Mendapatkan kasih sayang bagi seorang anak merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangannya secara emosional, sosial, dan mental. Hal itu dikarenakan pertumbuhan dan perkembangan emosional dan mental seorang anak sangat dipengaruhi oleh didikan orang tua dan lingkungannya. Oleh karena itu, memberikan perhatian kepada anak menjadi suatu hal yang harus diperhatikan.
Menurut data yang dirilis Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI-PPA), sejak Januari sampai dengan Februari 2024, jumlah kasus kekerasan terhadap anak telah mencapai 1.993. Anak yang seharusnya mendapatkan perlindungan dan kasih sayang malah menjadi korban kekerasan oleh lingkungan sekitarnya.
Lalu bagaimana tindak kekerasan bisa berdampak signifikan terhadap anak-anak dan bagaimana upaya penanganannya? Simak wawancara khusus Reporter PK identitas Unhas, Miftah Triya Hasanah, bersama Dosen Psikologi Unhas, Susi Susanti SPsi MA, Sabtu (6/4/2024).
Menurut Anda, apa saja yang dikategorikan sebagai bentuk kekerasan terhadap anak?
Kekerasan itu ada dua macam. Kekerasan secara verbal dan kekerasan secara fisik. Jadi anak-anak itu memang rentan mendapat kekerasan baik verbal maupun fisik.
Berita-berita yang marak belakangan, yakni penganiayaan yang dilakukan oleh pengasuh maupun oleh ayahnya itu adalah bentuk kekerasan fisik. Kekerasan fisik ini tentu berpengaruh pada mental si anak karena memiliki pengalaman buruk terkait orang-orang sekitarnya.
Sementara kekerasan verbal, salah satu contohnya adalah makian, dibanding-bandingkan, dan diejek atau membentak secara berlebihan.
Apa yang menjadi penyebab utama sehingga seseorang melakukan kekerasan pada anak?
Manusia adalah makhluk yang memiliki kemampuan pertahanan diri. Dalam struktur otak manusia, terdapat amigdala yang memiliki fungsi untuk merespons situasi. Ketika terdapat stimulasi dari luar, manusia akan merasa terancam.
Individu kemudian bereaksi yang mana akan menurut pada emosinya. Jika emosinya belum matang, orang tersebut bisa mengeluarkan kata-kata atau tindakan yang sebenarnya kalau secara sadar dia tidak ingin ucapkan atau lakukan karena adanya stimulasi dari luar tersebut.
Terkadang anak-anak bertindak tidak sesuai keinginan kita, maka itu menjadi salah satu dorongan eksternal dan membuat orang disekitarnya tertekan. Maka penting untuk orang tua khususnya memiliki kematangan emosi agar reaksi yang dihasilkan tidak berlebihan hingga akhirnya berdampak ke anak tersebut.
Apa yang perlu dilakukan agar tidak muncul reaksi berlebihan sehingga akan menyakiti anak?
Jadi memang perlu belajar untuk meregulasi emosi. Itu bisa dilakukan dengan latihan-latihan yang biasa digunakan, misalnya sabar mengantri. Regulasi emosi itu bagian dari menahan diri atau secara sadar mengeluarkan respons. Ketika ada stimulus mengancam dari luar, reaksi kita dapat secara sadar memberikan respons terhadap orang lain.
Bagaimana dampak kekerasan pada anak-anak ini mempengaruhi perkembangan emosional dan psikologis mereka?
Tentu pengaruhnya akan sangat besar. Akan tetapi, tergantung pada seberapa besar makna yang dimiliki oleh anak atau seberapa besar muatan emosi yang diterimanya. Sebagai contoh, jika anak tersebut mendapat bentakan, namun kemudian diberi penjelasan, maka anak akan lebih memahami dan mungkin bisa memaafkan.
Namun jika kekerasan fisik terjadi, ini bisa menyebabkan trauma pada anak. Contohnya, melihat mata yang melotot dapat membuat anak merasa tidak aman atau terancam. Sebagai akibatnya, anak mungkin menjadi takut pada orang lain karena telah mengalami perlakuan tersebut.
Apa yang bisa dilakukan agar trauma semacam itu bisa dihilangkan?
Orang tua harus memunculkan rasa sayang, sehingga ada pemaafan dan anak menjadi lebih paham terhadap kejadian tersebut. Jadi bukan malah menghindarkan dan menambah-nambahkan, itu cukup di ranah hukum saja. Kita fokus pada perbaikan psikologi anaknya.
Kalau masih anak-anak, kemungkinan untuk sembuh dari trauma itu lebih mudah, karena yang menentukan adalah tindakan penyembuhan seperti apa yang dilakukan setelah sebuah insiden terjadi.
Bagaimana pola pengasuhan orang tua berkontribusi terhadap pencegahan risiko kekerasan yang terjadi pada anak?
Di era sekarang, orang tua yang sibuk bekerja membutuhkan bantuan orang lain untuk mendampingi anak-anak mereka. Maka, membangun pondasi terlebih dahulu dengan mempersiapkan baik diri sendiri maupun pengasuh menjadi sangat penting.
Orang tua juga perlu memberikan pendekatan emosional dan batasan-batasan kepada pengasuh, serta membangun pola komunikasi efektif dengan calon pengasuh dan anak untuk mempererat kedekatan emosional serta mendorong anak untuk berbicara saat ada masalah.
Dalam mengevaluasi situasi anak, perlu mempertimbangkan semua faktor dan pihak terlibat, karena pengalaman anak dipengaruhi oleh interaksi dengan orang lain dan berbagai faktor di sekitarnya.
Bagaimana orang tua seharusnya memperlakukan anak yang telah menjadi korban kekerasan?
Orang tua harus lebih banyak membangun kedekatan emosional dengan anak, seperti memeluk dan kembali membangun harga dirinya dengan mengucapkan kalimat-kalimat positif kepada anak.
Dalam hidup, kenangan masa kecil selalu berdampingan dengan kenangan baik dan buruk. Penting agar kenangan baik dapat lebih diingat dan memengaruhi anak-anak kita dibanding pengalaman buruk yang pernah dialami. Membangun kepercayaan dengan anak juga penting dan dari segi emosional, serta untuk melatih kecerdasannya.
Data Diri Narasumber:
Nama Lengkap: Susi Susanti SPsi MA
Tempat dan Tanggal Lahir: Riau, 20 Februari 1992
Riwayat Pendidikan:
S1: Psikologi, Universitas Ahmad Dahlan
S2: Psikologi, Universitas Gadjah Mada