“Laki-laki yang kuat itu bukan hanya ditentukan oleh kekuatan fisik, tetapi juga dari kemampuannya menahan emosi, itulah arti sebuah kesabaran”
Selain pesan agama, kalimat di atas juga terekam jelas dalam ingatan Tanri Fathky Dasril, anak sulungnya. Dalam penuturan Tanri, dirinya bahkan tidak pernah mendengar suara lantang dari sosok ayah ketika marah.
Ayahnya sendiri merupakan Dokter Anak Subspesialis Darah di Rumah Sakit (RS) PTN Unhas dan Hematologi Onkologi di RS Ibnu Sina YW UMI Makassar. Ia bernama Prof Dr dr Dasril Daud SpA(k).
Sejak dulu, Dasril ingin memfokuskan ilmunya di Jurusan Elektro. Namun, ia memilih mengurungkan niat karena permintaan orang tua yang ingin dirinya kuliah di Jurusan Kedokteran Universitas Hasanuddin (Unhas).
Dasril menamatkan Pendidikan Dokter Unhas (1987), Spesialis Anak (Sp1, 1981), Pediatric Hematologiest (Hemsatologi Anak) Department d’Hemetologie Infantile de I’Hospital Saint-Louis, Faculte de Medicine Saint-Louis Lariboisiere, Universite Paris VII, France (1987), Konsultan Hematologi-Ontologi Anak (Sp2, 1992), dan Doktor Program Pascasarjana Unhas (2002).
Di waktu itu juga, Dasril merupakan satu-satunya promovendus Unhas yang meraih yudisium dengan predikat summa cumlaude. Pencapaian ini berhasil diperoleh berkat disertasinya yang berjudul “Cacat Molekul dan Ekspresi Fenotipik Thalasemia Beda dan Hemoglobin O Indonesia di Sulawesi Selatan”.
Sepanjang karirnya, Dasril pernah menjabat sebagai Koordinator Sistem Hematologi FK Unhas (2002), Ketua Sub Divisi Hematologi-Onkologi Anak Bagian I Kesehatan Anak Unhas (2004), dan Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak Unhas (2006).
Selain itu, juga pernah menjadi Ketua Konsentrasi Program Pendidikan Dokter Spesialis Terpadu (Magister Kedokteran) (2004), Dosen Program Doktor Program Pascasarjana Unhas (2002), Anggota Subkomisi II Kolegiumi Kesehatan Anak Indonesia, Penguji Nasional Pendidikan Dokter Spesialis Anak Indonesia (2002), hingga Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Provinsi Sulawesi Selatan.
Sejak mengabdi di Unhas, ia tak hanya dikenal sebagai dosen, namun juga telah menjadi figur ayah bagi seluruh mahasiswanya. “Ingat dan sadarlah bahwa anak-anak itu adalah penerus kalian atau generasi penerus bangsa,” ucap Tanri mengulangi pesan ayahnya, Senin (15/07).
Selain mengayomi, Dasril juga tidak pernah sombong dengan kemampuannya. Pria kelahiran Makassar itu justru lebih banyak bertindak dengan aksi nyata. Hal itu dibuktikan lewat prestasinya sebagai Dosen Teladan Unhas (1987), lulusan terbaik Pendidikan Dokter Unhas dengan predikat Summa Cumlaude (2002), Alumni Berprestasi pada Ultah ke-50 FK Unhas (2006), dan Tanda Kehormatan Satyalencana Karya Satya dari Presiden RI (2010).
Di balik kesibukan sebagai dokter, dosen, dan peneliti, Dasril ternyata tetap meluangkan waktu untuk keluarga. Ada aturan unik yang diterapkan Dasril bersama keluarga, yakni hari minggu adalah hari keluarga. Jadi setiap hari minggu, ia bersama istri dan anak akan tinggal di rumah seharian.
Tidak banyak yang tahu, Dasril ternyata membimbing istri dan rekan kerjanya masuk Islam. Sebelum itu, Truly Dasril Djimahit merupakan pengikut yang taat terhadap agama yang dianut sebelumnya. Namun semenjak mengenal sang suami, Truly mulai takjub akan sikap dan perilaku Dasril yang mencerminkan kedamaian Islam. Hingga akhirnya, Dasril sendirilah yang menuntun Truly menjadi mualaf setelah menikah.
Kelembutan hati seorang Dasril juga turut diakui sang anak. Tanri menyebut, dirinya tidak pernah mendengar ayahnya bicara atau marah dengan nada tinggi dan tidak pernah bertengkar dengan ibu di depan saudaranya.
Hingga 4 februari 2021, Dasril harus meninggalkan istri dan kedua anaknya. Berdasarkan catatan medis, Dasril wafat akibat badai sitokin, gangguan yang disebabkan respon imun yang menurun. Akibatnya, ia harus memakai ventilator dan masuk ruang ICU selama dua minggu. Dasril lalu menghembuskan napas terakhirnya setelah sekitar satu bulan dirawat di rumah sakit.
“Saat ini kadang saya merasa, enak yah di jaman covid dulu, kumpul sama keluarga di rumah. Jadi hubungan dengan keluarga itu makin erat, tapi (kepergian ayah) mungkin sudah waktunya,” tuturnya.
Sebelum menjemput ajal, tertinggal sebuah cita dan harapan yang belum sempat dipenuhi Dasril, yaitu kesembuhan istri tercinta yang mengidap penyakit gagal ginjal. Namun kabar baiknya, dua bulan setelah kepergian sang suami, Truly akhirnya menjalani operasi dan sudah masuk tahap recovery pada Juni 2021.
Walaupun raga sudah tidak bersama dengan keluarga, keinginan itu pun terwujud. Seorang dokter yang menjadi orang tua untuk pasien-pasiennya, seorang dosen yang selalu menjadi bapak untuk seluruh mahasiswanya akan terus dirindukan oleh orang yang mencintai dan dicintainya.
Ismail Basri