Di era serba teknologi seperti sekarang, kegiatan transaksi menjadi lebih mudah dengan adanya fitur Paylater (beli sekarang, bayar nanti) dalam aplikasi belanja online. Namun, kemudahan yang diberikan bisa berdampak buruk apabila tidak dimanfaatkan dengan tanggung jawab dan kesadaran diri.
Dampak buruk itu gencar terjadi di area perkotaan. Gaya hidup masyarakat yang mewah serta mengikuti tren seiring zaman membuat mereka kalap dan akhirnya terdorong untuk melakukan impulsive buying, yaitu tindakan pembelian yang tidak didasarkan pada perencanaan.
IdScore mencatat peningkatan pengguna paylater di Indonesia. Per Juni 2024, jumlah penggunanya yaitu sebesar 14,37 juta orang.
Berangkat dari permasalahan tersebut, mahasiswa akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin, Isra Izzah Syahruddin melakukan penelitian terkait candu racun paylater. Melalui riset ini, ia dan timnya berupaya mengungkap perilaku impulsive buying di kalangan pengguna e-commerce.
Dalam pembuktiannya, mereka menyebarkan kuesioner kepada 360 responden yang berdomisili di 9 kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Makassar, Semarang, dan lainnya. Memilih kota besar yang disebutkan bukanlah tanpa sebab, mereka melihat jika tempat tersebut memiliki gaya hidup yang tinggi.
“Kebanyakan orang-orangnya kayak FOMO (Fear of Missing Out) gitu, kan prinsipnya YOLO (You Only Live Once) lah pokoknya,” ujar mahasiswa Unhas angkatan 2020 tersebut, Rabu (14/08).
Desain riset dengan penggabungan metode kuantitatif dan kualitatif ini menemukan bahwa seseorang yang telah terpengaruh dengan gaya hidup sosial, maka tekanan sosial yang akan diterima juga semakin tinggi. Hal itu kemudian berdampak pada perilaku belanja yang negatif, terlepas dari risiko yang akan dirasakan.
Tak hanya itu, tingkat kepercayaan pada keamanan fitur paylater juga memiliki pengaruh yang besar. Apabila seseorang begitu percaya dengan fitur belanja online tersebut, maka keinginan untuk melakukan pembelian yang impulsif akan meningkat.
Mitigasi risiko impulsive buying pada pengguna paylater
Agar tak berlarut-larut pada kesalahan yang sama, mitigasi risiko perlu dilakukan untuk menghentikan perilaku impulsive buying tersebut. Strategi yang dibuat oleh peneliti didasari oleh kurangnya dampak perilaku itu pada kategori financial risk, time risk, dan psychology risk.
“Ada satu teori yang namanya Perceived Risk, itu punya enam dimensi. Tetapi yang dibuat mitigasinya itu hanya beberapa dimensi saja,” jelas Isra.
Adapun perencanaan penangan risiko dimulai dengan melakukan manajemen pengeluaran efektif, kas efektif, dan arus kas pribadi. Hal ini dilakukan agar kebutuhan dasar dan cicilan paylater bisa diperhitungkan secara bijaksana. Misalnya dengan mengurangi kebutuhan sandang dan papan untuk sementara waktu, demi melunasi cicilan paylater.
Untuk bisa mewujudkan manajemen itu dengan baik, maka diperlukan perincian kas masuk dan kas keluar yang disesuaikan dengan kebutuhan individu tersebut. Aktivitas ini kemudian membuat seseorang bisa mempertanggungjawabkan arus finansialnya.
Apabila dirasa tidak cukup, seseorang bisa menerapkan Wealth Management Function. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan cara menabung untuk jangka pendek dan berinvestasi. Sehingga dapat mengantisipasi kebutuhan yang datang secara tak terduga, serta menjadi acuan dalam pengambilan keputusan keuangan di masa depan.
Kemudian yang lebih penting agar terlepas dari pengaruh gaya hidup dari kelompok masyarakat pada umumnya, seseorang bisa menetapkan prinsip Money Mindset pada diri sendiri. Prinsip ini juga berkaitan dengan self-control dan self-concept yang menekankan adanya kontrol di tiap individunya.
Setiap orang diminta untuk mempertimbangkan kondisi keuangannya dengan mengendalikan diri untuk memikirkan terlebih dahulu produk apa yang dibutuhkan dan produk mana yang sekadar diinginkan.
Dalam menggapainya, seseorang memang dituntut untuk lebih mengenal, menghargai, dan memahami kebutuhan dan keinginan diri sendiri. Ia juga bisa lebih mengontrol emosi dan pikiran, serta tetap berpikir secara rasional.
“Supaya bisa kita lepas dari pengaruh sosial untuk mendapatkan validasi diri dari orang lain,” ujar mahasiswa Ilmu Akuntansi tersebut.
Seperti yang telah diteliti oleh Wiwit Lusiana dkk terkait “Pengaruh Financial Literacy, Financial Behavior, Money Mindset Terhadap Financial Freedom dan Welfare Pada Generasi Milenial di Kota Surabaya” pada 2023, pola pikir itu pada akhirnya membuat seseorang memiliki kebebasan finansial.
Dengan segala mitigasi yang ada, masyarakat diharapkan tidak terjebak dalam candu paylater, sebab jika terjadi gagal bayar, bisa berdampak ke peluang mendapatkan beasiswa, kerja, hingga pengajuan cicilan rumah.
“Jadi sebisa mungkin, kita sebagai anak muda bisa menghindari paylater ataupun (kalau tidak bisa dihindari) menggunakan paylater dengan sebaik-baiknya,” harap Isra.
Tim Riset:
Isra Izzah Syahruddin, Risa Adelia, Muhammad Fakhri Kassa, Arni Viratami Cahyani, dan Farhanah Ramadhani Sumardi.
Achmad Ghiffary M, Najwa Hanana