaya tersebut didasarkan atas kurangnya biaya untuk menyelenggarakan semester pendek.
Di tahun yang sama, semester pendek dihapuskan oleh beberapa fakultas, salah satunya adalah Fakultas Ekonomi (FE). FE beralasan penghapusan semester pendek ini dilakukan guna meningkatkan kualitas pembelajaran mahasiswa. Pembantu Dekan 1 FE, Drs Hamid Paddu MA, mengakui bahwa mahasiswa berleha-leha di semester reguler karena mereka menganggap dapat memperbaiki nilainya melalui semester pendek.
Senada dengan itu, banyak dosen yang menentang adanya semester pendek. Penentangan semester pendek dimulai dari struktur pembelajaran yang kurang jelas akibat penyusunannya yang singkat, serta semester pendek menyita waktu yang amat banyak untuk mengajar sehingga dosen terpaksa mengorbankan waktunya terhadap tanggung jawab lain dan juga untuk keluarganya di rumah.
Kini semester pendek telah lama dihapuskan dari sistem akademik Unhas. Namun, kebijakan tersebut dapat dipertimbangkan lagi mengingat tuntutan zaman terhadap mahasiswa yang makin beragam dan juga persaingan yang kini kian sengit. Segala kekurangan yang telah terjadi dapat diperbaiki agar mahasiswa memiliki pilihan yang lebih banyak. Jadi, apakah Sobat iden tertarik pada sistem semester pendek dan menurut kalian apakah hal ini harus diterapkan kembali?
M. Ridwan