“Saya melihat ayah sebagai sosok pejuang, pekerja keras, dan tidak pernah menghindar dari masalah apapun dalam hidupnya,” ucap Iin Karita Sakharina.
Begitulah penuturan putri sulung Prof Dr Ir Kahar Mustari MS, sosok yang dikenal sebagai petarung karena kerja keras dan kesetiaannya dalam mengembangkan dunia pendidikan. Hingga di usia senja yang telah memasuki masa pensiun, Kahar tetap mengajar demi mengabdikan hidupnya sebagai pendidik untuk mencerdaskan generasi muda.
Kahar lahir di Sinjai, 23 Oktober 1950. Ia mengawali pendidikan sarjana di Fakultas Pertanian (Faperta) Universitas Hasanuddin (Unhas) Program Studi (Prodi) Budidaya Pertanian. Sebagai sosok yang selalu berpegang teguh dengan perkataan dan keputusannya, Kahar kembali melanjutkan studi magister dengan memilih jurusan serupa dengan bidang ilmu sebelumnya. Usai lulus pada 1975, ia menempuh program magister Prodi Pengelolaan Lingkungan Hidup di Institut Pertanian Bogor (IPB).
Sepanjang perkuliahan inilah, Kahar sering melakukan penelitian yang berfokus pada inovasi alternatif dalam bidang pertanian. Ia juga kerap turun lapangan untuk merancang model penggunaan lahan di Daerah Aliran Sungai (DAS). Kecintaannya pada bidang ilmu yang digeluti membuat Kahar sangat berambisi mempertahankan kelestarian lingkungan dengan memanfaatkan barang bekas yang bisa didaur ulang secara berkelanjutan.
Setelah menyelesaikan studi magister pada 1981, Kahar kembali meneruskan pendidikan doktoral di universitas yang sama dengan Prodi sebelumnya. Usianya yang sudah menginjak 32 tahun lagi-lagi tidak membuatnya lengah dalam menggali ilmu pengetahuan. Berbekal ilmu yang telah diperoleh, Kahar banyak terlibat kegiatan pengabdian masyarakat di bidang lingkungan.
Pada 1985, ia mendedikasikan hidupnya sebagai dosen di Faperta Unhas. Dirinya pun dikenal sangat akrab dengan para mahasiswa dan tidak jarang memberikan motivasi, mengajarkan nilai-nilai agama, kejujuran serta budi pekerti dalam menempuh pendidikan.
Kepribadian Kahar yang setia mengabdi dan penuh tanggung jawab ini membuatnya pernah diberi amanah sebagai Ketua Pusat Studi Lingkungan (PSL) Unhas, Ketua Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel periode 2000-2005, hingga Sekretaris Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah IX. Tak hanya itu, ia juga dipercaya menjalankan tugas di luar disiplin ilmunya sebagai Penilai Angka Kredit Pusat Wakil Unhas.
Selama lebih dari empat dekade mengabdi di Unhas, Kahar menghabiskan waktunya dengan aktif mengajar, meneliti, hingga membuat berbagai karya tulis. Kesetiaannya sebagai pendidik terlihat jelas ketika dirinya tetap mengajar hingga menguji mahasiswa meski sudah pensiun. Bagi Kahar, mengajar dan menunaikan kewajiban merupakan sebuah keharusan selama masih diberi kekuatan untuk melakukannya.
Semangat untuk terus mengajar tentu tidak lepas dari dukungan anaknya yang sama-sama menjadi akademisi di Unhas. Anaknya Iin menyebut, kasih sayang ayahnya tidak dapat diukur dan dibandingkan dengan apapun. Bahkan di saat umurnya yang tak muda lagi, Kahar tetap memilih untuk terus mengajar karena ingin mengenakan toga di hari pengukuhan anaknya sebagai profesor.
Di tengah kesibukannya dalam melaksanakan berbagai tanggung jawab, Kahar tidak lupa menyisihkan waktunya untuk keluarga. Kebesaran hati Kahar dalam mendidik anak-anaknya pun membuatnya sangat dicintai di keluarganya. Iin mengaku, ayahnya tidak pernah memarahinya dan selalu menjadi pendengar sekaligus penasehat yang baik, serta sering memberikan apresiasi kepada anak-anaknya.
“Sesibuk apapun, ayah akan selalu menyempatkan waktu untuk keluarga. Ayah saya tidak pernah mengatakan dirinya sedang sibuk, dia pasti akan selalu menyempatkan waktunya untuk saya dan keluarga,” ungkap Wakil Dekan 2 Fakultas Hukum Unhas tersebut.
Di lingkungan sosial, Kahar dikenal sebagai sosok yang peduli dengan orang-orang di sekitar rumahnya. Salah satu contohnya, ia pernah mendirikan sekolah inklusi yang bertempat di pekarangan rumahnya untuk anak-anak yang berkebutuhan khusus. Kini, sekolah inklusi tersebut diubah menjadi Taman Kanak-Kanak (TK) bagi mereka yang kurang mampu.
Selain itu, setiap hari Jumat, Kahar juga selalu menyediakan nasi kuning untuk dibagikan kepada tukang-tukang becak yang berkeliling di kawasan rumahnya. Sikap dermawan yang ditunjukkan ini membuatnya cukup dihormati oleh masyarakat di sekitar tempat tinggalnya. Hingga di akhir hayat, Kahar selalu berpesan kepada anak-anaknya agar tidak memandang rendah orang lain karena setiap manusia punya awal dan akhir masanya.
Otto Aditia