Universitas Hasanuddin (Unhas) kembali kehilangan Guru Besar Fakultas Pertanian, Prof Dr Ir Muslimin Mustafa MSc. Pria kelahiran Wotu, Luwu Timur 17 November 1947 ini dikenal sebagai salah satu tokoh terkemuka di Kampus Merah. Sejarah mencatat, dirinya merupakan mahasiswa angkatan pertama Fakultas Pertanian Unhas.
Muslimin mengawali pendidikan tingginya dengan memasuki bangku perkuliahan pada 1969 di Fakultas Pertanian Unhas dan memulai karier sebagai dosen 1970 di fakultas yang sama. Beberapa tahun setelahnya, ia memutuskan berangkat ke Jepang untuk melanjutkan pendidikan strata tiga. Muslimin lantas dinobatkan sebagai doktor pertama Unhas bidang eksakta pada 1976 sepulang dari Negeri Sakura.
Prof Dr Ir H Ambo Ala, salah seorang mahasiswa sekaligus koleganya di Fakultas Pertanian menggambarkan Muslimin sebagai sosok yang tegas. Ia adalah orang yang sangat berpegang teguh pada prinsip. Jika telah memutuskan sesuatu, maka hal itu akan diusahakan sampai akhir. Tak heran, karakter yang melekat pada dirinya menjadi modal kuat bagi kepemimpinan yang akan datang.
Karier Muslimin di Unhas menjadi bukti nyata atas dedikasi dan keberhasilannya. Dari ketua departemen, dekan, hingga posisinya sebagai Ketua Dewan Guru Besar Unhas menjadi jejak sejarah dalam masa kepemimpinannya. Pengabdiannya kepada lembaga terpatri jelas dalam ingatan Ambo Ala saat menjadi Pembantu Dekan di bawah komando Muslimin.
“Saya senantiasa diberi keleluasaan selama tujuh tahun menemani beliau sebagai pembantu dekan. Namun, tetap harus bertanggung jawab atas keputusan yang telah diambil,” ungkapnya, Kamis (14/09).
Sebagai mahasiswa, Ambo Ala mengenal Muslimin sebagai dosen yang cukup serius dalam mengajar. Statusnya sebagai lulusan Jepang dan doktor pertama di Faperta menjadikan pengajarannya sangat dihormati dan membuat mahasiswa selalu khusyuk mendengarkan.
Jasa-jasa Muslimin di Faperta secara khusus dan Unhas secara umum tidak diragukan lagi. Ia menjadi katalis dan panutan bagi Sivitas Akademika Faperta yang bercita-cita meraih gelar doktor. Salah satu jejak Muslimin yang paling mencolok di Unhas dapat ditemukan di lembaga Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) yang dirintisnya. Hingga sekarang, lembaga ini makin kokoh tidak hanya sebagai pusat penelitian, tetapi juga menjadi sarana edukasi masyarakat seputar isu-isu lingkungan.
“Banyak orang yang bersemangat di Faperta untuk melanjutkan pendidikan karena termotivasi oleh Prof Muslimin,” terang Ambo Ala.
Posisi Ketua Dewan Guru Besar di Kampus Merah tentu bukan sesuatu yang mudah, terlebih jika memegang lebih dari satu jabatan pada lingkup yang sama. Selain berperan sebagai guru besar, posisi ini juga memerlukan kepercayaan tinggi dari para tokoh Unhas kepada Muslimin kala itu. Hal ini menjadi bukti nyata atas kapasitasnya yang mampu memimpin para pemimpin.
Muslimin memfokuskan keahliannya di bidang tanah, utamanya konservasi lahan. Ia banyak melakukan penelitian serta aktif di berbagai proyek yang beririsan dengan lingkungan, seperti pembuatan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan survei tanah untuk program transmigrasi pemerintah. Berbagai kegiatan ini bukan hanya dilakukan di Sulawesi, tetapi juga menyebar hingga ke Kalimantan, Sumatra, Papua, dan wilayah-wilayah lainnya di Indonesia.
Menteri Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup kala itu, Emil Salim bahkan pernah menyebut Muslimin sebagai Pendekar Lingkungan di Kawasan Timur Indonesia. Ia menyatakan kekagumannya itu dalam pidato Dies Natalis dan Wisuda Unhas 10 September 1980. Bukan tanpa alasan, Pria yang dijuluki sebagai Mafia Berkeley ini turut mengakui sumbangsih Muslimin yang cukup besar dalam menangani isu lingkungan, terutama melalui PSLH.
Sebagaimana tiap orang pada umumnya, Muslimin Mustafa juga pernah mengalami kegagalan dalam hidupnya. Salah satu di antaranya ketika ia tidak terpilih sebagai Koordinator Perguruan Tinggi Swasta Wilayah IX atau Indonesia Timur. Padahal mayoritas sivitas akademika saat itu yakin bahwa jabatan itu akan diberi kepadanya. Berada pada titik terendah membuat Muslimin menghadapi kegagalannya dengan menjalankan rutinitas seperti biasa tanpa mengungkit-ungkit hal tersebut.
Dalam kesehariannya, Muslimin bukan tipe orang yang suka basa basi. Ia bijak dalam berkata dan hanya berbicara tentang hal-hal penting. Namun di balik itu, ia sangat memperhatikan lingkungan sosialnya. Hal ini ditunjukkan dengan kepedulian Muslimin kepada Petani Sawit di Luwu yang kesulitan menjual hasil panennya yang berlimpah. Saat itu, dirinya berhasil mempengaruhi salah satu komisaris perusahaan sawit agar mau membangun pabrik yang menyerap hasil panen para petani.
Tepat 10 Juni 2023 lalu, Muslimin menghembuskan nafas terakhirnya. Sekali lagi, Kampus Merah kehilangan putra terbaiknya, akan tetapi warisan dan jejak kepemimpinannya akan akan selalu melekat dalam perjalanan panjang Unhas, dari masa lalu, melalui masa kini, hingga masa yang akan datang.
M.Ridwan