Covid-19 yang kini menjadi momok di kalangan masyarakat belum menemui titik terang. Berbagai cara dilakukan agar terhindar dari penyebaran virus ini, salah satunya adalah mencuci tangan secara rutin dan menggunakan cairan pembersih tangan (hand sanitizer).
Hingga saat ini, hand sanitizer menjadi produk kesehatan yang paling banyak dicari masyarakat sehingga berdampak pada kelangkaan di pasar. Karena itu, berbagai inisiatif muncul untuk membuat hand sanitizer secara mandiri. Di internet, masyarakat dapat menemukan bermacam tutorial untuk membuat cairan pembersih tangan tersebut.
Dalam rilis yang diterima pada Rabu (25/3), anggota Tim Satgas Covid-19 Unhas, Dr Yusnita Rifai MPharm Apt, menjelaskan seluk-beluk penggunaan hand sanitizer. Sesuai protokol panduan pencegahan penyebaran Covid-19 dari Kementerian Kesehatan RI, hand sanitizer seyogyanya digunakan dalam keadaan tidak tersedia air mengalir dan sabun.
“Hand sanitizer bersifat portable atau dapat dibawa kemana-mana, mudah pemakaiannya, dan mengandung bahan antiseptik. Antiseptik adalah germisida pembunuh kuman. Bahan aktifnya adalah alkohol dengan kadar 60-90% yang bersifat membunuh virus,” jelas Yusnita.
Lebih lanjut, Yusnita menambahkan bahwa hand sanitizer digunakan seperlunya saja, misalnya sebelum dan setelah bersentuhan dengan benda yang dikhawatirkan terpapar virus. Misalnya, setelah menyentuh gagang pintu yang banyak disentuh orang lain, atau bersalaman dengan orang yang kita tidak ketahui. “Covid-19 itu menular melalui droplet di udara yang dapat bertahan beberapa jam di atas permukaan aluminium, logam dan bahan lainnya. Pada imported case dan local transmission, virus penyebab Covid-19 dapat diinaktivasi dengan bahan-bahan antiseptik dan desinfektan,” tambahnya.
Setelah merebaknya wabah Covid-19, di masyarakat kini banyak sekali beredar hand sanitizer yang tidak terstandarisasi dan tidak memiliki surat izin edar dari otoritas terkait. Tentu hal ini mengandung risiko bahaya, mengingat ada standar yang harus diikuti dalam membuat suatu produk kesehatan, termasuk hand sanitizer.
“Beberapa standar pembuatan hand sanitizer itu antara lain kadar alkohol yang harus sesuai. Jika kurang dari 60% itu tidak cukup untuk membunuh virus. Sementara jika berlebihan itu mudah menguap dan mudah terbakar. Ini tentu berbahaya bagi pengguna,” kata Yusnita.
Menurunya, hand sanitizer yang tidak mengandung humektan juga berbahaya, karena akan menyebabkan kelembaban rendah. Selain itu, ada juga bahan-bahan kimia yang seharusnya tidak terdapat dalam hand sanitizer, seperti lysol atau bleaching agent. “Jika hand sanitizer mengandung zat kimia yang tidak terstandar dapat berakibat kulit tangan kering, teriritasi, menimbulkan efek gatal-gatal, hingga terjadi reaksi alergi,” sambungnya.
Dekan Fakultas Farmasi Unhas, Subehan SSi MPharm Sc PhD Apt menambahkan, masyarakat saat ini banyak yang salah paham terkait masalah penggunaan hand sanitizer. Banyak anggapan bahwa jika menggunakan cairan pembersih tangan maka akan terlindungi dari virus dan bakteri.
“Ini anggapan yang keliru. Hand sanitizer itu bukan seperti krim anti nyamuk, yang kalau dipakai akan membuat kita terlindungi dari gigitan nyamuk. Banyak yang memakai hand sanitizer, dengan harapan dirinya tidak akan dihinggapi virus,” kata Subehan.
Subehan kembali mengingatkan bahwa hand sanitizer itu berfungsi untuk membunuh mikroba, baik bakteri maupun virus. Asumsinya, setiap orang menyentuh suatu benda atau bersentuhan dengan orang lain (misalnya bersalaman), ada kemungkinan terjadi transmisi bakteri dan virus.
“Nah dengan menggunakan hand sanitizer, kita membersihkan bakteri dan virus yang melekat di tangan. Sebab, tangan adalah bagian yang paling rentan menjadi medium transmisi bakteri dan virus. Gunakan hand sanitizer setiap selesai beraktivitas. Saat wabah terjadi seperti ini, gunakan hand sanitizer setiap usai menyentuh benda lain yang sering disentuh orang banyak,” kata Subehan.
Wandi Janwar