Peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi (Pankas) Fakultas Hukum (FH) Unhas, Ahkamul Ihkam Mada, bersama dosen FH Universitas Muslim Indonesia, Muh Fauzi Ramadhan menyoroti terkait kasus korupsi yang terjadi di Kabupaten Takalar. Hal ini terlihat dalam seminar hasil penelitian bertajuk “Menelisik Dampak Korupsi Tambang Pasir Laut di Wilayah Pesisir Kabupaten Takalar.” Kegiatan berlangsung di Aula lantai 2 Hotel and Convention Unhas, Sabtu (14/09).
Ahkamul mengatakan, prinsip-prinsip terkait kesejahteraan rakyat, keadilan sosial sudah diperdebatkan sejak dulu. Meski demikian, hak-hak dari para nelayan, khususnya di Takalar, saat ini belum terpenuhi.
“Penelitian ini fokus pada kasus korupsi yang terjadi di Takalar. Akan tetapi tidak hanya di Takalar yang terjadi. Hal ini disebabkan adanya korupsi yang terstruktur di negara Indonesia,” katanya.
Ahkamul menambahkan bahwa tingkat korupsi saat ini ada kaitannya dengan regulasi yang sangat lemah. Menurutnya, regulasi yang ada saat ini sengaja dibuat selemah mungkin untuk mengakomodasi kepentingan tertentu.
Sementara itu, Fauzi dalam sesinya mengatakan bahwa asal mula lahirnya koruptor berawal dari sifat hedonisme. Sifat kesenangan yang tiada terkira dan keinginan dan nafsu yang tanpa batas.
“Itulah hedonisme postmodern hari ini. Bahkan sejarah mencatat bahwa korupsi lahir saat kolonialisme belanda pada tataran kerja Rodi,” tuturnya.
Fauzi menyebut, sektor yang rentan untuk mengalami tindak pidana korupsi, yaitu dana desa, pemerintahan, infrastruktur, perbankan, dan SDA. Dari hal tersebut, lahir UU yang mengatur hal tersebut sebagai pencegahan terjadinya korupsi, akan tetapi terjadi pencabutan dan penggantian UU perihal tindak pidana korupsi.
“Setelah itu, tidak ada lagi yang percaya kepada penegak hukum di masa itu, sehingga melahirkan suatu komisi tersendiri dengan landasan konstitusional pada UU No. 30 tahun 2002 tentang komisi pemberantasan korupsi,” jelasnya.
Ismail Basri