Salah satu Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Dr H Sukarno Aburera SH MH menghembuskan napas terakhirnya pada 21 Februari 2022 lalu. Ia terkenang sebagai sosok yang baik hati, menjadi teladan bagi setiap orang, bijaksana, serta dermawan. Demikianlah yang disampaikan rekan menulis buku Filsafat Hukum sekaligus asistennya yang juga merupakan salah satu Guru Besar Bidang Hukum Internasional, Prof Dr Maskun SH LLM.
Dalam ingatan Maskun, Sukarno mulai menulis tentang filsafat pada 2015. Mulanya, termotivasi menyalurkan aliran diskusi menjadi bahan ajar, yang selanjutnya ditawarkan ke Penerbit Prenada.
“Awalnya buku dibuat sesederhana mungkin, enam bulan berikutnya Prenada menerima kemudian diterbitkan pada 2020,” ungkap Maskun saat diwawancara di ruangannya, Selasa (20/6).
Maskun menceritakan, kedekatannya dengan Sukarno terbangun saat bertemu pertama kali setelah kembali dari Australia. Saat itu, Maskun juga merupakan dosen muda Unhas. Hal itu yang menjadikannya semakin dekat dengan Sukarno. Terlebih saat Sukarno mempunyai kantor di Urip. Sejak 1973 Sukarno telah menjabat sebagai dosen Hukum di Unhas dengan mengampu beberapa mata kuliah, seperti Hukum Acara Perdata dan Filsafat Hukum.
Sukarno menyelesaikan studi S-1 (1970) dan S-3 (2003) di Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. Saat menempuh pendidikan di Fakultas Hukum, dirinya tidak mengeyam jenjang S-2. Usai S-1 ia dipercaya lanjut langsung ke jenjang S-3 bersama koleganya, Mantan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi, Prof Dr Laica Marzuki SH.
Selama 15 tahun kedekatannya dengan Sukarno, Maskun membantu menarasikan dan mendeskripsikan kata-kata yang pantas dimasukkan dalam menulis buku. Baginya, Sukarno adalah seorang tokoh pemikir yang dapat ditemui dari hasil tulisannya berupa buku dan jurnal. Pada umur 60 tahun, Sukarno banyak menghabiskan waktunya untuk berpikir dan mengkritisi sesuatu hal sehingga bahasa yang digunakan dalam tulisannya pun terbangun.
Beberapa terobosan-terobosan Sukarno selama masih hidup salah satunya membangun masjid. Dia adalah perintis dari Masjid Baitul Hakim yang terdapat di Fakultas Hukum. Adapun satu proyek yang belum diselesaikannya yaitu Majalah Perdata.
Motivasi yang paling berharga dari Sukarno dalam kenangan Maskun adalah “Teruslah bermakna untuk orang lain, bagi siapa pun, agar dikenang lama, serta berbagi sayang.” Sosok Sukarno selalu belajar memberikan makna bagi setiap orang. Dalam hidupnya, tidak ada kamus kegagalan.
“Kalau pun ada beberapa hal yang tidak tercapai, hal itu bukanlah suatu kegagalan, tetapi yang gagal itu kata beliau ialah karena tidak pernah melakukan apa-apa,” tutur Maskun dengan mata berkaca-kaca.
Begitu pula pandangan dari Dosen Hukum Unhas, Achmad Tjolly, baginya, Sukarno adalah orang yang sangat dermawan. Selama kurang lebih 30 tahun Sukarno mengajar, dia tak pernah mempersulit orang lain termasuk masalah akademik.
“Beliau sangat bermanfaat untuk orang lain dibuktikan dengan rajin berbagi,” ujar Achmad saat diwawancara di ruangannya, Selasa (20/6).
Sukarno sangat disegani dan dihormati semua orang. Pernah menjadi Hakim Agung dan Hakim Konstitusi. Jika ada masalah antara dosen bahkan dari masyarakat sekali pun Sukarno selalu bersedia membantu. Dirinya adalah konsultan di Kantor Gubernur, Wali Kota, dan PDAM. Di samping menjadi seorang dosen di Unhas, juga menjadi dosen tetap di Universitas Muslim Indonesia (UMI).
Setelah Sukarno pensiun, ia banyak melakukan aktivitas di luar kampus. Dalam ingatan Achmad, pencapaian terbesar Sukarno selain menjadi Hakim Agung ia mampu membina alumni-alumni yang bersaing di tingkat nasional. Dirinya juga dikenal sebagai ilmuwan yang sangat intensif dalam membaca buku.
Kehilangan Sukarno membuat Unhas tidak lagi memiliki Guru Besar Ilmu Hukum yang penuh kedermawanan. Pasalnya, sangat sulit menemukan orang-orang dengan tingkat keteladanan yang kompleks sejalan dengan riwayat hidup Sukarno. Pria kelahiran Barru, 10 Maret 1943 ini dikebumikan di Patene Maros
A. Nursayyidatul Lutfiah