Kerusakan terumbu karang merupakan salah satu masalah bagi ekosistem laut. Terumbu karang menjadi tempat berkembangbiaknya ikan. Oleh karena itu, berkurangnya spesies ikan juga dapat disebabkan tidak adanya terumbu karang. Mengatasi hal tersebut, dapat dilakukan melalui rehabilitasi terumbu karang.
Rehabilitasi terumbu karang merupakan salah satu upaya penting dalam memulihkan ekosistem laut yang telah mengalami kerusakan akibat aktivitas manusia maupun perubahan lingkungan. Terumbu karang memiliki peran esensial sebagai habitat bagi berbagai spesies laut dan berfungsi sebagai penopang keanekaragaman hayati laut yang kaya.
Sayangnya, eksploitasi laut, polusi, perubahan iklim, serta praktik perikanan yang merusak telah menyebabkan kerusakan serius pada terumbu karang di berbagai wilayah, salah satunya di Pulau Badi, Kabupaten Pangkep. Kerusakan ini mengancam dunia bawah laut yang sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai destinasi pariwisata.
Pulau Badi, sebuah pulau di Indonesia yang mengalami kerusakan besar pada ekosistem terumbu karangnya, kini telah melewati proses rehabilitasi yang dilakukan secara besar-besaran. Proses rehabilitasi ini melibatkan kegiatan transplantasi terumbu karang yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang berkolaborasi dengan sejumlah pemangku kepentingan, termasuk Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa Fakultas Kelautan dan Perikanan, Ichsan Ashari Achmad yang dibimbing oleh Dosen Pembimbingnya, Dr Ahmad Bahar ST Msi, menunjukkan bagaimana upaya rehabilitasi yang dilakukan di Pulau Badi, Pangkep. Rehabilitasi terumbu karang ini kemudian berdampak signifikan terhadap keindahan bawah laut pulau tersebut dan daya tarik wisatanya.
Penelitian dilakukan untuk mengevaluasi potensi Pulau Badi sebagai destinasi wisata bahari menggunakan metode Scanning Beauty Index (SBI) atau Scanning Beauty Estimation. Melalui metode ini, penilaian daya tarik visual dilakukan untuk membandingkan keindahan terumbu karang alami dengan terumbu karang hasil rehabilitasi.
Survei yang dilakukan secara daring ini mengumpulkan pendapat dari penyelam berpengalaman guna mendapatkan hasil yang objektif mengenai preferensi pengunjung dalam memilih lokasi penyelaman, apakah lebih tertarik pada terumbu yang masih alami atau yang sudah direhabilitasi.
“Kita mencoba membandingkan kondisi terumbu karang yang masih alami dan sudah direhabilitasi, bagaimana daya tariknya sebagai destinasi wisata penyelaman. Dan mana lebih menarik begitu,” ujar Ahmad Bahar, Jumat (25/10).
Selain keberadaan terumbu karang yang menjadi parameter penting kesesuaian wisata selam, jenis ikan karang juga penting untuk diperhatikan. Banyaknya jenis ikan karang mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kesesuaian lokasi untuk kegiatan wisata.
Dampak rehabilitas terumbu karang
Dari sisi ekonomi, pengembangan wisata bahari di Pulau Badi memiliki potensi besar untuk menciptakan dampak ekonomi yang positif bagi masyarakat lokal. Pertambahan jumlah kunjungan wisatawan secara langsung dapat membuka peluang usaha bagi penduduk sekitar. Mereka dapat berperan sebagai pemandu wisata, operator selam, penyedia akomodasi, serta staf di berbagai fasilitas wisata.
Selain itu, multiplier effect dari aktivitas wisata bahari ini berpotensi memperkuat ekonomi lokal, karena wisatawan akan membutuhkan berbagai layanan yang bisa disediakan oleh masyarakat, seperti makanan, akomodasi, dan cenderamata. Peran masyarakat lokal dalam aktivitas pariwisata ini juga sangat mendukung keberlanjutan ekonomi secara jangka panjang.
Namun, peningkatan aktivitas wisata bahari di Pulau Badi memerlukan strategi pengelolaan yang hati-hati agar tidak menimbulkan dampak buruk pada ekosistem yang telah direhabilitasi. Salah satu pendekatan yang penting adalah dengan menerapkan konsep carrying capacity atau daya dukung lingkungan wisata.
Pendekatan ini menentukan batasan jumlah pengunjung yang dapat berada di area tertentu dalam satu waktu, sehingga kerusakan yang diakibatkan oleh tekanan manusia pada lingkungan dapat diminimalkan.
Pulau Badi juga diuntungkan karena masyarakatnya memiliki kesadaran tinggi akan pentingnya menjaga lingkungan laut mereka. Di kawasan ini bentuk sebuah lembaga, yaitu Daerah Perlindungan Laut (DPL), di mana masyarakat berkomitmen untuk melindungi laut dari aktivitas yang merusak, seperti penangkapan ikan secara berlebihan.
Keberadaan DPL ini membantu meminimalkan risiko kerusakan akibat aktivitas manusia dan menjadikan kawasan tersebut sebagai pilihan yang tepat untuk program rehabilitasi terumbu karang.

Dampak rehabilitasi ini terlihat pada peningkatan biodiversitas di Pulau Badi. Terumbu karang yang direhabilitasi kini menjadi rumah bagi berbagai spesies ikan yang sempat hilang akibat kerusakan ekosistem. Penambahan keanekaragaman hayati ini meningkatkan daya tarik bagi wisatawan yang tertarik pada keindahan bawah laut. Selain itu, meskipun dampak perubahan iklim masih terpantau rendah, tekanan dari aktivitas wisata berlebih dapat mengancam kelestarian ekosistem terumbu karang.
“Rehabilitasi itu tujuannya memang untuk memulihkan kembali terumbu karang. Dampaknya itu kelihatan setelah terumbu karang transplantasi dilakukan, jumlah ikan yang ada di sana itu meningkat. Jumlah ikannya kembali pulih begitu dibangun transplantasi rehabilitasi,” tutur Ahmad.
Rehabilitasi terumbu karang di Pulau Badi memberikan dampak positif baik dari segi lingkungan maupun ekonomi. Rehabilitasi ini mampu mengembalikan fungsi ekosistem terumbu karang sebagai habitat bagi ikan dan biota laut lainnya, sekaligus memberikan potensi sebagai objek wisata yang unik dan bernilai tinggi.
Dengan penerapan prinsip daya dukung lingkungan dan partisipasi aktif masyarakat, Pulau Badi berpotensi menjadi model bagi wisata bahari berkelanjutan yang mengintegrasikan aspek pelestarian lingkungan dengan ekonomi masyarakat.
Penelitian ini membuka peluang bagi destinasi wisata bahari lainnya untuk mengadopsi model serupa, sehingga manfaat dari upaya rehabilitasi terumbu karang dapat dirasakan secara luas. Tidak hanya oleh ekosistem dan wisatawan, tetapi juga oleh masyarakat setempat yang menggantungkan hidupnya pada kelestarian laut.
Ismail Basri