Dari Rembuk Nasional Gerakan Mahasiswa Indonesia bermetamorfosis menjadi Jaringan Nasional Mahasiswa Indonesia sampai akhirnya ke Persatuan Nasional Aktivis 98.
Pernah mendengar Pena 98? Bagi mahasiswa yang aktif dengan dunia pergerakan tahun 1990-an, Pena 98 mungkin tidak asing di telinga mereka. Apalagi mereka yang terlibat dalam aksi penurunan Presiden Soeharto.
Pena 98, singkatan Persatuan Nasional Aktivis 98. Perkumpulan ini terdiri dari pemuda-pemudi yang bergerak sebelum dan sesudah Presiden Soeharto mengundurkan diri.
Kala itu, mahasiswa mengadakan pertemuan-pertemuan yang dinamakan Rembuk Nasional Gerakan Mahasiswa Indonesia. Setidaknya sebelas pertemuan terlaksana di beberapa provinsi. Di dalam rembuk nasional itu, banyak organisasi yang ikut, salah satunya Aliansi Mahasiswa Pro Demokrasi (AMPD) yang berasal dari Makassar.
Berbagai tatap muka terlaksana. Alhasil, seluruh aktivis mahasiswa menyepakati membentuk Jaringan Nasional Mahasiswa Indonesia (JMNI) di Universitas Udayana, Bali pada tahun 1999. Hasbi, Presidium Pena 98 di Makassar, menjelaskan, JNMI inilah yang kemudian menjadi cikal bakal Perhimpunan Nasional Aktivis 98. Lalu, mereka memutuskan nama Perhimpunan diubah menjadi Persatuan.
JNMI dibentuk dengan tujuan melakukan reformasi dan mengadili Mantan Presiden Soeharto beserta kroni-kroninya. “Selain itu, kami menuntut pertanggung jawaban atas beberapa nyawa yang melayang serta penghilangan secara paksa aktivis mahasiswa,” lanjut Hasbi Lodang.
Sembilan tahun pasca reformasi, pembentukan Pena 98 dengan agenda yang berbeda dari sebelumnya digelar. Kesepakatan membentuk organ nasional tersebut dihadiri lebih 680 orang dari 33 provinsi. Mereka berinisiatif menghimpun kekuatan angkatan ‘98 agar tetap bersatu memperjuangkan agenda reformasi.
Artinya, sejarah bahwa para aktivis pun sama-sama merasakan panas-panasan, di atas aspal, dan merasakan representatif militer. Serta anggapan, berhentinya Soeharto bukan akhir dari aksi reformasi maka perlu keberlanjutan.
Para aktivis lalu sepakat untuk menghimpun beberapa organisasi agar betul-betul memperjuangkan cita-cita Reformasi. Strateginya dengan merebut ruang-ruang kekuasaan dan mengupayakan konsolidasi dan regenerasi kepemimpinan politik. Akhirnya, Perhimpunan Nasional Aktivis 98 di deklarasikan di Hotel Grand Cempaka, Jakarta pada 27-29 Juli 2007.
Deklarasi PENA 98 saat itu tidak mendapat kendala. Bahkan pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono sangat mendukung. “Kita menciptakan sejarah baru, tidak seperti angkatan-angkatan sebelumnya, kita betul-betul membangun komunikasi sampai sekarang,” tegas Hasbi kembali.
Berhubung anggota PENA 98 terbatas, artinya hanya mereka yang terlibat dalam aksi 98, maka dibentuk organisasi sayap yakni Posko Perjuangan Rakyat (POSPERA). Organisasi ini dideklarasikan pada tanggal 28 September 2014. Saat itu menyepakati merubah nama dari Perhimpunan Nasional Aktivis 98 menjadi Persatuan Nasional Aktivis 98. Pada perkembanganya, sampai sekarang sudah terbentuk LBH Pospera, Tunarungu Pospera, dan Dewan Mahasiswa sebagai elemen dari Pospera.
Hasbi mengatakan akan terus mendorong mantan aktivis untuk dapat terjun ke politik dan pemerintahan. Beberapa diantaranya bahkan sudah menjadi anggota DPR-RI yakni Akbar Rendra anggota DPRD Maros. Ada pula yang menjabat sebagai juru bicara debat Presiden Joko Widodo, Adian Napitupulu.
“Saya anggap, kawan-kawan yang bergerak dan berjuang pada saat itu paham akan kondisi bangsa, mantan aktivis yang memang dianggap kredibel dan trek rekornya jelas kita dorong dan itu menjadi cita-cita kita,” tutur Hasbi mantan kordinator AMPD.
Berbeda dengan organisasi pada umumnya, Pena 98 tidak memiliki ketua melainkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) yang dijabat Adian Napitupulu, SH. Adapun di tingkat provinsi terdapat presidium yang memiliki anggota.
Pena 98 tidak memiliki program kerja. Hanya cita-cita untuk selalu melihat kepentingan masyarakat bukan dari segi politik. Keinginan ini tampak dengan dibentuknya Pospera. “Tidak dikatakan ini sebagai program unggulan, namun itu cita-cita,” imbuhnya.
Lebih lanjut ia menuturkan, Pospera bergerak di bidang sosial, ekonomi, dan budaya. Misalnya menyediakan ambulance. Adapun Pospera Tuna Rungu telah bekerjasama dengan Kementerian Sosial RI untuk membagikan alat dengar untuk Tunarungu. Sedangkan kerja sama dengan Kementerian Pertanian untuk mendukung swasembada pangan, utamanya Jagung.
Baru-baru ini, Pena 98 mengadakan kerjasama dengan Universitas Hasanuddin untuk memperingati 20 tahun reformasi. Rangkaian kegiatannya berupa pameran foto aksi pada tahun 1998, diskusi dan pemutaran film.
“Bukan hanya di Unhas, di beberapa provinsi juga dilaksanakan, dan melalui acara itu cara kami mengingatkan kembali betapa kelamnya orde baru saat itu,” tuturnya
Hasbi mengungkapkan, capaian tidak diukur oleh penghargaan, piagam atau apapun yang menampakkan keberjasaan individu atau suatu kelompok kepada masyarakat. Melainkan bagaimana kita berperang untuk tetap menyuarakan Pancasila sebagai asas negara kita.
“NKRI harga mati, itu tetap kita utamakan, penghargaannya itu bukan dari piagam-piagam, tapi dari rakyat, legitimasi rakyatlah yang kita inginkan.,”tambahnya.
Arisal