“Dear Father, dear Brother”
Begitula sebuah kalimat yang tertulis dalam T-shirt oblong berwarna biru tua, yang diberikan para mahasiswa Universitas Gadja Mada (UGM) kepada Prof Dr Koesnadi Hardjasoemantri. Ia berkali-kali menatap tulisan tersebut dengan mata berkaca-kaca hingga tak mampu membendung air mata.
Cerita haru ini bermula kala memasuki bulan Desember 1989 silam. Tepat tanggal 9 Desember 1989, Koesnadi yang merupakan mantan Rektor UGM mendapat sebuah kejuatan dari para civitas UGM di hari ulang tahunnya. “Saya sungguh kaget dan terharu,” ungkapnya singkat dalam Bundel identitas edisi Februari 1990.
Koesnadi yang lahir dari keluarga Goes Hardasoemantri, Asisten Wedana di daerah Bandung itu, memang sangat popular di kalangan civitas akademika UGM. Tahun 1986, kala ia baru pertama kali memegang tampuk pemimpin kampus. Pria kelahiran Manonjaya, Tasikmalaya tersebut merupakan alumnus S1 UGM tahun 1964. Setelah lulus, ia kemudian melanjutkan pendidikan di Universitas Purdue Amerika Serikat, dan S3 Universitas Leiden Belanda.
Saat menjadi nahkoda di UGM, Koesnadi memperkenalkan kelompok “Forum Wartawan Kampus UGM” (Fortagma) yang dilengkapi dengan tanda pengenal mirip kartu pers untuk pertama kalinya. Dengan sistem tersebut, seluruh dosen dan lembaga UGM terbuka bagi pers.
Pada Tahun 1988, Koesnadi yang juga merupakan mantan Kepala Staf I Tentara Pelajar Batalyon 500 Banjarnegara dan pencetus Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Indonesia, bersama dengan lima ketua senat fakultas mengantar mahasiswa untuk menyampaikan gagasan mengenai dampak DSDB ke pemerintah daerah setempat.
Tak hanya itu, Koesnadi juga pernah menjabat sebagai Kepala Direktorat Pendidikan Tinggi dan Kebudayaan (1969-1974) dan Atase pendidikan dan kebudayaan di Kedutaan Besar RI Den Haag, Belanda (1974-1980). Di akhir masa jabatannya sebagai rektor UGM, Koesnadi didaulat sebagai Tokoh Yogyakarta 1989 yang diprakarsai oleh harian Yogya post pada 12 Januari 1990.
“Saya merasa terharu, reaksi saya pas pertama kali menerima kabar kalau saya terpilih sebagai tokoh Yogyakarta 1989 adalah enggan untuk menerimanya. Sebab, apa yang saya lakukan selama ini semata-mata hanya dalam rangka menjalankan tugas sebagai rektor,” ujarnya.
Hal tersebut disampaikannya dalam sambutan singkat saat menerima penghargaan yang diserahkan langsung oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X. Penghargaan ini diberikan sebagai apresiasi karena Koesnadi yang telah berhasil mengembangkan UGM. Ia juga sukses memadukan pikiran ilmiah dengan kehidupan orang kecil, yang mampu menciptakan kawasan untuk para pedagang kaki lima di lingkungan kampus UGM.
Ia memang dikenal sebagai rektor pertama yang memperhatikan pedagang kaki lima, disamping memberikan binaan dan fasilitas. Selain itu, ia juga dikenal dengan kedekatanya kepada mahasiswa. Ketika banyak pimpinan perguruan tinggi mengalami desakan dari pemerintah orde baru untuk menekan mahasiswa, Koesnadi malah terkesan banyak memberi angin bagi semangat demokrasi di kampus UGM.
Koesnadi juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum PP Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (KAGAMA) selama tiga periode. Pada masa kepemimpinannya, KAGAMA memantapkan diri sebagai organisasi alumni yang besar dan berpengaruh di Indonesia.
Sayangnya, pada tahun 2007 lalu, civitas akademika UGM harus kehilangan sosok pahlawan ini. Koesnadi meninggal pada kecelakaan pesawat Garuda pada Rabu, 7 Maret 2007 di Bandara Adisucipto, Jogjakarta. Hingga kini, nama beliau telah diabadikan di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri (PKKH Hardjasoemantri) UGM.
Wandi Janwar