Kenyamanan dan passion menjadi pertimbangan untuk tetap bertahan atau meninggalkan jurusan yang telah dipilih.
Sejumlah calon mahasiswa baru memadati gedung rektorat. Mengenakan pakaian hitam-putih dan membawa berkas kelengkapan, mereka bersabar menunggu giliran mendaftar ulang. Tahun ini, Unhas kembali menerima ribuan mahasiswa baru. Unhas menyiapkan 7.458 kursi dengan persentase, 20 persen jalur SNMPTN, 50 persen SBMPTN, dan 30 persen jalur mandiri. Sedangkan yang berhasil menyandang status mahasiswa baru Unhas sejumlah 6.137.
Namun, tidak semua dari mereka murni mahasiswa yang pertama kali mendaftar di Unhas, khususnya jalur SBMPTN. Ada pula yang saat ini menyandang status mahasiswa aktif, tetapi mereka memilih untuk mendaftar kembali dengan jurusan berbeda. Alasan para mahasiswa untuk berkompetisi lagi pun beragam. Ada yang merasa jurusan sebelumnya tidak sesuai minat bakatnya, lingkungan yang tidak sesuai atau hanya sekadar mencoba peruntungan lainnya.
Seperti yang dialami Enrico Siahaan yang saat ini telah dinyatakan lulus SBMPTN di jurusan pendidikan dokter umum Fakultas Kedokteran (FK) tahun 2019. Sebelumnya, ia adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) Unhas angkatan 2018. Passion menjadi alasannya untuk pindah jurusan.
“Sejak kecil saya bercita-cita menjadi dokter. Selain itu, saya juga memang lebih senang mempelajari tubuh manusia secara umum dibandingkan hanya mempelajari gigi manusia,” bebernya kepada identitas, Senin (15/7).
Namun, apa daya di tahun 2018 lalu, ia gagal masuk Fakultas Kedokteran UGM yang menjadi pilihan pertamanya saat SBMPTN dan malah ‘nyangkut’ di pilihan ketiga, FKG Unhas. Mendapat kesempatan lulus di jurusan impiannya tahun ini jelas dipilihnya meski ia mengaku sebenarnya merasa tidak enak karena secara tidak langsung sudah mengambil satu jatah kursi bagi yang ingin berkuliah di kedokteran gigi.
Serupa tapi tak sama, Malik, Mahasiswa Farmasi 2018, bercerita bahwa tidak ada niat untuk pindah jurusan. Namun, ia mengikuti beberapa teman karibnya mendaftar ulang jalur SBMPTN. Malik mengaku termasuk orang yang susah bergaul sehingga jarang mendapat teman yang dapat mengerti dan sepemikiran dengan dia. Sehingga, selama berkuliah di Farmasi dia belum menemukan teman yang cocok seperti saat di SMA yang mampu membantunya bertahan.
Hal ini membuatnya terpuruk dalam belajar dan nilainya menurun. Dia pun sadar, lingkungan berpengaruh dalam menjalani proses pembelajaran. Alangkah beruntungnya, Malik dinyatakan lulus di FK. Dia pun tidak mau menyia-nyiakan kesempatan tersebut dan dapat berkuliah di jurusan yang sama dengan tiga teman dekatnya.
Berbeda dengan Gabriela Eurika, mahasiswa Psikologi 2018 yang di tahun sebelumnya mengambil jurusan Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian. Ia mengaku tidak nyaman menjalani proses perkuliahan di Fakultas Pertanian. Demi menghindari stres berlebih, ia pun tes SBMPTN lagi.
“Stresnya karena laporan banyak. Belum selesai satu laporan udah disuruh buat laporan yang lain lagi. Karena kegiatan lab jadi aku nda bisa fokus sama perkuliahan di kelas,” ucapnya.
Tak dapat dipungkiri bahwa pindah jurusan menjadi fenomena tahunan. Melihat hal itu, Dosen Psikologi, Istiana Tajuddin S Psi M Psi menyampaikan, tidak ada literatur yang menjelaskan bahwa memang ada gejala orang senang pindah-pindah jurusan.
“Jika ada orang yang senang pindah-pindah jurusan biasanya karena ia sendiri bingung interestnya apa atau interestnya tidak sejalan dengan tuntutan lingkungan.”
Istiana juga menilai bahwa persoalan tersebut dapat merugikan semua pihak. Bagi mahasiswa lain yang benar-benar ingin kuliah di jurusan yang sama bisa kehilangan kesempatan.
“Hal tersebut juga bisa merugikan akreditasi prodi dan dianggap tidak mampu memberikan kesan yang baik kepada mahasiswa baru,” tuturnya.
Padahal, prodi dan departemen sudah memberikan gambaran mengenai perkuliahan secara spesifik sesuai jurusan serta peluang kerja yang bakal mereka pilih. Sejumlah informasi tersebut dapat ditemukan di website resmi prodi dan departemen maupun beberapa video di Youtube. Sebenarnya, keputusan untuk memilih jurusan harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab, ini berhubungan dengan keadaan kelak, tidak boleh asal memilih.
“Akan tetapi, kalau pun mahasiswa misalnya berada di jurusan ‘asal lulus’ maka cobalah lihat potensinya. Cobalah untuk melihat hal baik dari hal-hal yang dianggap buruk,” ujarnya, Jumat (19/7).
Berdasarkan hasil penelusuran reporter identitas, jumlah mahasiswa aktif tahun ajaran 2018/2019, angkatan 2018 pada semester awal hingga semester akhir mengalami penurunan. Berikut persentasi mahasiswa yang tidak aktif alias mengundurkan diri di setiap fakultas.
Dari data yang ada, lima fakultas dengan prevalensi tertinggi mahasiswa tidak aktif yakni Fakultas Keperawatan (14,6%), Fakultas Kehutanan (13,20%), Fakultas MIPA (7,50%), Fakultas Teknik (6,10%) dan Fakultas Kesehatan Masyarakat (5,26%).
Melihat hal tersebut, Kepala Sub Direktorat Alumni dan Penyiapan Karir (DAPK), Dr Ir A. Amidah Amrawaty, S Pt MSi IPM turut memberikan tanggapannya. Dia mengatakan, mahasiswa yang pindah jurusan memang bisa dikarenakan ketidaksesuaian passion dan ketidaknyamanan saat berkuliah pada jurusan itu.
“Fakultas Teknik menjadi salah satu fakultas yang paling banyak mahasiswa tidak aktifnya, padahal jika dilihat dari prospek kerja, Fakultas Teknik sangat disayangkan untuk ditinggalkan karena memiliki banyak sekali lapangan pekerjaan, baik pada perusahaan BUMN maupun swasta,” tutupnya.
Memilih untuk daftar ulang dan pindah ke jurusan lain memanglah hak masing-masing orang. Akan tetapi, terlepas dari berbagai alasan, akan lebih bijak jika mahasiswa dapat bertanggung jawab atas pilihannya. Mahasiswa diharapkan dapat memikirkan segala risiko, konsekuensi, dan hal-hal yang dapat terjadi ke depannya saat menetapkan keputusan.
M35,M02/Tan