Salah satu Alumni Unhas, dr Terawan Agus Putranto saat ini menjadi pembicaraan di berbagai media dan memunculkan berbagai reaksi dari kalangan masyarakat. Hal ini terjadi setelah dikeluarkannya surat pemecatan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Prof dr Irawan Yusuf sebagai salah satu promotor Terawan ketika menempuh pendidikan doktoral di Fakultas Kedoteran Unhas angkat bicara terkait hal tersebut di Lantai 6 Gedung Rektorat Unhas, Jumat (6/4).
Terawan membuat disertasi terkait metode “cuci otak” atau Digital Substracion Angiography (DSA ) untuk membersihkan sumbatan pada otak. Adanya sumbatan menyebabkan aliran darah pada otak macet hingga menyebabkan saraf dalam tubuh tidak dapat bekerja dengan baik. Kemudian melalui metode DSA menggunakan cairan heparin untuk membersihkan pembuluh darah hingga menjadi bersih dan normal kembali.
Namun akhirnya menimbulkan kontroversi karena selama ini DSA hanya dapat digunakan untuk diagnostik bukan untuk terapi. Sedangkan Terawan menggunakanya untuk terapi.
“Ini semua adalah konsekuensi dari perkembangan ilmu kodekteran yang sangat cepat, sehingga batas-batas keilmuan itu jadi kabur. Tadinya hanya bisa dilakukan oleh ilmu ini, sekarang bisa dilakukan oleh ilmu ini. Sementara itu, kita belum punya regulasi yang mengaturnya,”jelas Irawan.
Irawan juga menegaskan bahwa disertasi Terawan telah melalui metode penelitian sesuai dengan standar ilmiah. Ia menjelaskan bahwa walau Terawan dianggap melanggar kode etik Ikatan Dokter Indonesia (IDI), namun secara akademik tidak ada masalah.
“Dari sudut ilmiah, metode dan cara yang digunakan semua itu sudah sesuai standar (akademik), kalau seseorang masuk S3 itu dia harus melakukan ini melakukan itu, ada standarnya,”ungkapnya.
Lebih lanjut Irawan menjelaskan bahwa sebuah metode pengobatan dapat digunakan secara luas setelah melakukan uji klinik dengan mengambil subjek secara acak atau biasa disebut dengan randomize clinical trial.
“Perlu kita ingat bahwa hampir semua terobosan-terobosan dalam dunia kedokteran hampir selalu dimulai dengan kontroversi, nah kontroversi ini harus diselesaikan dengan riset. Riset itu butuh waktu lama, masalahnya metode ini sudah digunakan,”tambahnya
Ia beranggapan bahwa adanya kejadiaan ini lebih kepada kurang terjadinya komunikasi antara Terawan dan IDI. “Saya kira, ini persoalannya adalah lebih pada aspek komunikasi. Jika Terawan dan teman-teman di IDI bisa membangun komunikasi yang baik, saya kira kasus ini tidak akan terjadi,”tutupnya.
Reporter: Norhafizah

Discussion about this post