Senat Akademik (SA) Universitas Hasanuddin (Unhas) mengukuhkan Prof Dr Sri Suro Adhawati SE MSi sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Ekonomi Makro dan Mikro Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP). Pengukuhan berlangsung pada Sidang Senat Akademik di Ruang Rapat Senat, Lantai 2 Gedung Rektorat Unhas, Selasa (15/04).
Prof Sri menyampaikan pidato pengukuhan berjudul “Model Rekonstruksi Aktivitas Ekonomi Masyarakat Pesisir Perspektif Kebijakan Alat Tangkap Ramah Lingkungan”. Dalam orasinya, ia menyoroti dampak kebijakan larangan penggunaan alat tangkap ikan jenis jaring tarik. Hal ini seperti trol dan cantrang, yang dinilai merusak lingkungan laut dan mengancam keberlanjutan sumber daya ikan.
Meski bertujuan baik, kebijakan tersebut menyebabkan efek berganda (multiplier effect) terhadap kehidupan sosial-ekonomi nelayan pesisir. Akibatnya banyak nelayan terpaksa menggadaikan harta seperti emas, hingga berutang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Larangan itu memicu pengangguran struktural. Nelayan kehilangan pendapatan, bahkan kesejahteraan turun hingga 74,4 persen,” ungkapnya.
Adapun penelitian Prof Sri mencakup tiga lokasi pesisir di Sulawesi Selatan, yakni Takalar, Pangkep, dan Kota Palopo. Temuannya menunjukkan nelayan berupaya beradaptasi dengan mengganti alat tangkap ramah lingkungan yang direkomendasikan pemerintah. Namun, transisi ini tidak selalu mudah atau menguntungkan.
“Rekonstruksi investasi alat tangkap memerlukan biaya besar dan keterampilan baru. Kesalahan dalam memilih alat tangkap bisa memperburuk kondisi ekonomi nelayan,” jelasnya.
Melalui pendekatan holistik, Guru Besar FIKP tersebut menawarkan enam model alternatif rekonstruksi ekonomi nelayan. Mulai dari tanpa rekonstruksi hingga penggantian total alat tangkap. Ia juga mengkaji empat jenis alat tangkap alternatif, dengan jaring Insulator sebagai prioritas utama berdasarkan efisiensi dan keamanan lingkungan.
“Pendekatan holistik menghasilkan kebijakan yang lebih berkeadilan, produktif, dan berkelanjutan. Jangan sampai kebijakan lahir tanpa memahami kompleksitas realitas di lapangan,” pungkasnya.
Di akhir pidatonya, ia menekankan pentingnya kebijakan perikanan yang tidak hanya berbasis aspek biologis, tetapi juga mempertimbangkan sosial, ekonomi, dan teknologi. Ia mengingatkan kebijakan yang terlalu sering direvisi hanya akan memutar siklus ketidakpastian nelayan.
Marcha Nurul Fadila Jalil
