Universitas Hasanuddin (Unhas) belakangan disoroti atas beberapa kasus yang diselesaikan melalui institusi kepolisian. Kalangan mahasiswa menilai langkah yang diambil oleh Unhas menyimpang dari visinya sebagai institusi pendidikan. Kampus sepatutnya menyelesaikan permasalahan secara kekeluargaan, bukan dilimpahkan pada kepolisian.
Meskipun Unhas juga memiliki pertimbangan dalam menyerahkan kasus pelanggaran pada kepolisian, tetap saja langkah ini dinilai terlalu lepas tangan. Adanya kode etik yang tercantum dalam peraturan universitas menjadikan Unhas dianggap semena-mena dalam menindaklanjuti suatu permasalahan tanpa mempertimbangkan mahasiswa.
Lantas, bagaimana ahli melihat hal ini? Simak wawancara langsung Tim Lipsus bersama Guru Besar Fakultas Hukum (FH) bidang Hukum dan Kriminologi sekaligus sebagai Ketua Pengawas Keamanan dan Ketertiban Unhas, Prof Dr Amir Ilyas SH MH, Selasa (27/02).
Bagaimana Unhas menetapkan standar dalam pelibatan polisi jika terjadi masalah di dalam kampus?
Pada dasarnya, Unhas akan melakukan penyelidikan atas kasus sendiri terlebih dulu. Kalau tidak didapatkan perkembangan, barulah polisi dilibatkan. Namun lain halnya jika kasus tersebut berdampak terhadap perusakan fasilitas, maka hal itu langsung diserahkan pada kepolisian.
Kasus pelanggaran yang merusak fasilitas dan mengakibatkan banyak kerugian bagi kampus itu merupakan kesalahan fatal. Penyelesaian secara kekeluargaan bisa saja ditempuh jika didapatkan kelancaran dalam penyelidikan dan tersangka mempertanggungjawabkan tindakannya dengan mengganti berbagai kerusakan tersebut.
Apakah perlibatan polisi merupakan solusi untuk masalah di kampus?
Hal itu kembali lagi pada bentuk dan dampak kasusnya. Kalau kasus tersebut tidak merusak fasilitas maka cukup kode etik saja yang berjalan. Namun, polisi harus terlibat kalau kriminalnya sudah tidak bisa kita tangani seperti merusak dan mengganggu ketertiban kampus. Insititusi kepolisian itu dilibatkan kalau tidak ada pilihan lain atau istilahnya ultimum remedium.
Secara aturan formal di kampus, apakah itu diperbolehkan?
Langkah terakhir yakni melibatkan institusi kepolisian memang perlu agar membantu proses penyelidikan hingga didapatkan akar permasalahan. Namun, meskipun ada kasus yang dilaporkan pada polisi, saya kira kode etiknya juga akan tetap berjalan. Polisi juga tidak akan melampaui batasannya dalam suatu kasus karena mereka masuk dengan izin kampus. Selain itu, setiap perkembangan penyelidikan pasti akan dilaporkan pada pihak kampus. Pelibatan polisi juga menjadi bentuk pencegahan dengan diberikannya arahan untuk memperkuat keamanan dalam kampus, seperti menambah CCTV dan pelatihan bagi keamanan kampus.
Bagaimana kriteria suatu kasus perlu dilaporkan kepada polisi atau dapat ditangani melalui proses internal universitas?
Ketika kasus itu menyebabkan kekacauan yang besar dalam lingkup universitas maka tidak ada alasan untuk memilih diselesaikan secara internal. Apalagi jika tidak ada yang mengaku terlibat dalam aksi tersebut maka akan dilaporkan pada polisi.
Aturan kode etik dan tindak pidana itu merupakan dua hal yang berbeda. Intinya satu hal yang pasti, Rektor tidak pernah berniat untuk memenjarakan mahasiswanya. Hanya saja hukuman untuk menciptakan efek jera harus diambil apalagi kalau kasus yang terjadi bukan perkara kecil.
Kampus pasti tidak akan menutup mata dengan kelanjutan pendidikan mahasiswa. Selagi didapatkan kerja sama yang baik dari mereka yang terlibat dan mau untuk bertanggung jawab maka kampus tidak akan melapor ke polisi.
Perlibatan polisi di kampus dapat mematikan demokrasi dan sikap kritis mahasiswa. Itu menurut Anda bagaimana?
Saya kira itu salah persepsi. Ini bukan lagi Orde Baru, sekarang eranya keterbukaan. Tidak mungkin polisi mau menekan sembarangan orang. Mereka juga memiliki Standard Operating Procedure (SOP). Saya kira demokrasi dan kebebasan berpendapat di dalam kampus tetap berjalan. Seandainya penggunaan polisi dapat mematikan demokrasi maka pasti tidak akan ada lagi aksi di dalam kampus.
Penggunaan polisi tidak akan mematikan demokrasi. Buktinya orang bebas berbicara dan berdemonstrasi. Polisi itu dilibatkan hanya untuk menciptakan kerukunan dalam kampus bukan bertujuan membekukan ruang demokrasi.
Apa harapan Anda terkait penanganan masalah oleh universitas kedepannya?
Kalau saya tentu tetap mengutamakan persuasif. Sekali lagi keterlibatan polisi merupakan pilihan terakhir. Sisanya tinggal diarahkan saja ke hal positif agar tidak merusak seperti beberapa kasus.
Mahasiswa juga harus memahami era dulu dengan sekarang itu jauh berbeda. Tidak selamanya kita harus membudayakan hal-hal yang terjadi kemarin. Sekarang semuanya memiliki peraturan dan sanksi. Sebagai mahasiswa fokus utama adalah menuntut ilmu dan perlihatkan kualitas skill dengan mengikuti kegiatan positif untuk mengembangkan keterampilan diri demi masa depan yang baik.
Tim Lipsus
*Liputan pertama kali terbit di Majalah identitas Edisi Maret 2024