“Saya bahkan pernah bilang, itu otak bapak bisa di kloning ga? Daya ingat bapak luar biasa sekali,” ucap Evi Rakriani.
Begitulah penuturan putri bungsu Prof dr Raden Sedjawidada SpTHT KL(K), pendiri Rumah Sakit Mitra Husada yang kini masih berdiri kokoh sebagai penyambung harapan para pasien. Dari kecil, Sedja telah terbiasa membaca buku-buku milik ayahnya. Ketekunan itu pun membuatnya memiliki daya ingat yang tajam. Hingga usianya yang telah memasuki waktu senja, ia masih mengingat semuanya bahkan hal kecil sekalipun.
Sedja lahir pada 25 Juli 1936 di Kota Malang. Ia mengawali pendidikan sarjananya di Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (Unair) atas perintah sang Ibu. Awalnya, anak ketiga dari tujuh orang bersaudara itu enggan mengambil jurusan tersebut karena lebih tertarik menjadi seorang teknokrat seperti idolanya, Habibie.
Hingga memasuki masa orientasi kampus, Sedja bahkan melewati agenda tersebut karena masih kukuh mengikuti jejak Habibie. Ia pun sempat mendaftar beasiswa ke Jerman meski gagal pada akhirnya.
Satu tahun menyandang status sebagai mahasiswa FK, Sedja telah menorehkan sejumlah prestasi cemerlang. Namanya selalu masuk dalam daftar mahasiswa berprestasi dan cerdas. Hal inilah yang kemudian membuatnya memantapkan hati untuk berkuliah di FK.
Setelah lulus dari Unair 1967, ia diminta oleh Dekan FK Universitas Hasanuddin (Unhas) menjadi staf di Kampus Merah. Atas dukungan sang istri dan dorongan kemanusiaan dalam dirinya, Sedja pun menerima tawaran tersebut dan memutuskan berlayar ke Kota Daeng, Makassar.
Ia bersama istri dan kedua buah hatinya mengarungi perjalanan selama tujuh hari lewat jalur laut. Tanpa sanak saudara, Sedja datang hanya berbekal kecerdasan dan kemauan besar mengembangkan Kota Makassar di bidang Pendidikan Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorokan (THT).
Usianya yang baru menginjak 11 tahun membuat Unhas masih kekurangan tenaga pendidik bidang THT. Karena dianggap cakap akan ilmu tersebut, Sedja pun diangkat menjadi Kepala Bagian THT FK Unhas pada 1 Maret 1967. Ia juga sempat diberi amanah sebagai Dekan FK Unhas 1972-1973. Atas dedikasi dan kontribusinya, Sedja memperoleh gelar Profesor pada usia 48 tahun.
Selama mengabdi, Sedja sedari awal telah menaruh kekaguman tersendiri akan Kampus Merah, terutama kepada Prof Dr Ahmad Amiruddin, Rektor ke-6 Unhas. Dalam bukunya yang berjudul “50 Tahun di Kota Daeng di bawah Naungan Unhas,” ia membuat satu bab khusus tentang kepemimpinan Prof Amiruddin. Tak hanya itu, ia sampai menciptakan lagu “Andhika Hasanuddin” karena terinspirasi dari kedatangan Prof Amiruddin yang dianggap sebagai rektor yang energik dan dinamis.
Pada 1998, Sedja melihat hanya beberapa rumah sakit yang ingin berinvestasi untuk pengobatan THT. Ia pun lalu memanfaatkan peluang tersebut dengan membuka usaha klinik mandiri mengandalkan alat kesehatan yang dimiliki. Selanjutnya pada 2004, klinik yang awalnya hanya memiliki 10 kasur itu mengalami transformasi menjadi sebuah Rumah Sakit bernama Mitra Husada yang saat ini bertempat di belakang rumahnya.
Di lingkungan keluarga, Sedja dikenal sebagai sosok yang sabar dan senang membimbing anak-anaknya. Metode mengajar yang diterapkan bukanlah satu arah, tetapi ia senantiasa memastikan apakah metode yang digunakan benar-benar dipahami atau tidak.
“Ia merasa sedih ketika mengajar dan muridnya tidak mengerti. Ia akan mencari berbagai metode dan mengolah kembali bahan ajarnya agar muridnya paham,” ungkap Evi, putri bungsunya, Sabtu (09/09)
Sebagai sosok pendidik dan akademisi, Sedja tak lupa menanamkan pada setiap murid dan koleganya agar merawat pasien dengan penuh ketekunan dan etika. Mereka harus diperlakukan dengan sebaik-baiknya karena itu adalah tanggung jawab.
“Beliau memiliki prinsip bahwa pasien yang datang berobat ke tempat kita adalah orang-orang yang berjasa karena telah mendapatkan ilmu dari mereka. Bagi beliau pasien itu adalah guru,” kenang Dr dr Amsyar Akil SpTHT, salah satu mahasiswa Sedja, Jumat (08/09).
Sedja merupakan figur yang sangat menjaga tali silaturahmi. Hingga saat sakit pun ia tetap berusaha mengunjungi kawannya. Tak heran jikalau dirinya dikenal sebagai pribadi yang ramah dan cinta damai sebab hubungan baiknya dengan semua orang. Karenanya sebelum menutup usianya, ia sempat berpesan kepada anak-anaknya untuk tetap hidup rukun satu sama lain.
Andi Nurul Istiqamah Bate