Diskusi dan seminar bakal jadi prioritas di pemakaian Gedung H33 (Aula Prof Mattulada). Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya kecewa, kegiatan kesenian dibatasi.
Warna biru dipadu dengan merah dan putih tampak mendominasi latar pannggung itu. Beberapa lampu pentas terpasang di atas panggung. Dulu, di atas panggung itu, pentas seni semacam teater, pembacaan puisi hingga panggung musik banyak diselenggarakan. Namun, kini, panggung itu nantinya bakal hanya diisi dengan seminar dan diskusi saja.
Himbauan pelarangan/pembatasan penggunaan Gedung H33 (Aula Prof Mattulada) untuk kegiatan kesenian kini telah tersebar dan jadi polemik. Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Unhas menganggap imbauan ini sebagai pelarangan dan mengeluhkan hal tersebut. Pasalnya sebagai mahasiswa yang identik dengan kegiatan budaya dan kesenian, mereka merasa kreativitas tidak mendapat panggung dan dibatasi. Sedangkan pihak birokrasi menyebut imbauan ini sebagai pembatasan pemakaian.
Hal tersebut bermula ketika birokrasi melihat terjadi sejumlah kerusakan di dalam ruangan itu. Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni FIB Unhas, Dr Andi Muhammad Akhmar MHum membenarkan itu yang jadi alasan utama keluarnya himbauan ini.
“Ada laporan masuk bahwa mereka melakukan konser dan mengundang anak-anak SMA dari luar. Kemudian mereka melompat-lompat di kursi karena tidak ada yang mengontrolnya,” ujar Andi Muhammad Akhmar.
Akhmar juga menyampaikan bahwa akan ada perbaikan fasilitas di dalam ruangan gedung H33. Oleh sebab itu, untuk sementara, kegiatan kesenian seperti konser dan sebagainya dibatasi. “Itu ada ketentuan-ketentuan yang disahkan,” katanya.
Lebih lanjut Akhmar menjelaskan bahwa gedung tersebut dibangun bukan untuk kegiatan kesenian melainkan tempat untuk seminar dan promosi doktor. Selain itu ia juga memperlihatkan beberapa kerusakan yang ada di dalam aula. Di antaranya terdapat bekas lakban, bekas pakuan dan kursi yang rusak.
“Anda harus tahu penggunaan Gedung H33 itu sejak masih di bawah koordinasi Fakultas Hukum dulu itu memang untuk ruang kuliah,” kata Akhmar.
Menurutnya masalah pelarangan ini sudah dibicarakan oleh petinggi-petinggi di FIB Unhas. Dalam pembicaraan itu, mereka berkeputusan untuk membuat Standard Operating Procedure (SOP) mengenai penggunaan Gedung H33.
“Kami sudah membicarakan, nah hasilnya itu kita akan mengevaluasi dengan membuat SOP nya. Pertunjukan seni apa saja yang tidak ada larangannya,” jelasnya.
Mahasiswa Kecewa
Salah satu pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FIB Unhas, Rahmat, menganggap bahwa imbauan ini merupakan bentuk pelarangan dan melanggar hak mahasiswa karena membatasi penggunaan fasilitas kampus. Ia juga menegaskan bahwa hal tersebut melanggar tata tertib kehidupan kampus Unhas, pasal 3 yang berbunyi ‘Mahasiswa berhak menggunakan sarana dan prasarana serta fasilitas yang tersedia’.
“Pertama itu, dia (birokrasi) membatasi hak kita sebagai mahasiswa dalam menggunakan fasilitas di kampus, di situ mi landasan ta’ kemudian menolak ini, dengan adanya pelarangan tersebut,” jelas Rahmat kepada identitas.
Sejak berlakunya pelarangan penggunaan gedung sekitar akhir bulan Maret lalu, mahasiswa banyak yang mengeluh dan tidak menerima hal tersebut. Selain itu, pelarangan ini juga dianggap tidak jelas, lantaran tidak ada aturan tertulis, melainkan hanya ucapan langsung dari WD 3, Andi Muhammad Akhmar.
“Tidak ada surat edaran dari WD 3 tapi langsung ji pelarangan secara lisan,” ungkap Rahmat.
Akibat pelarangan ini, sejumlah kegiatan himpunan lingkup FIB mesti beralih tempat. Seperti Ikatan Mahasiswa Sastra Indonesia (IMSI) yang hendak memakai gedung H33 untuk keperluan geladi persiapan lomba monolog. Namun mereka tidak diberikan izin untuk penggunaan gedung.
“Itu hari (27 Maret 2018) teman-teman mau geladi bersih untuk festival monolog dan mengajukan surat untuk peminjaman gedung tersebut, tapi pas ke sana ternyata dilarang,” keluh Muh Lutfhi Ridwan, ketua Ikatan Mahasiswa Sastra Indonesia (IMSI) FIB Unhas.
Hal serupa diutarakan oleh Fatyan Aulivia, salah satu anggota Himpunan Sastra Perancis (Himpra) FIB Unhas. Menurutnya, ketika ingin mengadakan kegiatan himpunan, berupa diskusi dan festival mereka hanya diberi izin untuk melakukan diskusi saja di dalam aula. Sedangkan untuk festivalnya mereka adakan di Panggung Sospol.
“Peminjaman tempat itu yang diterima cuman dari acara kegiatan diskusi, sedangkan festival tidak,” ujarnya dengan nada kecewa.
Mereka berdua memang merasa kecewa dengan kebijakan tersebut, karena dari tahun ke tahun semua kegiatan besar himpunannya digelar di Gedung H33. Namun di tahun ini, mereka mesti mencari tempat lain. Keduannya berharap semoga kebijakan mengenai pelarangan/pembatasan itu segera dicabut agar kreativitas dan semangat mahasiswa tidak menurun.
“Kami berharap semoga pelarangan ini dihilangkan supaya semangat teman-teman dalam berkreativitas bertambah,” kata Fatyan.
Wjn/Msh