Keluarga Mahasiswa Profesi Pemanfaatan Sumber daya Perikanan, Keluarga Mahasiswa Perikanan (KMP PSP KEMAPI) Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas kembali mengadakan Webinar Sustainable Fishing bertajuk “Bom dan Bius Mengancam Kawasan Konservasi di Sulawesi Selatan” Pada Kamis, (05/11/20) melalui Zoom Meeting.
Narasumber yang terlibat diantaranya Kepala Balai Taman Nasional Taka Bonerate, Faat Rudhianto SHut MSi, Kepala Cabang Dinas Kelautan Wilayah Mamminasata, H. Suhartono Nurdin S PI MP PhD, Koordinator WiLKER TWP Kapoposang, Ilham Mahmud S KEL, Executive Director Asosiasi Pengelolaan Rajungan Indonesia (APRI), Dr rer Nat Hawis Madduppa S Pi M Si, Dosen FIKP Unhas, Dr Ir Alfa Filep Nelwan M Si, dan Ketua LSM Mattirotasi, Muh Ikhsan Idrus S Pi M Si.
Pada sesi pertama, Faat menjelaskan tentang bagaimana tingkat ketergantungan masyarakat Taka Bonerate terhadap sumber daya laut. Dalam praktiknya, terkadang masih terjadi illegal dan destructive fishing, konflik pemanfaatan, serta sampah domestik yang masih menjadi tantangan besar yang dihadapi di wilayah Taka Bonerate.
Materi selanjutnya, Ilham menjelaskan akan aktivitas Destructive Fishing lebih dalam. Utamanya pada wilayah Kapoposang, bentuk yang dilakukan di mana 50% merupakan kasus ringan seperti penggunaan kompresor, 21% penggunaan bom, dan 23% penggunaan bius.
“Aktivitas tersebut merusak wilayah konservasi seperti pada terumbu karang. Karenanya dilakukan beberapa bentuk rehabilitasi juga pada terumbu karang. Rehabilitasi masyarakat dengan metode meja beton dan rangka web spider di mana ini dilakukan dalam bentuk kelompok,” tambahnya.
Upaya penyadaran masyarakat juga runut dilakukan dari pintu ke pintu, memberikan pengenalan alat yang ramah lingkungan, menyadarkan masyarakat agar tidak menggunakan bom lagi dengan menandatangani perjanjian.
“Selama pelaksanaannya ada enumerator yang terlibat mencatat besar ledakan yang terjadi di dalam kawasan laut tahun 2014 sangat tinggi. Namun, dari tahun ke tahun mengalami penurunan signifikan. Kasus penangkapan ilegal itu dilakukan penanganan penindakan pembinaan untuk kasus ringan” sambungnya.
Alumni Institut Pertanian Bogor itu lanjut menjelaskan tentang APRI yang telah tersebar di seluruh Indonesia, termasuk di Sulawesi Selatan. Fokus utama APRI ada pada rajungan. Alasannya, rajungan merupakan komoditas andalan Indonesia.
Dalam kegiatan ekspor rajungan perlu sekali memperhatikan sustainable fishing ini, dan itu menjadi syarat penting yang diajukan Amerika, melihat 80% daging rajungan tersebut di ekspor ke Amerika dan hanya 15% ke negara lain.
“Eksploitasi besar besaran, penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, serta penangkapan rajungan kecil dan bertelur adalah isu yang marak pada destructive fishing khususnya rajungan ini. Hal tersebut akan sangat besar dampaknya terhadap produksi rajungan,” rincinya.
Bentuk fokus kegiatan yang dilakukan APRI ini ada pada sistem keterlurusan, pendataan dan peningkatan stok, kolaboratif manajemen yang adaptif, penggunaan alat tangkap ramah lingkungan, sosialisasi kelompok nelayan untuk patuh aturan, serta penguatan kelembagaan.
Pada sesinya, Dosen Unhas ini menerangkan bentuk kerusakan wilayah laut itu akibat aktivitas penangkapanan yang tidak bertanggung jawab, seperti menyemprot natrium sianida, bahan peledak, dan alat tangkap yang rusak dibiarkan dalam laut dan menewaskan ikan.
Selama melakukan pendampingan di wilayah Galesong, Ikhsan, Ketua LSM Mattirotasi ini menceritakan pengalamannya bersama LSM Mattirotasi diantaranya bentuk pendampingan praktik perikanan berupa pembentukan kelompok, pelatihan dan implementasi BMP Ikan karang, pengumpulan data serta memfasilitasi transaksi perdagangan antara kelompok nelayan dengan pembeli.
“Tantangan yang kami hadapi lebih ke kesadaran nelayan, banyak masyarakat yang beralih profesi karena tangkapan semakin kurang dan jauhnya daerah menangkap. Karena itu kami melakukan tindak lanjut, penguatan SDM, regulasi perikanan ramah lingkungan, serta keterlibatan LSM, Keterlibatan penyedia modal LSM, Akademisi, dan pemerintah,” jelasnya.
Kemudian Suhartono mewakili Dinas Kelautan Wilayah Mamminasata menyampaikan program kerja yang dilaksanakan Cabang Dinas Mamminasata, seperti menjalankan fungsi pengawasan dan konservasi wilayah yang bertujuan mengawal keberlanjutan wilayah perikanan di lingkup kerjanya.
Pemberantasan kemiskinan, kerusakan lingkungan, keanekaragaman hayati, penurunan stok pangan dan sumber daya alam, kesiapan mitigasi bencana, dan perubahan iklim merupakan isu utama wilayah pesisir di Sulawesi Selatan.
“Kegiatan utama yang kami lakukan berikut pengawasan patroli dan pengawasan UU Fishing, pembinaan kelompok masyarakat, penyediaan sarana prasarana, pengawalan kegiatan konservasi seperti penanaman mangrove, tambatan perahu, bersih pantai dan rumah ikan,” papar Suhartono.
Faktor yang menjadi penyebab destructive fishing adalah bahan baku pembuatan peledak yang dapat diperoleh dengan mudah. Hutang pada juragan yang memaksa nelayan melakukan penangkapan semaksimal mungkin, ketidakpahaman akan destructive fishing, tingginya permintaan ikan hidup, minimnya keterampilan nelayan, dan vonis pelaku yang masih rendah.
M126
Baca Juga : KMP PSP Kemapi Unhas Siap Gelar Lima Kegiatan dalam Satu Rangkaian