Siapa yang tak mengenal sosok Nurdin Abdullah? Bupati Bantaeng periode tahun 2008-2013 yang kini menjadi orang nomor satu di Sulawesi Selatan. Dia bersama wakilnya Andi Sudirman Sulaiman terpilih sebagai Gubernur Sulawesi pada pemilu serentak Juli lalu mengalahkan tiga pasangan lainnya.
Nurdin Abdullah lahir di Kota Pare-pare, 7 Februari 1963. Ayahnya adalah seorang TNI, karena itulah sejak duduk di Sekolah Dasar Nurdin harus berpindah-pindah sekolah mengikut ayahnya setiap kali dipindah tugaskan. Nurdin menamatkan pendidikan SMP nya di SMP Negeri 4 Pare-pare pada tahun 1979 kemudian melanjutkan pendidikannya di SMAN 5 Makassar. Setelah tamat SMA, Nurdin mendaftarkan diri masuk perguruan tinggi negeri di Universitas Hasanuddin (Unhas) dan memilih Fakultas Pertanian sesuai dengan hobinya.
Pada 1986, ia memutuskan meminang Liestiaty yang merupakan anak Prof. Dr.Ir. Fachruddin, Rektor Unhas kala itu, ketika meminang Lies, Nurdin masih berstatus mahasiswa. Pernikahannya dengan putri rektor, dikaruniai tiga orang anak, yaitu Putri Fatimah Nurdin, M. Syamsul Reza Nurdin, M. Fathul Fauzi Nurdin.
Nurdin terpilih menjadi Bupati Bantaeng pada pemilu 2008. Bagi Nurdin, menjadi Bupati Bantaeng bukanlah cita-citanya, bahkan tak pernah terpikirkan sebelumnya hingga ayahnya yang menyampaikan keinginan itu untuk melihat Nurdin dapat memimpin Bantaeng. “Pesan Leluhur” begitulah penjelasan yang Nurdin terima dari sang ayah, kala itu ayahnya menjelaskan keinginanya yang juga merupakan keinginan dari leluhurnya untuk melihat Bantaeng dipimpin oleh putra daerah yang masih keturunan dari Karaeng Pawilloi. Ayahnya sendiri adalah putra dari Karaeng Latippa yang merupakan cucu Karaeng Pawilloi. Meski menolak, sang ayah tetap setia memberikan dorongan agar ia bersedia menjadi bupati.
Selain permintaan sang ayah, tuntutan dari masyarakat yang semakin hari semakin menguat membuat hati Nurdin mulai tergerak, warga Bantaeng memang sudah sejak lama menggadang-gadang dirinya untuk menjadi Bupati. Puncaknya ketika ayahnya mengalami sakit keras dan mengharuskannya segera pulang ke Makassar. Saat menemui sang ayah Nurdin kembali menyampaikan keinginannya agar Nurdin dapat memimpin Bantaeng. Dengan berat hati, Nurdin mengiyakan permintaan ayahnya itu meski ia sendiri belum yakin dengan keputusannya.
Pada tahun 2008 Nurdin kemudian memutuskan untuk maju mencalonkan diri sebagai calon bupati. Keputusan itu diambilnya setelah memalui proses yang panjang dengan berbagai pertimbangan. Saat membuat keputusan tersebut, Nurdin bahkan harus melepas jabatan sebagai Presiden Direktur di empat perusahaan Jepang sekaligus, yakni PT Maruki Internasional Indonesia, Hakata Marine Indonesia, Hakata Marine Hatchery, dan Kyusu Medical Co., Ltd.
Sebelum memutuskan terjun di dunia politik, Nurdin dikenal sebagai Akademisi, di masa muda nya pun ia banyak terlibat dalam berbagai organisasi. Jiwa kepemimpinan sudah terlihat bahkan saat Nurdin Masih menjadi mahasiswa, saat masih semester 4 ia diangkat menjadi asisten dosen yang mengharuskannya tampil di depan mahasiswa untuk mengajar dan memberikan praktikum. Bêrsama teman-teman kuliahnya Nurdin menginisiasi berdirinya oranisasi kelompok studi mahasiswa dan dipercayakan sebagai ketua kelompok pada salah satunya karena dianggap memiliki kemampuan dalam berorganisasi dan berkoordinasi.
Nurdin kembali membuktikan kepiawaiannya ketika menyambangi Negeri Matahari Terbit untuk melanjutkan pendidikaan tingkat Magister nya pada 1991, kala itu Nurdin mencoba melamar beasiswa Mombusho dan berhasil memperoleh beasiswa tersebut. Berbekal pengalaman organisasi selama kuliah di Unhas menjadikan Nurdin memiliki kemampuan yang baik dalam mengoordinasi orang, menurutnya hal itu tidak begitu sulit ia lakukan karena sudah terbiasa.
Selama berkuliah di Jepang, Nurdin berteman akrab dengan Saleh Pallu dan Ramli Rahim, keakraban yang terjalin erat antar ketiganya membuat mereka dijuluki “Tiga Sekawan” oleh teman-temannya. Nurdin bersama dengan kedua sahabat karibnya itu tergabung dalam organisasi Persatuan Pelajar Indonesia di Jepang (PPI Jepang). PPI merupakan organisasi yang beranggotakan pelajar Indonesia yang tengah menuntut ilmu di Jepang.
Pada 1993, Nurdin berhasil menyelesaikan pendidikan magisternya. Atas permintaan professor yang membimbingnya saat menyusun tesis, Nurdin langsung mengambil pendidikan tingkat doktor pada universitas yang sama. Perkembangan akademik Nurdin selama kuliah relatif berjalan lancar. Selain melakukan penelitian, ia juga banyak melakukan kegiatan-kegiatan lain yang bersifat non-akademik.
Dalam melaksanakan penelitiannya, Nurdin banyak melibatkan teman-teman kuliahnya dalam mengolah dan menganalisis data penelitian. Tidak hanya teman-teman yang berasal dari Jepang, Nurdin turut melibatkan teman-teman kuliah dari Negara lain. Kemampuannya bersosialisasi dengan baik dimanfaatkannya membangun relasi dengan banyak orang. Kesibukan yang dijalani Nurdin selama di Jepang idak terbatas pada bidang Akademik, Nurdin mulai melebarkan sayapnya untuk merambah dunia bisnis.
Sebagai mahasiswa rantau, menjadikan Nurdin harus memutar otak mencari penghasilan tambahan untuk memenuhi biaya hidupnya, sebab jika hanya mengandalkan bantuan beasiswa yang diterima, tentu tak akan cukup. Nurdin pun tak pernah kehabisan akal, ia mulai menawarkan diri sebagai penyedia jasa bagi mahasiswa-mahasiswa Indonesia di Jepang untuk menyediakan barang-barang bekas layak pakai bagi mereka serta menjadi event organizer dalam berbagai kegiatan.
Berkat ketekunan, kejujuran dan kerja kerasnya, Nurdin berhasil meyakinkan para pengusaha Jepang untuk bermitra dan membangun sebuah perusahaan di Bali pada 1993. Dengan saham dari perusahaan tersebut, Nurdin kemudian mendirikan Some Kawa Industry Co Japan yang bergerak pada usaha ekspor ikan tuna dan menjabat sebagai Presiden Direktur di perusahaan tersebut.
Urwatul Wutsqaa