“Man jadda wa jada: barang siapa bersungguh-sungguh ia akan mendapatkannya”.
Terekam jelas di ingatan Wiwin saat mendaftarkan diri menjadi salah satu peserta Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2017 silam. Berhari-hari ia berdebat dengan pikirannya untuk memutuskan antara bertahan menjadi pramusaji di salah satu restoran Jepang atau melanjutkan mimpinya untuk berkuliah di perguruan tinggi negeri.
Momen pendaftaran itu menjadi saksi bisu perjuangan Wiwin. Di saat kebutuhan hidup keluarga ditanggung oleh Ibunya seorang, ia malah meninggikan egonya untuk tetap lanjut berkuliah.
Tulisan ‘Jangan Menyerah’ di portal SBMPTN menjadi cambukan baginya agar tidak menyerah dalam menggapai impiannya untuk berkuliah di universitas negeri pilihannya. Dengan doa dan semangat pantang menyerah, Wiwin berhasil mewujudkan impiannya tersebut, sekaligus jadi kado terindah buat Ibunya. Tak hanya itu, momen haru tersebut berhasil membuat Ibunya berderai air mata bangga atas prestasi yang anaknya terima.
Kelulusan itu sempat tidak ingin Wiwin indahkan, dikarenakan persoalan ekonomi. Hal ini terjadi karena keuangan Ibunya saat itu masih berada di titik paceklik. Bahkan memenuhi kebutuhan keluarga saja tidak cukup ditambah ingin menafkahi keinginannya untuk tetap mewujudkan cita-citanya berkuliah.
Perkataan Ibunya membuatnya tertampar, “Ini mimpimu, maka wujudkanlah semoga dengan ini kamu bisa sukses”, ucapnya dengan mata berkaca-kaca. Tak ingin membuat Ibunya lebih menderita lagi karena keinginannya, Wiwin pun inisiatif mencari informasi beasiswa di dunia maya.
Usai melakukan pencarian informasi selama beberapa hari, Wiwin mendapat beberapa list beasiswa untuk ia daftarkan, di antaranya Bidikmisi dan Rumah Bina Karakter (RBK). Setelah menyiapkan semua berkas yang diperlukan, Wiwin masih mencari daftar tambahan beasiswa lainnya, hal ini ia lakukan untuk mengantisipasi jika kedua kesempatan tersebut ditolak.
Saat itu, ia bergabung di grup aplikasi Line khusus Mahasiswa Baru (Maba) 2017 . Hal tersebut membuatnya mendapatkan banyak gambaran tentang universitas yang nantinya ia tempati untuk menimba ilmu dan memperoleh gelar sarjana.
Salah satu anggota dari grup line tersebut menyebar informasi tentang beasiswa dengan nama Beastudi Etos. Wiwin tidak tinggal diam, ia memanfaatkan informasi tersebut untuk menambah daftar tambahan beasiswanya. Ia mencari beberapa data terkait beasiswa tersebut. Selanjutnya ia cukup kerepotan karena beasiswa yang ia daftarkan ini syaratnya berbeda dengan beasiswa-beasiswa sebelumnya, tak hanya itu waktu pendaftarannya pun juga tinggal menyisakan beberapa hari.
Wiwin kalut dan pesimis, ia berpikir bagaimana nantinya bisa menyelesaikan semua berkas persyaratannya sedangkan waktu yang tersisa ia rasa tidak cukup. Tetapi dengan semangat menggebu-gebunya ia berusaha melengkapi satu-persatu berkas pendaftarannya. Langkah terakhir yang mesti ia lakukan adalah mengantarkan langsung berkasnya ke pusat atau melalui jasa pengantaran Kantor Pos.
Niat awal yang ingin ia lakukan adalah melalui jasa pengantaran, tetapi waktu yang ia miliki sangat terbatas karena hari tersebut merupakan hari terakhir pendaftaran, sehingga mengantarkan langsung adalah cara terakhir yang mesti ia lakukan.
Di hari pengumuman, ia berhasil lulus untuk mengikuti tahap wawancara di kedua beasiswanya, yakni RBK dan Beastudi Etos. Ia bersyukur karena jadwal wawancara keduanya tidak bertepatan sehingga ia mampu menghadirinya.
Pengumuman tahap akhir pun diumumkan. Ia mendapat notifikasi pesan di ponsel pintarnya yang menyatakan bahwa ia lulus dalam beasiswa RBK tersebut dan mendapat akomodasi berasrama selama setahun. Wiwin tidak langsung menerima beasiswa tersebut, karena ia masih menunggu konfirmasi pengumuman di beasiswa lainnya yang hanya berselang tiga hari.
Hari yang ditunggunya pun tiba, dengan hati yang penuh harap ia membuka portal pengumuman kelulusannya di gawai yang ia pegang, berkat kerja kerasnya sebagai pramusaji selama dua bulan. Dengan fokus ia mencari namanya di antara nama-nama yang lulus sebagai penerima Etoser (sebutan bagi penerima Beastudi Etos).
Alangkah gembiranya Wiwin saat menemukan namanya di antara beberapa nama yang dinyatakan lulus sebagai Etoser. Bersamaan dengan itu, ia langsung mengabari Ibunya tentang kabar gembira ini. Kebimbangan menyelimuti pikiran Wiwin, ia mesti menimbang dengan baik beasiswa apa yang harus ia pilih untuk menunjangnya di perguruan tinggi nanti. Ia tidak mampu menerima keduanya dikarena kedua beasiswa tersebut memiliki syarat yang mewajibkan setiap penerimanya wajib berasrama sehingga ia mesti memilih satu di antaranya.
Setelah memilih dengan berbagai pertimbangan, memilih menjadi Etoser adalah pilihan yang tepat. Karena dari visi dan misi serta program yang ditawarkannya lebih mampu menunjang kehidupannya di perguruan tinggi nantinya.
Sosok Wiwin dapat kita jadikan sebagai sebuah pelajaran, bahwa sebenarnya tidak ada hal yang sulit jika kita mau berusaha dengan kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas. Yang terpenting adalah adanya kemauan dan kesungguhan serta selalu menggunakan logika dan ilmu pengetahuan sesuai kapasitas kita masing masing yang telah Tuhan karuniakan.
Setiap manusia punya potensi untuk tumbuh dan berkembang, jadi bukan hanya sekedar tumbuh semata, melainkan harus berkembang. Tuhan sudah berikan modal dasar berupa otak dan akal yang lebih baik dibandingkan dengan mahluk lainnya di muka bumi ini. Jadi sangatlah keliru jika kita beranggapan bahwa nasib tidak bisa diubah.
Bahwa nasib kita itu, kita sendirilah yang menentukan, sebagaimana yang telah difirmankan oleh Allah dalam kitab suci Al-Quran bahwa “Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sampai kaum itu sendiri yang mengubah nasib atau keadaan yang ada pada dirinya,” (QS Ar-Ra’d 11).
Penulis
Muh. Arwinsyah
Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Unhas
Angkatan 2017
Reporter PK identitas