Dokter adalah jawaban setiap anak kecil saat ditanya apa cita-cita mereka setelah dewasa. Salah satu anak kecil yang bermimpi menjadi dokter dan berhasil mewujudkannya adalah Prof Dr dr Junus Alkatiri SpPD-KKV SpJP(K), Guru Besar Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Hasanuddin (Unhas). Namun sayang, pria kelahiran 1937 itu telah menghembuskan nafas terakhirnya pada 14 Juni 2023.
Perjalanan menjadi seorang dokter tentu tidak mudah. Junus kecil lahir 86 tahun silam di Gorontalo, Sulawesi Utara. Saat itu, Ayah Junus sebetulnya menginginkan ia menjadi arsitek, namun dirinya tetap teguh pada pilihannya untuk menekuni bidang kedokteran.
Pendidikan sarjana, magister hingga doktor diselesaikan Junus di fakultas yang sama, yakni kedokteran. Setelah tamat Sekolah Menengah Atas (SMA) di Surabaya, ia menempuh studi sarjana dan magister di Universitas Airlangga (Unair), sementara program doktor di Universitas Indonesia.
Di usianya yang menginjak 25 tahun, Junus menjadi salah satu peserta yang lolos seleksi penerimaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan memulai mengabdi tepat satu tahun berikutnya. Pada 1964, ia mengemban jabatan pertamanya sebagai Asisten Ahli dan Kepala Bagian Ilmu Penyakit Dalam (1975-1978).
Lahan pengabdian Junus menjadi lebih luas tidak hanya kepada universitas, tetapi juga Kota Makassar. Pada 1996, pusat pendidikan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah hanya ada dua di Indonesia dan semuanya berada di Pulau Jawa. Sedangkan, jumlah penderita penyakit jantung di kawasan timur sedang meningkat.
Dari permasalahan tersebut, Junus yang saat itu menjabat sebagai Kepala Sub-Bagian Kardiologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam lalu mengirim surat ke Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). Surat itu ditujukan untuk membentuk Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskular FK Unhas.
Hingga pada 28 Juni 2001, status yang awalnya Sub-bagian Kardiologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam berubah menjadi Bagian Kardiologi FK Unhas. Tidak berhenti di sana, pada 2005, Junus selaku Kepala Bagian Kardiologi dan Kedokteran Vaskular juga berinisiatif membentuk pusat pendidikan penuh bagi kardiolog-kardiolog di wilayah timur Indonesia.
Usulan itu pun mendapat respons positif, Memorandum of Understanding (MOU) antara FK Unair dengan FK Unhas dideklarasikan untuk mengembangkan bagian Kardiologi FK Unhas sebagai tempat pendidikan dokter spesialis jantung dan pembuluh darah.
Junus dikenal sebagai dosen perfeksionis, terlebih saat mengoreksi tesis mahasiswa. Putri sulungnya, Juzny Junus mengatakan, meskipun mahasiswa harus berkali-kali revisi, tetapi kualitas tesis mereka dijamin sangat baik. Hal ini karena mendiang ayahnya mengoreksi dengan sangat teliti dan sedetail mungkin.
Kepribadian Junus yang penuh tanggung jawab dan tekun dalam memperdalam ilmu kedokteran membuatnya dipercaya memegang sejumlah jabatan, baik di dalam maupun di luar kampus.
Junus pernah menjadi Sekretaris Senat Akademik FK (1975-1979), Ketua Departemen Ilmu Medicine (1978-1981), Dekan FK (1988-1995), Ketua Senat FK (1989-1994), Penanggung Jawab Program Pendidikan Dokter Spesialis I FK Unhas (1989-1994), hingga salah satu pelopor Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) Cabang Makassar pada 2022.
Menurut Juzanna, ayahnya merupakan sosok yang perhatian nan penyayang. Di sela-sela kesibukannya sebagai dosen dan dokter di Rumah Sakit Ibnu Sina, Junus masih senantiasa menanyakan kabar dan menyisihkan waktu untuk berbincang bersama istri, anak-anak serta cucu-cucunya.
Dalam aspek pendidikan, Junus berkeinginan agar anak-anaknya bisa mengikuti jalannya sebagai dokter. Meski begitu, ia tetap memberikan kebebasan kepada mereka untuk memilih jalan hidup yang diinginkan, tanpa memaksakan kehendaknya.
Dalam ingatan keluarganya, Junus selalu berpesan agar tidak menyimpan dendam atau marah meskipun orang lain menyakiti, serta berperilaku baik kepada siapapun tanpa memandang status. Juzny menyebutkan, mendiang ayahnya juga senantiasa menyampaikan bahwa manusia tidak bisa bekerja sendiri tanpa bantuan orang lain.
“Bapak sangat baik kepada semua orang. Beliau selalu berusaha menolong siapapun itu dan tidak pernah pandang bulu. Dia akan membantu selama dia bisa.,” ucap Juzanna F Junus.
Hingga di akhir hayatnya, Junus selalu sabar dengan ujian yang dihadapi. Ia tidak pernah mengeluh kepada keluarga mengenai penyakit yang diderita. Junus bahkan dijuluki sebagai seseorang yang memiliki sembilan nyawa karena berkali-kali mengalami masa kritis selama tiga tahun. Menurut keluarga, Junus pergi dengan tenang berkat kebaikan dan kesabarannya.
Najwa Hanana