Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik (Himapol) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unhas mengadakan diskusi bertajuk ” Buzzer dan UU ITE Dalam Kekaisaran Demokrasi Digital”. Kegiatan kali ini menghadirkan alumnus Jurusan Ilmu Politik Unhas, Akbar Najemudin SIP sebagai pemantik melalui Zoom, Minggu (14/2).
Akbar menyampaikan, poin utama dari demokrasi ialah penempatan kesetaraan dan kesamaan. “Dari beberapa rujukan yang saya baca, intisari demokrasi adalah kesetaraan, persamaan, dan pembebasan,” ucapnya.
Demokrasi dalam konteks pembebasan bukanlah kebebasan liberal, melainkan kebebasan setiap individu dengan tetap terikat oleh aturan yang berlaku. Sementara itu, terdapat pembatasan dengan diperbaruinya UU No 19 tahun 2016 terkait Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Keberadaan UU ini sebenarnya menutup ruang diskusi, krisis, maupun opini kita terhadap sesuatu yang tidak sesuai pikiran. Kemudian, kita akan berada pada pertanyaan tentang dimanakah letak kebebasan berada,” ujar Akbar.
Di 2020, relevansi ketakutan orang bersuara sudah banyak. Sudah ada 59 kasus yang masuk kategori pelanggaran UU ITE, salah satunya kasus pencemaran nama baik. “Kasus ini terjadi di ruang publik. Penyerangannya sendiri terjadi secara individu, bukan lagi secara gagasan, dan konsep. Ini bukan lagi kita mengkritik kebijakan, tetapi kita menyerang individu dari pembuat kebijakan,” terang Akbar.
Di akhir kesempatan, Akbar mengatakan adanya konsekuensi dari kemajuan teknologi. Tidak ada lagi kondisi kontrol dalam media sosial.
“Semua orang berhak atas itu. Ruang publik kita akan menjadi sebuah masalah,” tutup Akbar.
M204