Gerakan Radikal Anti (Garda) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Fakultas Hukum (FH) Unhas menggelar Diskusi Publik Vol.2 bertajuk “Nasib ‘Anak Kandung Reformasi’ Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi atas UU KPK: Pertahankan atau Bubarkan?”, Senin (10/5).
Ketua Umum Garda Tipikor, Yusuf B mengungkapkan, selama pembentukannya pasca reformasi, banyak kejanggalan terjadi di Indonesia untuk melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Salah satunya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang terlihat jelas banyak merugikan KPK.
“Dengan banyaknya permasalahan, perlu didiskusikan apakah KPK memang masih pantas dipertahankan atau dibubarkan saja,” ujar Yusuf.
Pakar Hukum Tata Negara sekaligus Pembina Garda Tipikor FH Unhas, Fajlurrahman Jurdi menambahkan, cara kerja radikalisme oligarki dalam sistem politik semakin mengerikan. Menurutnya, partisipasi publik dalam pengambilan keputusan kenegaraan sangat minim. Oknum yang memiliki wewenang bersatu untuk merampas kebebasan sipil.
“Menciptakan pemerintahan yang bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) merupakan salah satu tuntutan reformasi. Namun, dalam mencapainya kita masih tertatih-tatih,” tegas Fajlurrahman.
Ia juga mengatakan, salah satu putusan MK pada revisi UU KPK tentang alih status pegawai KPK itu menjadi jalan bagi para pemegang kewenangan. Mereka dapat leluasa menyeleksi pegawai yang tidak bisa diajak kerja sama dalam manipulasi pemberatasan korupsi di Indonesia.
Selain itu, tetapan MK tentang perlunya meminta izin kepada Dewan Pengawas dalam melakukan penyadapan, penyitaan, dan penggeledahan juga pemicu melemahnya KPK. Fajlurrahman berpendapat, Dewan Pengawas saat ini hanya berperan sebagai tameng politik.
“Contohnya, pada penggeledahan partai politik. Hingga kini, perizinan penggeledahan tak kunjung keluar. Revisi lainnya oleh MK yang melemahkan KPK adalah penghapusan penyidik independen KPK dan menggantinya dengan Polisi Republik Indonesia (RI),” jelas Fajlurrahman.
Siapapun tentu menginginkan UU yang terbukti melemahkan KPK dibatalkan. Jika menimbang proses pembuatan, UU yang tiba-tiba diresmikan ini tanpa tahapan yang sesuai.
Anisa Luthfia Basri